Satgas OTT Sampah Bantul Intensif Bekerja Jelang Musim Hujan
Satuan Tugas Operasi Tangkap Tangan Sampah makin intensif bekerja mengawasi pelaku pembuang sampah sembarangan. Intensitas itu terkait dengan datangnya musim hujan dan status tiga sungai di Bantul yang rawan bencana.
Oleh
KORNELIUS KEWA AMA
·4 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Satuan Tugas Operasi Tangkap Tangan Sampah semakin intensif bekerja mengawasi pelaku pembuang sampah sembarangan. Intensitas itu terkait dengan datangnya musim hujan dan status tiga sungai di Bantul yang rawan bencana.
Satuan Tugas Operasi Tangkap Tangan (Satgas OTT) Sampah bergerak setiap hari. Mereka akan menangkap pelaku pembuang sampah sembarangan serta memberi hukuman secara material dan imaterial.
Denda yang diberlakukan Rp 500.000 per orang, langsung di tempat kejadian perkara. Orang itu pun diwajibkan menjadi penyuluh kebersihan di keluarga dan lingkungannya. ”Ia diwajibkan menasihati seluruh anggota keluarga dan beberapa tetangga sekitar agar tidak membuang sampah apa saja di dalam sungai,” kata Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Husin Bahri di Bantul, Jumat (15/11/2019).
Husin mengatakan, 75 desa di Bantul telah memiliki Satgas OTT Sampah. Anggota Satgas OTT Sampah ini terdiri atas kader-kader muda desa itu. Mereka dipilih dan diangkat Badan Permusyawaratan Desa kemudian dikukuhkan kepala desa. Satgas ini langsung di bawah koordinasi kepala desa setempat. Mereka selalu berkoordinasi dengan Satpol PP Bantul dan anggota polisi setempat untuk melakukan patroli.
”Sejak Satgas OTT Sampah ini terbentuk 2018, kondisi sungai-sungai di Bantul relatif semakin bersih. Kalau masih ditemukan sampah di dalam sungai, itu dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab pada malam hari saat semua orang tidur lelap atau sampah bawaan dari daerah lain. Biasanya sampah jenis ini berupa brangkangan, kasur bekas, dan sofa bekas yang tidak laku dijual,” kata Bahri.
Sejak Satgas OTT Sampah ini terbentuk 2018, kondisi sungai-sungai di Bantul relatif semakin bersih.
Setidaknya ada tujuh sungai yang melintasi Bantul, yakni Winongo, Opak, Code, Progo, Krasak, Oyo, dan Sungai Tinalah. Sungai-sungai ini berhulu di Gunung Merapi dan sekitarnya, melewati Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, kemudian masuk Kabupaten Bantul sebelum menuju laut, Pantai Selatan. Jika terjadi pembuangan sampah ke dalam sungai di daerah-daerah itu, berdampak pula terhadap Kabupaten Bantul.
Hukuman berupa denda dan aksi sosial cukup ampuh mengatasi perilaku membuang sampah sembarangan di dalam sungai. Sejak terbentuk September 2018, Satgas ini telah menangkap belasan warga yang sengaja membuang sampah di sungai. Para pelaku tidak melawan saat ditangkap dan mereka mengakui kesalahan itu kemudian berjanji tidak mengulangi lagi.
Meski demikian, masih ditemukan sampah di beberapa titik. Namun, sebagian besar sungai sudah dibersihkan atas inisiatif masyarakat yang berdiam di bantaran sungai, pemkab, dan komunitas pencinta sungai.
”Sedang didata kawasan mana yang perlu segera dibersihkan dan dikeruk sehingga tidak mengganggu perjalanan air atau banjir dari hulu menuju hilir. Pengerukan dan pembersihan sungai paling lambat dilakukan dua sampai tiga pekan setelah terjadi hujan secara permanen,” kata Bahri.
Kini, Dinas Lingkungan Hidup Bantul bekerja sama dengan rekanan membagi-bagikan berbagai jenis bibit pohon kepada warga di bantaran sungai, khusus jenis tanaman khas daerah Bantul, tetapi lebih khusus tanaman yang memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat.
Selain itu, puluhan pamflet dan spanduk dipasang di sejumlah titik, terutama di bantaran sungai yang dinilai rawan kecelakaan. Isinya meminta masyarakat waspada terhadap bencana longsor dan ancaman luapan air sungai saat terjadi hujan deras, terutama malam hari. Ini untuk terus mengingatkan masyarakat agar selalu peduli lingkungan.
Beberapa tahun belakangan, di sepanjang bantaran sungai ditanami pohon guna mengantisipasi ancaman bencana longsor. Setidaknya ada tiga sungai sangat rawan longsor atau bencana lain, yakni Winongo, Code, dan Sungai Opak.
Ketua Komunitas Pencinta Sungai Winongo Dian Ahmat Sudewo mengatakan, kesadaran masyarakat semakin tinggi menjaga lingkungan, termasuk kebersihan sungai. Mereka tidak lagi membuang sampah di dalam aliran sungai. Bahkan, jika ada sampah yang ditemukan di bibir sungai segera dibersihkan.
”Tetapi, tidak semua masyarakat yang berdiam di sepanjang bantaran sungai Winongo dengan panjang 43,75 km itu sadar akan kebersihan sungai. Setiap desa dan kelurahan persis di bantaran sungai telah terbentuk komunitas pencinta sungai, tetapi belum semuanya bekerja maksimal,” kata Ahmat.
Ia berjanji terus melakukan koordinasi dengan semua komunitas pencinta sungai yang ada di bantan sungai untuk terus melakukan sosialisasi guna memberi pemahaman kepada masyarakat soal kebersihan sungai. Jika bantaran sungai-sungai yang ada dimanfaatkan untuk ruang terbuka hijau, destinasi wisata, pusat kuliner, dan tempat bermain anak-anak, kondisinya akan jauh lebih bersih.