Menaruh Asa pada Atlet Muda
Kesuksesan sprinter Lalu Muhammad Zohri menembus jajaran elite Asia telah membuka mata dunia atletik Indonesia. PB PASI pun mulai memberi kepercayaan kepada atlet-atlet remaja dan yunior tampil di ajang multi cabang.
Kemunculan sprinter muda Lalu Muhammad Zohri membuka perspektif baru bagi Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI). Zohri yang menjadi juara dunia U-20 kemudian menjadi sprinter tercepat Asia Tenggara, menegaskan bahwa atlet-atlet muda dengan bakat besar, bisa berprestasi jika dibina dan diberi kesempatan mengasah diri.
Untuk mendorong perkembangan atlet-atlet muda, PB PASI mulai menurunkan atlet-atlet yunior dan remaja ke SEA Games 2019 di Filipina. Ini diharapkan meningkatkan pengalaman dan mental para atlet muda sehingga bisa menjadi Zohri baru di nomor perlombaan masing-masing.
”Prestasi Zohri membuat level atletik Indonesia meningkat. Kita harus menjaga momentum ini. Untuk itu, prioritas pembinaan sekarang lebih fokus kepada atlet remaja dan yunior. Mereka punya karir lebih panjang dan lebih mudah untuk mensetir grafiknya agar sesuai dengan program yang ada,” ujar Ketua Umum PB PASI Bob Hasan di Jakarta, Jumat (11/10/2019).
PB PASI menyiapkan 35 atlet untuk mengikuti SEA Games 2019. Mereka terdiri dari 18 putra dan 17 putri. Para atlet itu total akan mengikuti 16 nomor perlombaan putra, 17 nomor perlombaan putri, dan satu nomor perlombaan campuran.
Bila dilihat satu per satu, komposisi atlet senior masih lebih dominan dibanding atlet remaja/yunior. Atlet senior adalah atlet yang berusia di atas 20 tahun. Jumlah mereka mencapai 80 persen dari semua atlet yang ada, yakni 15 putra dan 13 putri. Sedangkan atlet yunior adalah atlet yang berusia 18-20 tahun. Jumlah mereka hanya 14 persen, yakni 3 putra dan 2 putri. Adapun atlet remaja adalah atlet yang berusia di bawah 18 tahun. Jumlah mereka hanya 6 persen, yakni tanpa putra dan 2 putri.
Kendati demikian, manajer pelatnas PB PASI Mustara Musa mengatakan, mereka sudah berani menurunkan atlet-atlet remaja maupun yunior yang masih hijau atau tidak pernah sama sekali turun di ajang multi cabang internasional. Hal itu adalah tonggak sejarah yang membuktikan bahwa PB PASI serius untuk melakukan pembinaan berkelanjutan berjangka panjang.
”Sebelumnya, kita terus mengandalkan atlet-atlet senior. Secara tidak langsung, itu turut menghambat regenerasi. Atlet-atlet remaja maupun yunior lambat muncul. Ketika di usia senior, mereka minim pengalaman,” kata Mustara.
Pengalaman perdana
Dari sekian banyak atlet remaja/yunior itu, atlet yang belum pernah turun di ajang multi cabang internasional antara lain pelari kembar asal Semarang, Jawa Tengah yang masih berusia 18 tahun Adit Rici Pradana dan Adit Rico Pradana. Adit Rico akan turun di nomor 100 meter, estafet 4x100 meter putra, dan 4x100 meter campuran. Adit Rici akan turun di nomor 4x100 meter putra.
Lalu, ada pelari putri asal Cirebon, Jawa Barat yang masih berusia 17 tahun Erna Nuryanti yang akan turun di 4x100 meter putri. Ada pula pelari putri asal Jakarta berusia 19 tahun Jeany Nuraini yang turun di 4x100 meter putri dan 4x100 meter campuran. Selain itu, ada pelompat galah putri asal Jakarta berusia 17 tahun Diva Renatta Jayadi yang turun di nomor lompat galah putri.
Adit Rico menuturkan, ini adalah kesempatan besar dirinya menimba pengalaman dan membuktikan bisa bersaing. SEA Games 2019 memang menjadi ajang internasional level senior pertama diikutinya. Sebelumnya, ia hanya pernah mengikuti ASEAN Schools Games 2019 sebagai ajang internasional tertinggi yang pernah diikuti. Di ajang itu, dia berhasil meraih emas dengan waktu 10,73 detik.
”Kaget juga ketika saya diberi tahu akan ikut SEA Games ini. Sebab, saya gabung pelatnas baru Juni kemarin. Usia saya juga baru naik dari level remaja ke yunior. Tapi, saya akan buktikan bahwa saya benar-benar pantas masuk tim ini,” tutur Adit Rico yang diplot menggantikan sprinter andalan Indonesia Lalu Muhammad Zohri di tim 4x100 meter putra itu.
Bob menyampaikan, kebijakan itu merupakan hasil evaluasi dari program yang sudah-sudah. Sebelumnya, PB PASI memang cenderung hanya mengandalkan satu atlet elite untuk satu periode. Pada nomor sprint misalnya. Indonesia hanya punya satu sprinter andalan di setiap periode, seperti Mohammad Sarengat pada era 1960-1970-an, Purnomo (1970-1980-an), Mardi Lestari (1980-1990-an), dan Suryo Agung Wibowo (2000-an).
”Sekarang, kita tidak mau lagi mengulangi kesalahan itu. Ke depan, kita harus memiliki banyak atlet andalan di setiap nomor. Contohnya di sprint. Tidak boleh hanya ada satu Zohri, tetapi harus ada 10-20 Zohri. Dengan begitu, persaingan di tempat latihan akan kompeten dan peluang kita berprestasi di tingkat dunia semakin besar,” ujar Bob.
Tanpa Zohri
PB PASI juga membuat kejutan dengan tidak menyertakan Zohri di SEA Games 2019. Padahal, dengan grafiknya saat ini, Zohri berpeluang meraih emas di nomor 100 meter dan 200 meter. Sebagai gambaran, catatan waktu terbaik Zohri tahun ini di 100 meter adalah 10,03 detik dan di nomor 200 meter adalah 20,81 detik.
Bob mengutarakan, kebijakan tersebut harus diterima dengan bijak oleh atlet maupun pelatih. Sebab, menurutnya, level Zohri sudah tidak lagi di SEA Games. Zohri sekarang harus fokus bersaing di tingkat Asia dan dunia. Apalagi Zohri sudah lolos ke Olimpiade Tokyo 2020.
Dengan kebijakan itu, Bob menambahkan, dirinya ingin Zohri konsentrasi mempersiapkan diri agar bisa bersaing di Olimpiade tahun depan. Dia berjanji akan lebih banyak mengirim Zohri mengikuti ajang internasional pada tahun depan.
Bob mungkin akan banyak mengirim Zohri ke kejuaraan-kejuaraan di Eropa. Sebab, kejuaraan di sana tingkat persaingannya tidak jauh dengan seri kejuaraan dunia atau Diamond League. Dengan berprestasi di ajang seperti itu, Zohri punya peluang diundang untuk ikut Diamond League.
Adapun Diamond League hanya bisa diikuti oleh atlet yang diundang langsung oleh IAAF. Selain itu, PB PASI tidak menutup peluang mengirim Zohri untuk melakukan pemusatan latihan ke Amerika Serikat ataupun mengundang pelatih berkualitas untuk melatih Zohri di Indonesia. ”Kita akan mencari progran terbaik untuk Zohri dalam menyiapkan diri ke Olimpiade. Sekarang, kita masih menyusunnya yang menyesuaikan kalender kejuaraan IAAF tahun depan,” kata Bob.
Zohri cukup kecewa tidak bisa ikut SEA Games 2019. Apalagi dia belum pernah ikut ajang dua tahunan itu. ”Sebagai atlet, pasti ingin membela negara di setiap ajang multi cabang yang ada. Sebab, ada kebanggaan sendiri jika bisa meraih prestasi di ajang multi cabang,” tutur Zohri.
Pelatih kepala sprint PB PASI Eni Nuraini mengatakan, kebijakan itu cukup mengejutkan karena Zohri adalah andalan Indonesia merebut emas di cabang atletik SEA Games 2019. Tapi, Eni tidak mau larut dengan kekecewaan. Untuk itu, dia bergerak cepat mencari pengganti Zohri untuk nomor 100 meter dan estafet 4x100 meter.
Di nomor 100 meter, dia akan mengandalkan Eko Rimbawan. Sedangkan di estafet 4x100 meter, dia akan mencoba pelari kembar yang masih berusia 18 tahun, Adit Rico dan Adit Rici. ”Para atlet remaja dan yunior kita cukup baik. Sekarang, kita berusaha untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka. Sebab, kendala utama atlet muda itu sering kali gugup ketika tampil di ajang besar sehingga gagal mengeluarkan semua potensinya,” ujar Eni.
Dengan semua kebijakan yang diambil, Mustara tetap yakin tim atletik Indonesia bisa merebut sekurangnya 5 emas, 8 perak, dan 7 perunggu. Dengan hasil itu, Indonesia diharapkan bisa mempertahankan prestasi peringkat kelima cabang atletik di SEA Games 2017 Malaysia. Dua tahun lalu, Indonesia meraih 5 emas, 7 perak, dan 3 perunggu.