Mutu Layanan Menentukan Keberlanjutan Program JKN-KIS
Mutu layanan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat belum sesuai harapan. Itu disebabkan antara lain belum meratanya ketersediaan sarana dan prasarana serta tenaga kesehatan.
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Mutu layanan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat belum sesuai harapan. Itu disebabkan antara lain belum meratanya ketersediaan sarana dan prasarana serta tenaga kesehatan. Seiring kenaikan iuran peserta program itu, perbaikan layanan kian mendesak dilakukan demi keberlanjutan program tersebut.
“Cakupan kesehatan semesta harus dilihat menyeluruh, termasuk menilai mutu layanan kesehatan,” kata Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) M Adib Khumaidi, di Jakarta, Kamis (14/11/2019). Hari Kesehatan Nasional yang diperingati setiap tanggal 12 November jadi momentum untuk membenahi mutu layanan.
Cakupan kesehatan semesta harus dilihat menyeluruh, termasuk menilai mutu layanan kesehatan.
Mutu layanan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat dikeluhkan sejumlah peserta, terutama terkait antrean layanan. Eko (41), warga Serpong, Tangerang Selatan, misalnya, mendapat antrean nomor 261 untuk mengobati tuberkulosis dideritanya meski telah datang ke Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan, pukul 09.00, Senin lalu.
Menurut Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional Tubagus Achmad Choesni, pemerataan layanan bagi semua warga dan layanan bermutu jadi aspek yang harus dicapai dalam cakupan kesehatan semesta. “Kenaikan iuran peserta JKN-KIS harus disertai kenaikan mutu layanan pada peserta,” ungkapnya.
Perbaikan layanan itu meliputi antara lain meniadakan diskriminasi dan penolakan pada peserta dengan berbagai alasan, serta memerpendek antrean layanan dan pendaftaran di RS. Perbaikan juga diperlukan saat pendaftaran peserta, pembayaran iuran, pembayaran klaim, dan akses informasi.
Belum merata
Dari sisi jumlah fasilitas kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan mencatat, fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan per 1 Oktober 2019 terus bertambah hingga mencapai 27.315 unit. Itu meliputi antara lain, 10.013 puskesmas, 5.253 dokter praktik perorangan, 6.645 klinik pratama, dan 2.266 RS.
Adapun dari aspek tenaga medis, Kementerian Kesehatan mencatat, rasio dokter di Indonesia melebihi target. Kini ada 50,2 dokter per 100.000 penduduk, di atas target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 45 dokter per 100.000 penduduk. Jumlah dokter spesialis pun mencukupi yakni rasio 12,7 per 100.000 penduduk dari target 12,2 per 100.000 penduduk. Namun baru 11 provinsi dengan rasio dokter spesialis ideal.
Adib menegaskan, maldistribusi dokter atau distribusi dokter tak merata jadi persoalan. Pemerintah mesti memiliki regulasi terkait distribusi dokter lewat program berkelanjutan. “Pemerintah perlu menganggap kebutuhan dokter sebagai investasi. Jadi tiap daerah yang kekurangan tenaga dokter punya anggaran pendidikan dokter. Itu butuh pemetaan kebutuhan dokter di tiap kabupaten atau kota,” ucapnya.
Menurut Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, disparitas ketersediaan dokter, terutama dokter spesialis, untuk sementara diatasi melalui program pendayagunaan dokter spesialis. Itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 31 tahun 2019 yang diterbitkan setelah aturan Wajib Kerja Dokter Spesialis dibatalkan Mahkamah Agung.
Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan Perhimpunan RS Seluruh Indonesia Daniel Budi Wibowo menambahkan, penataan kemampuan dan kompetensi RS jadi tantangan dalam JKN-KIS. “Sistem rujukan tak optimal karena RS dan tenaga kesehatan tak merata, belum ada alat kesehatan dan obat bermutu dengan harga murah di semua wilayah,” ujarnya.
Harapannya, dengan perbaikan pengelolaan JKN-KIS, pembayaran klaim RS lebih baik agar layanan bisa ditingkatkan karena arus kas RS lebih lancar. Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, pembayaran klaim RS diupayakan lebih baik setelah penyesuaian iuran peserta JKN-KIS diterapkan. Kini utang jatuh tempo BPJS Kesehatan pada mitra RS atas klaim diajukan Rp 21,1 triliun.
Selain itu, BPJS Kesehatan menerapkan sistem rujukan online serta Sistem Pelayanan Informasi dan Penanganan Pengaduan di RS. Kemudahan pembayaran iuran dilakukan melalui berbagai media pembayaran. (DEONISIA ARLINTA/ADITYA DIVERANTA/NINO CITRA ANUGRAHANTO)