Berinovasi Benahi Layanan
Di tengah berbagai persoalan dalam Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat, terobosan yang dilakukan sejumlah rumah sakit memberi harapan terhadap masa depan program itu.
Tidak sedikit yang mengeluhkan antrean bagi pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, saat akan berobat. Hal itu dapat ditangani dengan membangun sistem informasi yang efisien. Dengan cara itu, pasien akan makin mudah dan cepat memperoleh layanan jaminan kesehatan tersebut.
Sejak 2014, Rumah Sakit Panti Rini, di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, merintis sistem informasi guna memudahkan akses layanan kesehatan tanpa perlu mengantre. Caranya, memakai aplikasi media sosial WhatsApp untuk mengirimkan dokumen pasien, seperti KTP, Kartu BPJS, dan surat rujukan. Pengiriman dokumen itu dilakukan sehari sebelum hari pemeriksaan.
Nugroho (35), warga Sleman, datang bersama ibunya, Suratini (64), ke rumah sakit tersebut sekitar pukul 08.00, Kamis (14/11/2019). Tujuannya datang untuk mengantarkan ibunya mengecek kesehatan terkait penyakit stroke yang pernah diderita ibunya itu.
Kemudian, Nugroho menuju mesin anjungan mandiri. Jemarinya mulai memasukkan nomor rekam medis ibunya ke mesin itu. Dalam waktu sekejap, surat eligibilitas pemeriksaan (SEP) langsung keluar dari mesin itu. Ia mengonfirmasinya kepada petugas di loket Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dan segera menuju poliklinik tempat ibunya periksa.
“Kalau kayak gini lebih mudah. Kita tidak harus datang ke sini sebelumnya. Cukup daftar sehari sebelumnya lewat WA (WhatsApp). Habis itu langsung periksa. Nggak perlu antri lagi buat dapat SEP-nya,” tuturnya.
Pagi itu, loket JKN-KIS tampak lengang. Dalam 30 menit, hanya dua hingga tiga pasien pendaftar manual yang membawa berkas langsung untuk diurus ke petugas. Satu orang membutuhkan waktu 10-15 menit untuk mendapatkan SEP.
Alip (26), warga Sleman, merupakan salah satu orang yang mendaftar secara manual. Ia merasa lebih pasti apabila pendaftaran dilakukan secara tatap muka. Ia tak masalah jika diminta menanti untuk mendaftar. “Memang tidak perlu antri karena harus datang pagi untuk mendaftar ini. Tapi, saya lebih nyaman kalau mendaftarnya langsung. Sering was-was kalau mendaftar online,” ujarnya.
Menurut Direktur RS Panti Rini Agus Wijanarka, prinsip dari inovasi layanan tersebut adalah untuk memudahkan pasien. Ia menginginkan agar pasien lebih mendapatkan kepastian jam periksa. Tidak perlu lagi antri dari pagi meski jadwal periksanya sore hari.
“Kalau dulu harus datang pagi-pagi untuk bisa memperoleh SEP. Sekarang, tidak perlu lagi. Mereka cukup mendaftar online. Pasien datang sesuai jam periksanya saja. Di SEP itu juga terlampir jadwal periksa. Pasien bisa memperkirakan dia harus datang jam berapa untuk memeriksakan diri,” kata Agus.
Selain itu, kepastian pemeriksaan itu juga lebih jelas. Apabila pendaftaran dilakukan secara daring, semisal masih ada berkas yang perlu dilengkapi, pasien bisa mengirimkannya langsung lewat pesan singkat tersebut. Mereka tidak perlu lagi bolak-balik demi mengurus SEP.
Sistem layanan itu didukung pula melalui investasi peralatan. Sebelumnya, rumah sakit itu menggunakan mesin pencetak bertipe dot matic yang memerlukan waktu 10-25 detik untuk mencetak SEP. Kini, mesin pencetaknya menggunakan teknologi laser. Waktu yang dibutuhkan untuk mencetak selembar SEP hanya 2-3 detik.
Sipari
Adapun sistem teknologi informasi yang dibangun itu dinamai “Sipari”, singkatan dari Sistem Informasi Panti Rini. Sejumlah fitur dari sistem tersebut diintegrasikan dengan aplikasi BPJS guna mengoptimalkan layanan jaminan kesehatan di rumah sakit itu.
“Kami punya prinsip. Kami harus terbuka untuk kerja sama. Kami lalu mencoba apa saja hal yang dipandang masih jadi masalah bagi pasien JKN dapat dideteksi dalam sistem informasi kami untuk menyederhanakan layanan itu,” kata Agus.
Kami punya prinsip. Kami harus terbuka untuk kerja sama. Kami lalu mencoba apa saja hal yang dipandang masih jadi masalah bagi pasien BPJS dapat dideteksi dalam sistem informasi.
Beberapa hal yang coba disinergikan, yaitu dalam hal surat rujukan atau surat keterangan dalam perawatan (SKD), rujukan keluar, program rujuk balik (PRB), dan rujuk balik non PRB. Upaya melakukan sinergi terkait data-data itu membuat pelayanan semakin efisien dan tepat.
Agus mencontohkan tentang PRB. Misalnya, ada seroang pasien mengalami penyakit jantung. Kondisinya belum stabil sewaktu berobat ke Panti Rini. Pasien tersebut tidak perlu meminta surat rujukan terbaru dari fasilitas kesehatan tingkat sebelumnya. Asalkan, pasien itu tercatat data rekam medisnya memang belum stabil. Sistem data RS Panti Rini punya mekanisme pencatatan itu.
“Dengan adanya warning antara BPJS, dokter, pasien, dan rumah sakit. Ini tidak akan ribut. Ada data jelas bahwa pasien ini belum stabil. Dia tinggal datang ke sini tanpa mencari rujukan lagi,” kata Agus. Agar koordinasi pengurusan pasien berjalan baik, pihaknya bekerja sama dengan fasilitas kesehatan tingkat pertama, di Sleman.
Selain itu, RS Panti Rini menggelar sedikitnya dua kali acara edukasi bagi masyarakat dalam waktu setahun. Edukasi yang dilakukan adalah upaya-upaya preventif terhadap berbagai penyakit yang bisa menyerang manusia. Topiknya dipilih berdasarkan penyakit apa yang sedang banyak terjadi dalam waktu itu
Sistem pelayanan daring juga diterapkan RS Umum Pusat Sardjito Yogyakarta sejak 2017. ”Lebih dari 80 persen pasien ikut JKN-KIS. Jadi kami semaksimal mungkin membuat layanan pasien itu,” kata Kepala Hukum dan Humas RSUP Sardjito Banu Hermawan.
Tanpa diskriminasi
Sementara prinsip mengutamakan mutu layanan tanpa diskriminasi menjadi dasar Rumah Sakit Umum Daerah Iskak Tulungagung, Jawa Timur, melakukan terobosan. Itu membuat RS tersebut meraih Gold Award kategori Tanggung Jawab Sosial dalam International Hospital Federation (IHF) Congress and Award di Oman, Jumat (8/11/2019).
Penghargaan diraih berkat konsep manajemen RS baru dan terobosan public safety center (PSC) yang mereka kembangkan. RSUD Iskak menyisihkan 191 inovasi dari 34 negara finalis.
Menurut Direktur RSUD Iskak Tulungagung Supriyanto Dharmoredjo, RS itu menganut roh utama JKN-KIS, yaitu memberi biaya layanan murah tanpa mengesampingkan mutu layanan dan tak diskriminatif. ”Kami memakai fasilitas yang dibutuhkan. Biasanya yang mahal keren, tetapi untuk sehat tak perlu keren,” ujarnya.
Agar mutu layanan optimal, RSUD Iskak menempatkan 9 manajer pelayanan pasien yang bekerja secara bergantian selama 24 jam. Mereka menjembatani relasi profesional RS seperti dokter dan perawat, dengan pasien.
Mereka membuat pusat keamanan dan kenyamanan masyarakat terpadu berbasis teknologi informasi. Warga mengakses layanan ini lewat telepon, pesan singkat, percakapan daring, dan aplikasi 24 jam.
Salah satu ruang di RSUD itu menjadi pusat komando kedaruratan. Telepon tak henti berdering. Petugas menanggapi telepon dari warga yang mengabarkan situasi kedaruratan, misalnya ada kecelakaan. Petugas lain mencari ambulans terdekat lokasi kejadian.
Rumah sakit itu juga menyediakan layanan kategori eksekutif. Menurut Titin Suprapti, Kepala Ruang Instalasi Paviliun Graha Hita Husada, peserta JKN-KIS yang berobat di layanan itu mesti membawa surat rujukan FKTP dan dibebani biaya Rp 150.000 untuk rawat jalan, termasuk biaya konsultasi dokter spesialis, tindakan medis, dan obat generik.
Pemberian layanan eksekutif dan efisiensi pengelolaan rumah sakit menjadi cara RSUD itu mandiri mengatur keuangan. Meski lima bulan terakhir BPJS Kesehatan menunggak klaim Rp 50 miliar, rumah sakit tersebut tidak menurunkan standar mutu layanan.
Di tengah berbagai persoalan yang dihadapi dalam penerapan JKN-KIS, terobosan yang dilakukan sejumlah rumah sakit itu memberi harapan terhadap masa depan program itu. Melalui inovasi manajemen fasilitas kesehatan, keluhan pasien terkait layanan bisa diminimalkan.