Pemerintah akan menyiapkan strategi komprehensif dalam mencegah terorisme. Terkait bom bunuh diri di Polrestabes Medan, Polri sudah menangkap 19 terduga teroris.
JAKARTA, KOMPAS - Guna menyikapi perkembangan radikalisasi dan terorisme yang kian kompleks, pemerintah menyiapkan desain besar strategi yang lebih komprehensif untuk menanganinya. Pemerintah menganggap pencegahan terorisme perlu dijadikan sebagai arus utama program nasional.
Terkait dengan hal itu, Jumat (15/11/2019) siang, Wakil Presiden Ma’ruf Amin memimpin rapat terbatas membahas terorisme. Hadir dalam rapat itu Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Agama Fachrul Razi, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Suhardi Alius, serta Wakil Kepala Kepolisian Negara RI Komisaris Jenderal Ari Dono.
Sebelum rapat, Wapres Amin mengungkapkan keinginannya menjadikan pencegahan terorisme sebagai arus utama program nasional pemerintah. Upaya pencegahan tidak hanya dilakukan pemerintah, tetapi juga organisasi kemasyarakatan serta masyarakat. Lembaga pendidikan juga perlu terlibat.
”Penanganan harus komprehensif dari hulu ke hilir, kemudian melibatkan bagian terkecil unit kelembagaan masyarakat, RT (rukun tetangga)/RW (rukun warga),” ujarnya.
Seusai rapat, Tito mengatakan, dalam rapat antara lain didiskusikan mengenai pembuatan grand design, strategi komprehensif menghadapi terorisme.
Lembaga pemasyarakatan
Terpidana kasus terorisme yang ditahan di lembaga pemasyarakatan (LP) disinyalir masih terlibat proses radikalisasi. DA, istri RMN—pelaku bom bunuh diri di Markas Kepolisian Resor Kota Besar Medan, Sumatera Utara, pada Rabu (13/11)—teradikalisasi setelah menemui terpidana terorisme, yaitu I, di LP Wanita Kelas IIA Medan. DA diduga intens berkomunikasi melalui media sosial dengan I. Pada 2014, terpidana perkara terorisme Aman Abdurrahman juga bertemu dengan pengikutnya di LP Nusakambangan, Jawa Tengah, untuk meresmikan pembentukan Jamaah Ansharut Daulah.
Terkait hal itu, BNPT akan mengevaluasi sistem pengawasan dan program deradikalisasi untuk terpidana terorisme di LP. BNPT sudah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM untuk meningkatkan kualitas petugas dan sistem pengamanan LP dalam mengantisipasi radikalisasi dari penjara.
”Kami sudah screening ketat di semua LP yang dihuni terpidana terorisme, tetapi tidak semua LP memiliki kemampuan sama. Oleh karena itu, akan kami perkuat lagi kerja sama dengan pihak LP untuk meningkatkan pengawasan,” kata Direktur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal (Pol) Hamli.
Kepala Bagian Humas Ditjen PAS Kemenkumham Ade Kusmanto mengatakan, narapidana dilarang punya alat komunikasi, seperti telepon genggam. ”Apabila napi memegang handphone, itu pelanggaran berat. Kami segera melakukan pemetaan gangguan keamanan dan penertiban dengan pemberantasan handphone,” katanya.
Dihubungi secara terpisah, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis memastikan tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri telah menangkap 19 terduga teroris terkait aksi teror di Markas Polrestabes Medan. Penangkapan dilakukan di sejumlah wilayah, yakni Sumatera Utara, Maluku, Riau, Banten, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.