Rute Borobudur Marathon 2019 Powered by Bank Jateng yang diwarnai tanjakan sepanjang 265 meter menjadi tantangan spesial. Pelari diimbau menahan diri serta emosi agar bisa menuntaskan lomba dengan baik tanpa cedera.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Rute Borobudur Marathon 2019 Powered by Bank Jateng yang diwarnai tanjakan sepanjang 265 meter menjadi tantangan tersendiri bagi sekitar 10.900 pelari yang telah terdaftar. Pelari diimbau menahan diri dan emosi agar dapat menuntaskan perlombaan dengan hasil baik sekaligus terhindar dari cedera.
”Pelari hendaknya tidak terbawa atmosfer dan emosi. Biasanya saat berlatih seorang diri, pelari lebih disiplin menjaga pace (kecepatan). Tapi ketika kita berlari dengan orang lain, misalnya ada cewek yang berlari lebih cepat, kita berusaha lari lebih cepat. Ada yang kelihatannya lebih senior, kita berusaha menyeimbanginya,” kata Race Director Borobudur Marathon 2019 Andreas Kansil, Kamis (14/11/2019), di Magelang, Jawa Tengah.
Andreas menyampaikan, dalam kategori maraton, rute di bagian awal cenderung landai. Di sini pelari diimbau menjaga kecepatan seperti yang sudah dilatihkan pada persiapan daripada melaju dengan cepat, tetapi justru kelelahan di tengah-tengah atau akhir rute. ”Otot dan kaki kita sudah terbiasa dengan laju tertentu saat latihan. Jika dipaksakan, maka akan lebih cepat lelah,” katanya.
Andreas mengatakan, kondisi jalan sepanjang rute relatif halus dan sudah beraspal, tetapi memiliki lebar yang bervariasi, minimal 3 meter. Untuk itu, pelari diimbau untuk memperhatikan pijakan supaya tidak terkilir terutama akibat beda tinggi antara aspal dengan bahu jalan.
”Kalau sudah mulai kelelahan, pelari biasanya sudah tidak memperhatikan pijakan, yang penting maju terus,” paparnya.
Untuk rute jalan menurun, kata Andreas, setiap pelari juga memiliki gaya dan kesukaan berbeda. Ada yang ditahan atau juga dilepas mengikuti momentum. ”Ini tergantung kenyamanan dan pengalaman masing-masing pelari. Jangan mengubah strategi. Kalau biasanya suka mengerem, pas hari perlombaan jadi ingin melaju karena terbawa suasana dan atmosfer, misalnya ada cheering, pasti insting kita akan jadi lebih cepat,” tuturnya.
Peka posisi
Saat berada di pos minum (water station), lanjut Andreas, pelari juga diminta untuk berhati-hati melihat pijakan karena di area itu karena lintasan cenderung basah dan licin. Jangan sampai pelari terjatuh karena menginjak gelas yang disediakan.
Pelari pun diimbau untuk mengambil air di ujung meja terjauh atau akhir untuk memberikan kesempatan bagi pelari-pelari di belakangnya supaya tidak menumpuk. ”Kalau memang mau makan atau minum di water station, perhatikan juga posisi. Kalau bisa jangan menghalangi pelari lain,” tambahnya.
Untuk menyiasati kegemaran swafoto sembari menuntaskan target waktu tertentu, lanjut Andreas, pelari bisa menetapkan target waktu untuk jarak tertentu dan berupaya membuat deposito waktu.
”Misalnya target waktu saya untuk 5 kilometer pertama itu 35 menit. Kalau elevasinya masih saya sanggup hajar, saya akan mencoba lari dalam waktu 31 atau 32 menit, kita ada waktu 3 atau 4 menit untuk selfie-selfian. Ini sudah di level berlari dan berhitung,” paparnya. Catatan target waktu itu bisa dicatat di kertas yang ditempel di tangan.
Adapun untuk kategori Half Marathon, panjang tanjakan yang ada di rute itu sepanjang 149 meter dan untuk kategori 10 kilometer total tanjakan sepanjang 75 meter.
Pegiat lari Riefa Istamar menambahkan, para pelari menyebut rute Borobudur Marathon itu tanjakannya parah. ”Runners familiar menyebut \'wah tanjakannya parah banget\', \'tanjakannya tajem banget\'. Udah tajam dan banyak berulang-ulang,” kata Riefa.
Lomba lari itu tidak diwajibkan untuk selalu lari, apalagi buat kita pelari rekreasional atau pelari hobi.
Ia juga menekankan, untuk rute tersebut, pelari harus bisa menjaga pace. Para pelari jangan terlalu keenakan jika jalanannya sedang rata atau menurun. Sebab, di depan pasti akan ada tanjakan. Riefa menyarankan untuk menjaga kecepatan lari supaya bisa hemat energi dan kaki serta otot tidak kecapekan.
Menurut Riefa, para pelari pun diimbau untuk tidak gengsi dan malu jika terpaksa harus berjalan kaki. ”Tidak usah malu, sungkan, gengsi, jika harus jalan kalau ternyata memang harus jalan. Lomba lari itu tidak diwajibkan untuk selalu lari, apalagi buat kita pelari rekreasional atau pelari hobi,” paparnya.
Riefa mengingatkan, jalur menurun adalah justru saat yang rawan bagi pelari. Jika teknik berlarinya salah serta tidak menjaga kecepatan, hal itu bisa menyebabkan cedera. ”Pada saat turunan, kaki kita menahan beban lebih berat dibanding di tanjakan karena ada gravitasi. Oleh karena itu, otot bekerja lebih keras,” ujarnya. Untuk itu, saat menurun, harus hati-hati dan juga tidak melangkah terlalu jauh.
Riefa pun mengatakan, keberadaan pemandu sorak atau cheering dan juga keramahan warga sepanjang rute Borobudur Marathon mampu memantik semangat para pelari. ”Cheering ini sangat berarti secara psikologis jadi lebih bersamangat,” katanya.
Kekhasan lintasan
Pada rute Marathon, pada jarak sekitar 10 kilometer pertama, kontur relatif landai. Megahnya Candi Borobudur masih bisa dinikmati. Jalan agak sedikit menanjak di pertigaan patung Soekarno-Hatta. Bahkan, pada kilometer 12, pelari bisa menikmati dan berswafoto di pelataran Candi Mendut. Namun, pada kilometer 14 jalanan mulai menurun dan menanjak karena melewati jembatan. Demikian selanjutnya jalanan menurun dan menanjak karena adanya sungai.
Kawasan permukiman warga di perdesaan serta perkebunan mendominasi rute ini dengan lebar jalan berkisar 3-6 meter. Jalanan di desa tampak tambalan aspal baru di beberapa titik. Panas yang terik pun dapat dihalau tatkala pelari melewati lorong-lorong dari lengkungan tanaman bambu yang berada di kilometer 25 sampai 26.
Pada kategori Half Marathon, rute awal pun relatif landai. Pelari bisa berswafoto dengan patung tokoh Semar di salah satu rumah makan yang berada di kilometer 6. Bahkan, pada kilometer 18, terdapat spanduk dari desa yang berisikan imbauan persaudaraan meski berbeda pilihan dalam pemilihan kepala desa. ”Ojo Pecah Ojo Bubrah Mung Amargo Pilihan Lurah” artinya jangan terpecah dan jangan terpisah hanya karena pemilihan lurah atau kepala desa. ”Dudu jagomu, nanging dulur lan tonggo” artinya bukan pilihan andalanmu, tetapi masih saudara dan juga tetangga.
Selain itu, pada sejumlah titik, pelari bisa berswafoto dengan latar belakang Candi Borobudur. Jangan lupa, berswafoto dengan latar belakang cheering sajian tarian dan kesenian lokal akan sangat menyenangkan. Jadi, selamat berlari sembari mereguk harmoni serta sinergi.