Presiden Joko Widodo menginginkan perbaikan tata kelola program Jaminan Kesehatan Nasional. Presiden menilai ada salah tata kelola dalam program yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan tersebut.
Oleh
Tim Kompas
·5 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS – Presiden Joko Widodo menginginkan perbaikan tata kelola program Jaminan Kesehatan Nasional. Presiden menilai ada salah tata kelola dalam program yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan tersebut.
”Kita sudah membayar yang 96 juta (peserta). Total dibayar oleh APBN tapi di BPJS (Kesehatan) terjadi defisit itu karena salah kelola saja. Artinya yang harusnya bayar, pada nggak bayar. Artinya di sisi penagihan. Itu yang harus diintensifkan. Kalau ini nggak dilakukan, ya terjadi defisit. Defisit kan mau nggak mau iurannya harus dinaikkan. Sehingga sekali lagi, tata kelola manajemen yang ada di BPJS (Kesehatan) harus diperbaiki,” kata Presiden seusai melakukan kunjungan mendadak ke Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Jumat (15/11/2019).
Kita membayar yang 96 juta (peserta). Total dibayar APBN tapi di BPJS (Kesehatan) terjadi defisit itu karena salah kelola. Artinya yang harusnya bayar, pada nggak bayar. Penagihan harus diintensifkan.
Kunjungan ke rumah sakit itu tidak ada di dalam jadwal kunjungan kerja sehari Presiden di Provinsi Lampung. Para pejabat pusat-daerah dan petugas di sekeliling Presiden pun tidak tahu. Agenda meninjau pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) itu dilakukan sebelum Presiden meresmikan ruas tol Tol Terbanggi Besar–Pematang Panggang–Kayu Agung, di Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung.
Dalam kunjungan ke RSUD Abdul Moeloek, Presiden menjenguk beberapa pasien peserta program JKN-KIS yang menjalani rawat inap di dua bangsal anak. Mayoritas pasien yang ditemui merupakan peserta mandiri atau membayar iuran sendiri. Hanya seorang pasien terdaftar sebagai penerima bantuan iuran dari pemerintah.
Tidak ada persoalan dengan temuan itu. Hanya saja itu diluar bayangan Presiden. Pertimbangannya, mayoritas peserta program JKN adalah penerima bantuan iuran dari pemerintah.
Berdasarkan data Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, total peserta program JKN per 31 Oktober 2019 mencapai 222,29 juta peserta. Sebanyak 133 juta peserta atau 60 persen adalah penerima bantuan iuran dari pemerintah, 96 juta peserta disubsidi oleh pemerintah pusat dan 37,89 juta peserta disubsidi oleh pemerintah daerah.
”Harusnya yang gratis itu 133 juta. Ada di mana, siapa yang pegang? Saya ingin memastikan itu. Tapi kalau lihat persentase yang di sini (RSUD Abdul Moeloek) tadi, kok lebih banyak yang bayar,” kata Presiden.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Direktur Umum dan Keuangan RSUD Abdul Moeloek, Elitha M Utari, mengatakan, Presiden meminta tolong kepada pihak rumah sakit untuk memastikan subsidi iuran JKN untuk rakyat miskin benar-benar dinikmati masyarakat Lampung.
Menurut Elitha, Presiden mengapresiasi layanan di RSUD Abdul Moeloek yang dinilai makin baik, misalnya Anjungan Pendaftaran Mandiri yang dioperasikan rumah sakit untuk mengurangi antrean panjang di ruang pendaftaran. Lewat monitor yang disediakan, calon pasien dapat mendaftar secara otomatis dan langsung menuju ruang pemeriksaan atau poliklinik untuk berobat.
Soal layanan terhadap peserta JKN, Elitha menyatakan tidak ada kendala berarti. Meski begitu, Elitha mengakui, proses klaim pengobatan yang cukup lama dinilai sedikit menganggu pembiayaan rumah sakit. ”Kalau di RSUD Aabdul Moeloek, proses klaim sekitar 3-4 bulan. Kami harus menyiasati ini secara hati-hati,” ungkapnya.
Saat ini, pasien yang dilayani oleh RSUD Abdul Moeloek sebagian besar merupakan pasien penerima bantuan iuran dari pemerintah. Jumlahnya mencapai 70 persen. Sisanya adalah peserta mandiri.
Euis Jayanti (27), peserta mandiri JKN-KIS BPJS mengaku amat terbantu dengan program BPJS. Dengan adanya program BPJS, biaya berobat putrinya yang menderita thalasemia jadi lebih ringan. Meski memberatkan keuangan rumah tangga, Euis mendukung kebijakan pemerintah terkait kenaikan iuran BPJS agar program kesehatan itu bisa tetap dinikmati masyarakat.
Terobosan baru
Sementar praktisi kesehatan meminta pemerintah menyiapkan terobosan untuk menyelesaikan persoalan layanan JKN-KIS. Langkah ini penting dilakukan karena jutaan masyarakat Indonesia bergantung pada program yang berjalan selama lima tahun terakhir.
Masalah utama yang dihadapi dalam penyelenggaraan program JKN-KIS meliputi defisit pembiayaan yang terus membengkak. Sebagai penyelenggara tunggal program ini, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menghitung defisit yang dialami bisa mencapai Rp 32 miliar pada akhir 2019.
Namun masalah defisit bukanlah masalah tunggal. Masalah lain yang dijumpai yakni jumlah kepesertaan yang belum mencapai target, akses ke fasilitas kesehatan yang belum memadai bagi seluruh peserta, serta sistem pelayanan yang belum optimal.
Ketua Umum Indonesian Health Economics Association Hasbullah Thabrany saat dihubungi di Jakarta, Jumat (15/11/2019), memaparkan, masalah dalam JKN-KIS harus diperbaiki secara menyeluruh. Ada dua hal yang perlu diperbaiki, yakni besaran iuran yang sesuai dengan biaya pemanfaatan serta pembelanjaan manfaat yang bijaksana.
Terkait iuran, pemerintah menyesuaikan besarannya melalui Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. “Jika masih belum bisa menutupi defisit, artinya pemerintah harus menutupi kebutuhan kekurangan dana melalui APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),” kata Hasbullah.
Selain itu, perbaikan lain yang perlu diperhatikan antara lain membelanjakan anggaran lebih bijaksana. Apabila pembayaran pada fasilitas kesehatan dilakukan secara realistis, sistem yang berjalan akan berkelanjutan.
Pembayaran yang realistis ini termasuk pada batasan manfaat yang diberikan bagi peserta. Layanan kesehatan yang diberikan tidak perlu yang maksimal, melainkan yang optimal. Dengan begitu, peserta tetap terlayani dengan baik dengan penggunaan anggaran yang efektif.
Hasbullah mengatakan, terobosan pemerintah juga perlu diwujudkan untuk memperbaiki persoalan lain. Itu antara lain, kolektibilitas pada peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja; optimalisasi pemanfaatan pajak rokok daerah; serta kelancaran pembayaran klaim fasilitas kesehatan.
Inovasi
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris mengatakan, terdapat empat strategi yang diharapkan dapat semakin mengoptimalkan implementasi program JKN-KIS. Pertama, strategi penguatan peraturan perundang-undangan jaminan kesehatan.
Kedua, strategi pengembangan program jaminan kesehatan. Ketiga, strategi penguatan kelembagaan penyelenggara jaminan kesehatan. Keempat, penguatan sistem monitoring, evaluasi, dan pengawasan penyelenggaraan jaminan kesehatan. “Semua upaya akan dilakukan secara terintegrasi bersama seluruh sektor kepentingan. Program JKN-KIS merupakan program bersama sehingga membutuhkan peran serta dari seluruh sektor terkait,” kata Fachmi.
Ia menambahkan, terkait upaya untuk mencapai cakupan kesehatan semesta, BPJS Kesehatan terus melakukan berbagai inovasi. Untuk memudahkan pendaftaran peserta, perluasan kanal dilakukan di semua kanan.
Melalui pemanfaatan teknologi digital, peserta bisa mendaftar dengan mengakses aplikasi Mobile JKN, laman BPJS Kesehatan, dan e-Dabu untuk pendaftaran badan usaha. Selain itu, pendaftaran juga bisa dilakukan melalui telepon pusat layanan BPJS Kesehatan dan kader JKN yang ditugaskan di masyarakat.
“Sinergi dengan kepala daerah juga kami lakukan dengan memastikan seluruh penduduk di daerah tersebut telah terdaftar sebagai peserta JKN-KIS. Kami juga upayakan agar pemda mendukung melalui regulasi terkait kewajiban kepesertaan dalam pelayanan publik,” ucap Fachmi.