Sektor jasa dengan pangsa pasar tersegmentasi, seperti wisata halal, dinilai memiliki permintaan yang relatif stabil. Sektor ini bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi yang tidak menentu.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Guncangan ekonomi berdampak pada berkurangnya jumlah permintaan di pasar global. Sektor jasa dengan pangsa pasar tersegmentasi, seperti wisata halal, dinilai memiliki permintaan yang relatif stabil sehingga bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi yang tidak menentu.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo, Jumat (15/11/2019), mengatakan, pariwisata halal tidak lagi menjadi kebutuhan bagi kalangan terbatas. Konsep wisata halal telah berkembang sangat pesat dan perlu menjadi pertimbangan utama dalam pengembangan wisata di Tanah Air.
”Industri halal adalah fenomena global yang seharusnya tidak lagi hanya dikaitkan dengan agama. Label halal menjadi simbol kualitas yang baik dan berfungsi bagi konsumen untuk membuat keputusan mengonsumsi produk itu,” kata Dody dalam Festival Ekonomi Syariah Indonesia (ISEF) 2019 di Jakarta.
Industri halal adalah fenomena global yang seharusnya tidak lagi hanya dikaitkan dengan agama.
Dunia internasional telah menyadari potensi baru wisata halal ini. Indonesia sendiri berhasil menduduki posisi pertama di dunia dalam hal penilaian peringkat indeks milik Global Muslim Travel Index (GMTI) dan Indonesia Muslim Travel Index.
Secara global pada 2018 terdapat 140 juta turis Muslim di berbagai belahan dunia. Adapun di sepanjang tahun lalu, perputaran uang dari sektor perjalanan wisata mencapai 189 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Jumlah kunjungan turis Muslim diproyeksikan tumbuh setiap tahun hingga mencapai 158 juta turis pada 2020.
Menurut Dody, konsumen di seluruh dunia, dalam hal ini turis mancanegara, memiliki preferensi khusus dalam memilih destinasi wisata. Apabila permintaan pariwisata halal terus meningkat secara global, Indonesia harus memanfaatkan sektor ini sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru.
”BI secara konsisten akan mengawasi pengembangan industri pariwisata halal di Indonesia demi terwujudnya ekosistem pariwisata yang baik, yang mendukung berkembangnya pariwisata halal di Indonesia,” katanya.
Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Ekonomi dan Kawasan Kreatif Kementerian Pariwisata Anang Sutono menuturkan, pengembangan wisata halal bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi wisatawan Muslim dalam melaksanakan syariat saat bepergian.
”Sementara bagi wisatawan non-Muslim, wisata halal diharapkan dapat memberikan layanan wisata yang nyaman, aman, dan sehat,” ujarnya.
Pengembangan wisata halal, lanjut Anang, sejalan dengan komitmen pemerintah menjadikan pariwisata sebagai sektor utama pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk itu, pemerintah bersama BI dan pemangku kepentingan terkait lainnya telah menyusun strategi pengembangan industri pariwisata halal Indonesia.
”Saat ini terdapat sepuluh provinsi dengan destinasi wisata halal unggulan di Indonesia, yakni Aceh, Riau, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat,” katanya.
Terdapat sepuluh provinsi dengan destinasi wisata halal unggulan di Indonesia, yakni Aceh, Riau, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.
Potensi global
Ketua Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) Riyanto Sofyan mengatakan, industri wisata halal telah berkembang dan menjadi salah satu potensi besar Indonesia. Untuk itu, pemangku kepentingan pariwisata halal harus mampu menjawab tantangan teknologi dan komunikasi yang telah banyak mengubah gaya hidup di dunia.
”Perjalanan wisata kini banyak melibatkan kelompok usia muda. Terwujudnya ekosistem pariwisata yang baik akan mendukung upaya menjual destinasi pariwisata dan dapat mempermudah berkembangnya pariwisata halal di Indonesia,” ujarnya.
Pariwisata halal, lanjut Riyanto, telah membuka mata dunia akan sebuah potensi ekonomi yang sangat besar. Meski begitu, wisata halal Indonesia memiliki beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, mulai dari pengembangan wisata halal berkelanjutan hingga beradaptasi dengan perubahan teknologi.