Dalam empat SEA Games terakhir, tim renang Indonesia selalu mengandalkan perenang berpengalaman. Kini, tim ”Merah Putih” dalam masa transisi untuk mencetak perenang-perenang muda penerus prestasi seniornya.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·4 menit baca
Di Manila 2019, sebanyak 13 perenang akan berusaha menjadi yang tercepat pada nomor masing-masing. Tiga atlet senior tetap menjadi tumpuan, yaitu I Gede Siman Sidartawa, Triady Fauzi Sidiq, dan Glenn Victor Sutanto. Selain itu, Indonesia juga diperkuat Gagarin Nathaniel Yus, Aflah Fadlan Prawira, Farrel Armandio Tangkas, dan Muhammad Fahri. Ada pula Adinda Larasati Dewi, AA Istri Kania Ratih, Azzahra Permatahani, Nurul Fajar Fitriyati, Anandia Treciel Vannesae Evato, dan Ressa Kania Dewi.
Perenang-perenang tercepat Indonesia ini diseleksi dari tiga ajang penting, yaitu Indonesia Open Aquatic Championship (IOAC), 1-9 Desember 2018; Indonesian Aquatic Festival, 27-28 April 2019; dan Jakarta Open Swimming Championship 2019, 26-28 September 2019. Selain renang, Indonesia juga akan menurunkan atlet loncat indah, polo air, dan renang perairan terbuka.
Saat ini, pelatnas renang terbagi dua. Siman, peraih enam medali emas SEA Games (2011, 2013, dan 2017) menempa diri di Blacksburg, Virginia Tech University, Amerika Serikat, bersama pelatih Sergio Lopez. Selain Siman, para perenang lain baru usai menjalani latihan daya tahan tubuh di Kunming, China, 17-30 Oktober 2019. Kini mereka berlatih di Jakarta dan Bali.
Wakil Ketua Umum PB PRSI Harlin Rahardjo menuturkan, SEA Games Manila 2019 sangat penting karena menjadi masa transisi untuk mencari perenang muda penerus prestasi Siman dan kawan-kawan. ”Atlet-atlet senior punya motivasi untuk berprestasi. Tetapi, secara realistis, kami melihat dalam dua tahun mendatang, harus segera ada penggantinya,” kata Harlin.
Harlin menjelaskan, seiring berjalannya waktu prioritas dan motivasi perenang senior di atas 30 tahun berubah, salah satunya karena faktor keluarga. Oleh karena itu, perlu ada upaya memacu regenerasi atlet. ”Kami harapkan, pada SEA Games 2021 perenang yunior sudah bisa menggantikan posisi seniornya,” kata Harlin.
Untuk menemukan bibit-bibit atlet muda dan berprestasi, proses seleksi renang diubah. Apabila pada SEA Games sebelumnya atlet dipilih berdasarkan catatan waktu terbaik 6-12 bulan menjelang lomba, kini atlet harus mengikuti tiga tahapan seleksi nasional yang digelar setelah Asian Games 2018. Seleksi terakhir dilakukan dua bulan jelang SEA Games untuk menemukan perenang terbaik yang siap bersaing di tingkat Asia Tenggara.
Proses ini meniru sistem yang diterapkan di Amerika Serikat dan negara Asia dengan prestasi renang prima seperti Singapura dan Jepang. Pada ajang penting, seperti Olimpiade, mereka menyeleksi atlet secara bertahap sehingga menyisakan perenang terbaik di tim nasional.
”Dengan sistem ini, kami juga ingin membuka kesempatan kepada atlet nonpelatnas untuk bergabung dengan tim nasional asalkan bisa bersaing dengan seniornya,” katanya.
Melalui sistem ini, PB PRSI menemukan antara lain dua bakat renang yang akan menjadi harapan Indonesia pada masa depan, yaitu Fahri (20) dan Farrel (17). Keduanya akan menjalani debut di SEA Games Manila 2019.
Turun pada nomor 50 meter gaya dada putra IOAC 2018, Fahri mencacat waktu 28.57 detik, mengalahkan Gagarin, perenang pelatnas yang membukukan 28,89 detik. Pada ajang yang sama, Farrel sukses menjadi yang tercepat pada 200 m gaya punggung putra setelah mengalahkan perenang senior Ricky Anggawijaya. Farrel mencatat waktu 2 menit 03,33 detik, sedangkan Ricky 2 menit 05,46 detik.
Setelah menunjukkan konsistensi mereka, kedua atlet ini kemudian dipanggil masuk pelatnas. Prestasi Farrel terus meningkat, dengan memecahkan rekor nasional 200 m gaya punggung atas namanya sendiri dari 2 menit 02,31 detik menjadi 2 menit 01,16 detik. Pemecahan rekor dengan selisih lebih dari satu detik itu dilakukan oleh Farrel pada Kejuaraan Renang Jakarta Terbuka 2019 di Stadion Akuatik.
Menjaga prestasi
Harlin menjelaskan, semangat, motivasi, dan kemampuan Fahri, Farrel, dan beberapa atlet muda lainnya harus dijaga agar bisa mencapai puncak penampilan pada usia 25-30 tahun. ”Kendala utama kami adalah atlet potensial sering harus memilih antara menjalani karir renang atau pendidikan. Mulai tahun depan, kami harus berpikir bagaimana atlet bisa berlatih dan sekolah agar mereka punya masa depan cerah,” ujarnya.
Pelatih renang David Armandoni menjelaskan, tim renang Indonesia berlatih dengan situasi jauh berbeda dari persiapan Asian Games 2018. Kendala yang dihadapi antara lain anggaran yang terbatas, jumlah atlet berkurang, dan pelatnas mundur enam bulan, dari rencana Januari menjadi Juni 2019. ”Dengan kendala ini, atlet dan pelatih tetap berlatih maksimal. Kami ingin menunjukkan yang terbaik. Kita lihat saja hasilnya,” kata pelatih asal Perancis itu.
Pelatih renang Indonesia Albert C Sutanto mengatakan, Indonesia masih mengandalkan perenang senior untuk merebut medali SEA Games karena lawan yang dihadapi tidak mudah. Singapura misalnya, tetap menurunkan peraih medali emas Olimpiade, Joseph Schooling, di SEA Games. Oleh karena itu, keberadaan atlet senior tetap penting.
Selain itu, “Tekanan dalam SEA Games itu sangat tinggi. Kalau kita kasih tekanan terlalu besar ke atlet yunior, mereka bisa terbebani. Akibatnya, kemampuan sesungguhnya tidak keluar. Berbeda dengan atlet senior seperti Siman, sudah mampu mengatasi jika mendapat tekanan,” ujarnya.
Bagi mantan perenang nasional ini, SEA Games tetap penting diikuti tim renang Indonesia karena untuk bisa bersaing di tingkat yang lebih tinggi, seperti Asia dan dunia, Indonesia harus mampu menguasai prestasi di tingkat Asia Tenggara terlebih dahulu. Prestasi itu dapat diraih dengan kerja sama perenang senior-yunior yang saling mendukung dan memotivasi, program pelatnas jangka panjang, dukungan maksimal untuk tim renang, khususnya untuk memenuhi nutrisi, uji coba kejuaraan, training camp, dan peningkatan kemampuan pelatih.