Ajang Borobudur Marathon laksana Lebaran bagi warga. Hajatan tahunan yang mendatangkan rezeki serta silaturahmi. Demi menyambut pelari, rumah dipoles jadi rumah inap dadakan.
Tangan Agus (52) cekatan memasang keramik di lantai rumah inap (homestay) milik Rochmad (67), warga Dusun Ngaran II, Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Ia dan rekannya ditarget menuntaskan tambahan lima kamar di rumah inap itu akhir Oktober. ”Sekarang (pengerjaan) sudah sekitar 70 persen,” kata Agus, Kamis (17/10/2019).
Jelang Borobudur Marathon rumah-rumah inap dibenahi, layaknya menyambut ”Lebaran”. Beberapa di antaranya, bahkan, mesti menambah kamar. Rochmad, misalnya, menambah kamar dari 13 unit menjadi 18 unit. Kamar seharga Rp 250.000 per malam sudah habis dipesan peserta dan panitia sejak Agustus.
Namun, menyewakan kamar rumah menjadi penginapan bagi wisatawan awalnya bukan hal mudah bagi warga. Sunardi (72), warga Desa Borobudur, tak pernah terpikir rumah berukuran 8 meter x 10 meter yang dibangun tahun 2015 untuk anaknya akan menjadi rumah inap.
Kalau dibandingkan dengan hotel atau penginapan, fasilitas yang saya sediakan jelas kalah jauh.
Rumah itu terdiri dari tiga kamar tidur, satu kamar mandi, dan ruang tamu. Tak ada penyejuk ruangan dan keran air panas. Kasurnya pun diletakkan di lantai. ”Awalnya saya tidak percaya diri karena rumah ini sederhana, tidak dibangun untuk menjadi homestay. Tetapi, calon penyewa meyakinkan saya bahwa mereka tidak masalah dengan kesederhanaan rumah ini,” ucap Sunardi.
Rumah itu pertama kali digunakan sebagai rumah inap saat Borobudur Marathon 2018. Saat itu, lima peserta maraton menyewa rumahnya Rp 500.000 per malam. Untuk menambah kenyamanan penyewa, Sunardi menyajikan makanan ringan, air minum, teh, dan kopi.
”Kalau dibandingkan dengan hotel atau penginapan, fasilitas yang saya sediakan jelas kalah jauh. Yang bisa kami lakukan hanyalah melayani tamu sebaik mungkin,” ujarnya. Sejak itu, rumah milik Sunardi yang kemudian diberi nama homestay Adam tersebut sering disewa, terutama saat liburan, seperti Natal, Tahun Baru, Lebaran, dan Waisak.
Seiring bertambahnya tamu, sejumlah fasilitas penunjang, seperti dipan, kipas angin, cermin, meja, dan kursi, melengkapi rumah inap Adam. Biayanya Rp 2,5 juta. Namun, penambahan fasilitas tak lantas membuat tarif menginap naik. ”Ada yang menginap di sini, saya sudah senang. Bisa mengobrol dan berbagi cerita dengan tamu. Jadi, bisa menambah saudara,” ujar Sunardi.
Hubungan baik
Sejumlah tamu yang pernah menginap di rumah Sunardi tetap merajut silaturahmi. Tak jarang, mereka kembali menginap saat berwisata ke Borobudur dan sekitarnya. ”Awal 2019 ada tamu yang menginap bersama tiga temannya. Saat Lebaran, tamu itu kembali menginap di sini. Ia membawa keluarganya berjumlah 15 orang,” ujarnya.
Saat itu Sunardi merasa kewalahan karena baru ada tiga kasur. Ia terpaksa meminjam karpet ke tetangga serta saudaranya. Tamu yang tidak kebagian kasur tidur di karpet. Tamunya pun tidak berkeberatan karena sudah merasa seperti pulang kampung.
Bagi Kumaedi (63), warga Dusun Kelon, Borobudur Marathon juga memberi rezeki. Tiga dari empat kamar di rumahnya sudah dipesan pelari. Rumah yang berjarak sekitar 2 kilometer dari Candi Borobudur itu juga biasa disewakan saat libur Idul Fitri, perayaan Waisak, dan libur Natal-Tahun Baru. ”Saya hanya ingin menolong orang-orang yang butuh tempat menginap,” katanya.
Bukan hanya rumah, beberapa sekolah di sekitar Borobudur pun rutin jadi penginapan dadakan tiap hajatan Borobudur Marathon. Salah satunya Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 1 Magelang yang lokasinya tepat di depan pintu masuk Taman Lumbini. Dua tahun terakhir, sekolah ini menyediakan 28 ruang kelas untuk menginap para pelari ataupun panitia yang tidak kebagian homestay.
Wakil Kepala MTs Negeri 1 Magelang Suroso mengatakan, meja dan kursi akan dipinggirkan sehingga kelas bisa dipasangi karpet untuk alas tidur. Kelas-kelas itu bisa memuat sekitar 900 orang. ”Tak ada tarif tertentu yang harus dibayar. Kami hanya minta sekolah tetap bersih saat tamu datang dan pulang,” ujarnya.
Terus meningkat
Kepala Dinas Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Magelang Iwan Sutiarso mengatakan, tiga tahun terakhir jumlah homestay dan kamar terus meningkat. Pada 2017 terdapat 321 homestay dengan 967 kamar. Tahun ini tercatat 369 homestay dengan 1.153 kamar.
Homestay berkembang seiring maraknya beragam acara berkelas nasional dan internasional, salah satunya Borobudur Marathon. Keberadaan homestay sangat dibutuhkan karena jumlah hotel di Magelang tak mampu menampung tamu.
Sebagian peserta Borobudur Marathon juga menginap di DI Yogyakarta, di antaranya di hunian-hunian sewa yang bekerja sama dengan jaringan operator hotel Airy. Ada standar khusus yang harus dipenuhi, di antaranya tersedia air panas, AC, televisi, tempat tidur bersih, air minum, makanan ringan, dan perlengkapan mandi.