Upaya Mengganti Sampah Plastik Belum Membuahkan Hasil
Industri tahu di Desa Tropodo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, masih menggunakan sampah plastik impor residu industri kertas daur ulang sebagai bahan bakar utama dalam proses produksi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Industri tahu di Desa Tropodo, Kabupaten Sidoarjo, masih menggunakan sampah plastik impor residu industri kertas daur ulang sebagai bahan bakar utama dalam proses produksi. Selain belum menemukan bahan bakar pengganti yang ramah lingkungan dan ekonomis, pasokan sampah plastik masih mengalir lancar ke sentra industri.
”Ada sebagian kecil pelaku industri yang mulai menyubstitusi bahan bakarnya dengan limbah kayu. Namun, selain harga limbah kayu lebih mahal, pasokannya juga tidak sebanyak sampah plastik,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Sidoarjo Sigit Setyawan, Jumat (15/11/2019).
Sigit mengatakan upaya mengubah perilaku produsen tahu di sentra industri Desa Tropodo agar tidak menggunakan sampah plastik impor sebagai bahan bakar produksi terus dilakukan. Namun, sejauh ini belum membuahkan hasil maksimal karena beragam kendala.
Kendala utama, sulitnya mencari sumber bahan bakar pengganti yang ekonomis dan ramah lingkungan. Saat ini, DLHK Sidoarjo tengah menjajaki penggunaan gasifikasi mini batubara (gasmin) hasil inovasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara.
Ada sebagian kecil pelaku industri yang mulai menyubstitusi bahan bakarnya dengan limbah kayu. Namun, selain harga limbah kayu lebih mahal, pasokannya juga tidak sebanyak sampah plastik.
”Gasmin adalah teknologi yang mengonversi batu bara menjadi gas. Harapannya gasmin bisa menjadi solusi bahan bakar ramah lingkungan untuk industri tahu di Tropodo,” kata Sigit.
Sigit mengatakan pihaknya belum mengalkulasi efisiensi dan efektivitas penggunaan gasmin. Namun, saat ini ada dua pelaku usaha di Sidoarjo yang tengah melakukan uji coba penggunaan gasmin, yakni industri kecil menengah kerupuk dan telur asin. Mereka mendapat bantuan alat dari PT Minarak Gas Brantas sebagai bentuk tanggungjawab sosial perusahaan.
Seperti diberitakan sebelumnya, pelaku usaha di sentra produksi tahu Desa Tropodo, Krian, selama bertahun-tahun menggunakan sampah plastik impor untuk bahan bakar produksi. Sampah plastik itu diimpor bersama dengan kertas daur ulang yang menjadi bahan baku industri kertas daur ulang yang ada di Kabupaten Mojokerto.
Pembakaran sampah plastik itu mencemari udara. Timbunan sampah plastik juga mencemari tanah dan air. Kandungan dioksin, zat berbahaya bagi kesehatan tubuh, ditemukan pada telur ayam kampung. Itu diduga akibat paparan asap pembakaran sampah plastik dan upaya menghilangkan sampah plastik.
Sigit mengatakan pihaknya sudah memfasilitasi pertemuan antara pengusaha dan PT PGN (Perusahaan Gas Negara) untuk menjajaki penggunaan gas alam sebagai bahan bakar ramah lingkungan. Namun, gas alam dari PGN dinilai tidak ekonomis karena harganya mahal sehingga menurunkan daya saing produk yang dihasilkan.
Biaya bahan bakar gas tiga kali lebih mahal dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar kayu. Biaya bahan bakar kayu dua kali lebih mahal dari sampah plastik. Upaya lain adalah mengganti bahan bakar sampah plastik dengan biogas.
Bahan baku biogas berasal dari kotoran sapi perah yang banyak dibudidayakan peternak di Desa Tropodo. Namun, biogas kurang mampu memenuhi kebutuhan perajin tahu karena tekanan gasnya terlalu kecil.
Pengusaha tahu Siti Rodliyah mengatakan pernah menggunakan batubara sebagai bahan bakar produksi tahu. Namun, hal itu membuat tungku pemanasnya cepat rusak. Biaya penggantian tunggu tidak sebanding dengan nilai efisiensi yang diperoleh dari penggunaan batubara.
Periksa produk tahu
Selain terus berupaya mencari bahan bakar yang ekonomis dan ramah lingkungan, DLHK Sidoarjo juga berkirim surat kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Harapannya, kementerian bersikap tegas terkait regulasi tentang importasi sampah plastik dan bahan berbahaya dan beracun.
”Selama impor sampah plastik terus berlangsung, pasokan sampah plastik ke Desa Tropodo ya terus berjalan. Regulasi terkait masuknya sampah plastik inilah yang seharusnya dipertegas oleh pemerintah pusat,” ucap Sigit.
Sementara itu Kepala Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo Nuning Pudjiastuti mengatakan pihaknya berencana memeriksa produk susu, ampas tahu, dan tahu yang dihasilkan di Desa Tropodo. Selain itu akan dilakukan pemeriksaan tanah dan lingkungan.
”Pemeriksaan direncanakan tahun depan karena tahun ini tidak dianggarkan. Pemeriksaan rutin sudah dilakukan pada produk susu karena Tropodo merupakan sentra produsen susu sapi segar,” kata Nuning.
Namun, pemeriksaan pada produk susu itu tidak terkait pencemaran melainkan terkait dengan kandungan protein, dan serat kasar. Khusus pemeriksaan yang terkait dengan paparan asap akibat pembakaran sampah plastik belum pernah dilakukan.