Terobosan ”Sekak” ala Rumah Sakit Umum Daerah Dr Iskak
RSUD Dr Iskak Tulungagung, Jawa Timur, mendapat anugerah sebagai balai kesehatan dengan layanan publik terbaik dunia. Ini merupakan kerja keras dan cerdas sivitas untuk menghadirkan negara dalam kehidupan rakyat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO / FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
International Hospital Federation, Jumat (8/11/2019), di Oman, menganugerahi Rumah Sakit Umum Daerah Dr Iskak Tulungagung, Jawa Timur, penghargaan balai kesehatan berpelayanan publik terbaik dunia. Dalam ajang International Hospital Federation Congress and Award Ke-43 di Oman tersebut, RSUD Dr Iskak meraih Gold Award pada kategori Corporate Social Responsibility.
Tak tanggung-tanggung, RSUD Dr Iskak menyisihkan 92 organisasi rumah sakit dan 191 judul inovasi dari 34 negara finalis. Anugerah bidang tanggung jawab sosial rumah sakit itu ibarat ”sekak” (skak mat) dalam catur. Penghargaan mungkin menjadi semacam peringatan jangan pernah menyepelekan rumah sakit umum daerah (RSUD) untuk berdaulat, berubah, berinovasi, dan berkelanjutan.
Tak tanggung-tanggung, RSUD Dr Iskak menyisihkan 92 organisasi rumah sakit dan 191 judul inovasi dari 34 negara finalis.
Apa yang membuat dunia kepincut dengan RSUD Dr Iskak jika boleh disederhanakan ialah The New Concept Hospital Management dengan Public Safety Center (PSC). Program ini berkarakter biaya rendah kualitas tinggi dengan layanan call center di 119, 0355320119, atau aplikasi Emergency Button (PSC Kabupaten Tulungagung) pada perangkat Android.
Program sejak 2018 ini merupakan layanan kesehatan berbasis kolaborasi antar-lembaga, yakni rumah sakit, pemerintahan, kepolisian, militer, dan organisasi sosial. Ini semacam layanan respons cepat 911 di Amerika Serikat yang juga ditiru sejumlah negara, tetapi ala RSUD Dr Iskak lebih komprehensif dan belum ada duanya.
Kedaruratan
Selasa (12/11/2019) menjelang pukul 14.00, ambulans berhenti di depan lorong Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr Iskak. Satu tim menurunkan pasien yang siang itu pada wajahnya berlumuran darah. Tim di meja penerimaan dengan amat singkat mengobservasi pasien perempuan dewasa itu.
”Red zone!” teriak salah satu petugas. Tim dengan bergegas membawa penderita ke ruang kritis, di mana komitmen penanganannya 0 (nol) menit. Artinya, pasien harus segera ditangani karena dianggap apa yang dialami mengancam keselamatan jiwa.
Di bagian waktu yang lain, ambulans juga datang dengan pasien baru. Ada penderita yang kemudian dibawa ke yellow zone atau ruang non-kritis dengan komitmen waktu tanggap pelayanan maksimal 15 menit. Apa yang dialaminya dianggap belum mengancam keselamatan jiwa.
Namun, bukan respons itu keunggulan utama PSC. Salah satu ruang di lantai dua RSUD menjadi ”pusat komando kedaruratan”. Telepon nyaris setiap detik berdering. Salah satu dari empat petugas piket menanggapi telepon dari warga yang mengabarkan situasi kedaruratan, misalnya ada korban kebakaran, bencana alam, kasus kejahatan, dan kecelakaan. Petugas yang lain memelototi monitor-monitor di dinding sambil mencari dan menghubungi ambulans terdekat dengan lokasi kejadian.
Jika kenaasan terjadi dalam radius 5 kilometer dari RSUD, ambulans yang dikirim dari balai kesehatan tipe B berstatus rujukan regional (provinsi) tersebut. Ambulans juga diawaki tim kesehatan dan perangkat untuk memberi pertolongan pertama. Jika korban bisa ditolong dan ditangani di balai kesehatan terdekat, ya, ditangani di sana. Jika tidak, ya, ditangani di RSUD.
Siapa pun pasien yang datang mendapat respons sesuai dengan tingkat kedaruratannya. Tim kesehatan memberi pelayanan tanpa bertanya atau mengetahui latar belakang penderita. Apakah si kaya atau si miskin, peserta jaminan kesehatan nasional atau tidak, bisa bayar atau malah gagal?
Siapa pun pasien yang datang mendapat respons sesuai dengan tingkat kedaruratannya.
”Yang menjadi nyawa pelayanan di sini adalah memastikan keselamatan jiwa pasien,” ujar Supriyanto Dharmoredjo, Direktur RSUD Dr Iskak.
Mandiri
Di sudut lainnya, yakni Graha Hita Husada, seorang pasien duduk menunggu untuk operasi pengambilan daging tumbuh tetapi kecil pada paha. Penderita yang perempuan tua itu ditemani suami dan dua anaknya yang sudah dewasa.
Graha ini menjadi poliklinik berbayar bagi pasien umum dan peserta JKN yang memerlukan layanan kesehatan dari dokter spesialis. Nah, perempuan tadi akan dioperasi karena tindakan medis itu tidak bisa ditangani di tingkat puskesmas.
”Kami pegang surat rujukan agar operasi ditangani di sini,” ujar Zulkarnain, suami pasien yang ternyata peserta BPJS Kesehatan dengan layanan kelas dua.
Titin Suprapti, Kepala Ruang Instalasi Paviliun Graha Hita Husada, mengatakan, layanan di sini dikategorikan eksekutif sehingga berbayar. Untuk peserta BPJS harus dengan membawa surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat 1 atau dasar. Mereka dibebani biaya Rp 150.000 untuk rawat jalan yang sudah termasuk biaya konsultasi dokter spesialis, tindakan medis, dan obat yang seluruhnya generik.
Meski begitu, poliklinik dengan waktu pelayanan pukul 06.00-20.00 ini juga menerima pasien umum. Mereka cukup bayar Rp 80.000, tetapi hanya mendapat pemeriksaan dokter spesialis. Biaya tindakan medis, laboratorium atau penunjang, dan obat dibebankan sepenuhnya ke penderita.
Pemberian layanan eksekutif menjadi cara bagi RSUD untuk mandiri dalam pengaturan keuangan. Di sisi lain, mustahil ditampik memang ada peran dana pemerintah dari APBD. Namun, uang pemerintah sekadar untuk membayar gaji dan honor staf RSUD berstatus aparatur sipil negara yang jumlahnya 30 persen.
Pemberian layanan eksekutif menjadi cara bagi RSUD untuk mandiri dalam pengaturan keuangan.
Berdaulat
Lima bulan terakhir, BPJS Kesehatan menunggak Rp 50 miliar kepada RSUD. Jumlah yang tak sedikit dan tentu amat signifikan bagi RSUD. Namun, RSUD tetap percaya diri dan ternyata bisa berjalan tanpa menurunkan standar kualitas layanan
Secara sederhana, menurut Supriyanto, urusan biaya biarlah manajemen yang pusing. Staf dijamin mendapat apresiasi penuh agar tak mengendurkan semangat memberi pelayanan terbaik. Sejauh ini memang belum pernah ada staf yang ngambek atau membangkang.
”Duitnya dari mana? Salah satunya dari layanan eksekutif tadi dan tentunya efisiensi,” ujar Supriyanto. Kesangkilan sepele, tetapi berarti, misalnya untuk makan minum rutin staf dalam rapat, tak lagi jajanan yang mahal, tetapi lebih murah. RSUD mengutamakan penggunaan obat generik. Obat tak harus yang mahal atau paten, yang penting cespleng alias mujarab demi membantu pemulihan pasien.
RSUD mengutamakan penggunaan obat generik. Obat tak harus yang mahal atau paten, yang penting cespleng alias mujarab demi membantu pemulihan pasien.
Untuk diketahui, International Hospital Federation merupakan perhimpunan rumah sakit dunia yang independen atau tidak punya hubungan dengan lembaga pemerintah. Anggotanya dari Indonesia ialah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi).
Dari penilaian tim independen nasional, RSUD Dr Iskak merupakan balai kesehatan pilihan masyarakat dengan indeks kepuasan 83 persen. Juga balai kesehatan pemerintah paling mandiri dengan cost recovery rate 87 persen.
Roh utama
Supriyanto mengatakan, karakter yang dianut rumah sakitnya merupakan roh utama dari Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Roh yang dimaksud adalah memberikan biaya layanan kesehatan murah tanpa mengesampingkan mutu layanan dan tidak diskriminatif.
Ia beranggapan bahwa biaya fasilitas kesehatan yang dikeluarkan tidak melulu berimbas pada kualitas layanan yang didapatkan oleh pasien. Dengan biaya layanan yang murah sekalipun, pasien tetap bisa merasakan manfaat yang optimal.
Dengan biaya layanan yang murah sekalipun, pasien tetap bisa merasakan manfaat yang optimal.
”Kami hanya menggunakan fasilitas yang benar-benar dibutuhkan. Biasanya yang mahal memang lebih keren, tetapi untuk sehat tidak perlu keren-kerenan,” ujarnya.
Lantas, untuk menjamin kualitas pelayanan tetap optimal, RSUD Dr Iskak menempatkan sembilan manajer pelayanan pasien (MPP) yang bekerja bergantian 24 jam. Mereka bertugas memastikan agar pasien mendapatkan pelayanan sesuai dengan ketentuan.
MPP tersebut ada di setiap lini rumah sakit, baik rawat jalan, rawat inap, maupun instalasi gawat darurat. Mereka menjembatani hubungan antara profesional rumah sakit, seperti dokter, perawat, apoteker atau ahli gizi, dan pasien.
”Jika ada pasien yang menjalani operasi, tetapi belum dipulangkan dalam waktu yang sudah ditentukan, MPP berhak mengingatkan dokternya,” kata Supriyanto.