Ajang Silaturahmi Pelari Nusantara
MAGELANG, KOMPAS – Borobudur Marathon 2019 Powered by Bank Jateng menjadi ajang silahturahmi bagi para pelari. Selain demi kesehatan, para pelari juga mendapatkan saudara dalam perhelatan lomba lari yang akan digelar pada Minggu (17/11/2019) tersebut.
“Borobudur Marathon ini adalah event yang cukup ditunggu-tunggu. Istilahnya teman-teman, Borobudur Marathon ini adalah lebarannya para pelari,” kata Dedi Sultanudin (36) saat dijumpai di Armada Town Square Magelang, Jawa Tengah, Jumat (15/11/2019).
Dedi berasal dari Jakarta dan tergabung dalam Komunitas JakBRunners atau Jakarta Barat Runners. Dari sekitar 50 anggota, ada 10 orang ikut memeriahkan Borobudur Marathon 2019 ini. “Ini menjadi kesempatan bersilahturahmi, tidak hanya dalam satu komunitas, tapi juga antarkomunitas,” kata Dedi.
Dedi yang bekerja di salah satu perusahaan asuransi memilih cuti pada Jumat ini serta Senin depan. Dia datang dari Jakarta menggunakan kereta api dan bersama teman-temannya berencana akan berakhir pekan di Magelang serta Yogyakarta. “Rencananya akan ke Malioboro, Raminten, dan juga Gunung Merapi. Antaranggota komunitas sudah kayak keluarga,” tutur Dedi yang sudah dua kali mengikuti Borobudur Marathon ini untuk kategori Half Marathon.
Bagi Dedi yang menekuni olahraga lari sejak 2014 dan sudah mengikuti sejumlah ajang maraton di Bali serta Belgia, berlari dilakoninya tidak hanya demi kesehatan, tapi juga untuk menambah saudara. “Kami saling berbagi info dan pengalaman tentang lari. Selain itu, kami juga saling berbagi dan menguatkan. Misalnya mengunjungi teman yang sakit, atau melahirkan, dan juga menghadiri pernikahan teman,” paparnya.
Hal senada disampaikan Ayub Wahyudi (36) serta Reynaldi (35) yang sama-sama berasal dari Komunitas Komando Squad Jakarta. Komunitas lari dengan rintangan ini terbentuk sejak setahun lalu dan sering berlatih bersama di kompleks Gelora Bung Karno. “Borobudur Marathon ini rutenya menantang. Kami ingin belajar latihan lari dengan banyak tanjakan,” kata Ayub.
Dari sekitar 20 anggota komunitas, sebanyak 5 orang di antaranya mengikuti Borobudur Marathon. Dalam olahraga lari, kata Reynaldi, rasa persaudaraan dan kekeluargaan juga tumbuh. “Dari lari ini, lama-lama kita udah kayak keluarga. Sering kumpul bareng, sharing apapun, tidak selalu tentang lari, tapi juga bisa saling curhat masalah pribadi,” tutur Reynaldi.
Sementara itu, Alex Fajar penggagas komunitas Long Run Rangers menyampaikan, dari sekitar 250 anggota komunitas, sebanyak 162 orang dari berbagai daerah akan berpartisipasi dalam Borobudur Marathon. Komunitas yang dibentuk Agustus 2018 ini memiliki tujuan berlari untuk berbagi sesama. “Event besar seperti Borobudur Marathon ini jadi kesempatan kami untuk gathering,” katanya.
Komunitas yang memakai lambang kepala singa ini memiliki filosofi bekerja sama mengejar suatu tujuan dan kemudian bersama-sama berbagi. Seperti halnya singa selalu bekerja sama, misalnya dalam memburu mangsa, demikian juga para pelari yang tergabung di sini bekerja sama untuk menggalang dana bagi kegiatan sosial. “Di sini saya berlari tidak untuk saya sendiri,” ujar Alex.
Bayu Than (27) anggota Long Run Rangers dari Solo mengatakan, dirinya sudah aktif berlari sejak 2016 dan pernah bergabung di beberapa komunitas lari di Cilegon, Bogor, Klaten, dan Solo. “Borobudur Marathon ini bisa menjadi kesempatan untuk reuni dengan teman-teman senusantara,” papar Bayu.
Adapun Helfan (22), peserta Borobudur Marathon 2019 dari Langsa, Aceh mulanya tidak suka berlari. Menurutnya, lari adalah olahraga yang monoton dan membosankan. Namun, pandangannya berubah ketika bergabung dengan komunitas Teman Lari pada 2015. Ia kini berubah haluan menjadi pelari yang rutin mengikuti ajang lari. “Ada teman-teman yang bisa diajak lari bareng. Lari jadi seru setelah gabung dengan komunitas,” kata Helfan.
Selain mendapat teman-teman baru, ia juga memperoleh pengetahuan baru. Informasi soal rekomendasi merk pakaian, sepatu, dan aksesoris olahraga ia dapat dari rekan sekomunitas. Bergabung dengan komunitas lari pun telah mengubah pola hidupnya menjadi lebih sehat.
Sementara itu, Arifa (27) yang juga anggota Teman Lari dari Langsa mengatakan, komunitas lari di Aceh masih terbatas jumlahnya. Ada sedikitnya tiga komunitas besar yang berkembang, yaitu Teman Lari, IndoRunners, dan Gundala Runner. Menurutnya, perkembangan olahraga lari terbentur oleh hukum Syariat Islam yang dijunjung Aceh. “Pakaian, kan, harus tertutup semua,” katanya.
Terlepas dari hal itu, komunitas lari ia nilai bisa mengurai kekakuan orang-orang dalam bersosialisasi. Pertemanan di daerahnya berasal tidak boleh sembarangan dijalin, khususnya bagi mereka yang berbeda jenis kelamin. Namun, hal itu cenderung mencair di komunitas.
Berada dalam komunitas lari juga dirasa menyenangkan buat Ade Novita (43), peserta Borobudur Marathon 2019 dari Tangerang, Banten. Ia bersama sejumlah teman lama membentuk kelompok kecil untuk latihan lari bersama. Kelompok itu membantunya untuk lebih paham akan teknik berlari yang baik.
“Kami sering kumpul bareng dan akhirnya nyeriusin lari. Untuk program latihan, kami pakai aplikasi di ponsel dan saling diskusi soal kemampuan tubuh masing-masing. Selain lari, kami juga suka kulineran dan tamasya bareng,” kata Ade.
Ballot
Perhelatan Borobudur Marathon 2019 ini diterapkan sistem pendaftaran dalam bentuk ballot. Sistem ini adalah prosedur pengundian pendaftaran yang umum digunakan dalam banyak maraton besar di seluruh dunia untuk mendapatkan kesempatan meraih slot peserta. Dari 17.029 pendaftar, sebanyak 8.000 pelari lolos mendapatkan slot.
Para pelari mengapresiasi sistem ini karena dinilai lebih adil meskipun sempat was-was tidak kebagian slot. “Menurut saya sistem ini lebih fair, tapi memang sempat khawatir tidak kebagian slot,” kata Ayub.
Dedi juga mengapresiasi bentuk pendaftaran menggunakan sistem undian ini. “Sistem ini sudah umum dipakai di marathon-marathon besar di dunia. Ini suatu kebaikan untuk event lari di Indonesia. Sistem ini bisa untuk menghindari potensi jual-beli bib,” kata Dedi.
Menurut Alex, sistem ballot ini membuat para pelari mendapatkan kesempatan yang sama sehingga tidak bergantung pada kecepatan internet di suatu daerah. “Kita sangat setuju. Justru yang seperti ini yang kita ingin. Untuk pendaftaran lari yang mendapatkan minat yang banyak dengan peserta yang terbatas, ya pakai ballot. Jangan sampai mendaftar lari dengan rebutan tergantung sinyal internet atau orang masih bekerja. Baru selesai kerja dan buka hp tapi slotnya udah habis,” papar Alex.
Manager Event Organizing Harian Kompas yang menyelenggarakan Borobudur Marathon 2019 Budhi Sarwiadi mengatakan, sistem ballot ini diterapkan untuk memberikan kesempatan bagi para peserta karena antusiasme sejak dua tahun lalu tinggi. “Program baru dibuka dalam beberapa jam sudah habis. Orang yang pas sibuk atau belum aware, dia tidak bisa ikut. Dengan ballot seperti ini, orang akan memasukan data dulu, lalu akan kami verifikasi berdasarkan parameter yang ada,” kata Budhi.
Budhi mengatakan, parameter yang diterapkan antara lain, catatan waktu, kesehatan, dan usia. Peserta hendaknya memasukan data yang valid dan sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Apalagi idealnya marathon diikuti setahun dua kali oleh seorang pelari. “Kami mengedukasi untuk training plan yang baik karena maraton ini bukan lari yang biasa, tapi ini termasuk ekstrim dan berisiko tinggi,” katanya.