Rintik hujan yang makin deras tak menyurutkan langkah wisatawan menjelajah setiap sudut kota Lisabon, Portugal. Semua orang seakan yakin hujan akan segera berlalu, berganti dengan cerahnya matahari.
Oleh
Susie Berindra
·5 menit baca
Perjalanan kami awali dengan berkeliling di tengah kota Lisabon menggunakan trem dengan jendela dibuka, pada Kamis (31/10/2019). Rombongan ini terdiri dari wartawan dan influencer Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Kami diundang Qatar Airways dan Turismo de Lisboa yang tengah mempromosikan rute penerbangan baru, Doha-Lisabon.
Lewat jendela trem, kami memotret pemandangan cantik di sepanjang jalan. Pemandu wisata Carmo Botelho mengingatkan kami untuk berhati-hati memegang kamera karena jarak antara trem dan tembok-tembok gedung dekat sekali. Bahkan, di beberapa ruas jalan, kami bisa menyentuh ubin keramik bercorak khas Portugis di tembok.
Menurut Carmo, trem menjadi pilihan transportasi yang paling baik bagi wisatawan yang ingin keliling kota. Selain trem, alat transportasi di kawasan wisata adalah tuktuk, dan bus wisata.
”Kalau naik trem, kita bisa memilih rute yang diinginkan dan bisa berhenti di beberapa tempat. Ada empat rute yang disediakan untuk trem wisata ini. Selain naik trem, jalan kaki juga lebih bagus lagi,” ujar Carmo.
Setelah puas berkeliling dengan trem dan makan siang, Carmo mengajak kami berjalan kaki menuju Castelo de Sao Jorge yang berada di puncak tertinggi di Lisabon. Dari kastil yang dikuasai Raja Afonso Henriques pada tahun 1147 itu, kita bisa melihat pemandangan cantik kota Lisabon, jembatan 25 de Abril, dan Sungai Tagus.
Saat mengelilingi kastil, terlihat sebelas menaranya yang masih berdiri tegak. Di beberapa titik terdapat reruntuhan bangunan kastil yang hancur akibat gempa, tsunami, dan kebakaran pada tahun 1775. Di tengah-tengah kawasan kastil seluas 6.000 meter persegi ini terdapat kafe yang cukup ramai.
Menjelang sore hari, kami berjalan menuju lapangan Praca do Comercio di kawasan Chiado yang ramai dengan pengunjung. Mereka berkegiatan di tepi Sungai Tagus sambil menikmati sejuknya udara Lisabon yang bersuhu 17 derajat celsius.
Ada satu tips yang perlu diingat jika kita menyusuri jalanan di kota tua yaitu gunakan sneakers yang nyaman. Jalan di kota ini batu-batuan yang tersusun rapi, mungkin sedikit licin ketika hujan turun.
Di sebelah utara Praca do Comercio, kita bisa mencari hiburan musik di sepanjang Rua Augusta. Sore itu, beberapa pengamen mulai beraksi menarik perhatian pengunjung. Interaksi antara pengamen dan pengunjung berlangsung meriah. Salah satunya, tiga pengamen yang bertelanjang dada mengangkat tangan ke atas mengajak penonton ikut bertepuk tangan.
Dengan sukarela, penonton mengikuti gerakan para pengamen, bernyanyi bersama. Tak mau menyia-nyiakan momen asyik itu, beberapa penonton langsung merekam dengan gawai. Semakin malam suasana semakin meriah.
Saat menyusuri jalan-jalan kecil di kawasan kota tua, kita juga disuguhi dinding-dinding yang penuh lukisan mural cantik. Bila sudah lelah berjalan, kita bisa menikmati suasana sambil nongkrong di kafe-kafe yang ada di sepanjang jalan.
Pasti seru menikmati kuliner di tengah indahnya senja yang berwarna keemasan. Sayangnya, cuaca Lisabon saat itu sedang tak menentu, sesaat mendung, turun hujan, lalu cerah.
Tepi pantai
Keesokan harinya, Jumat (1/11//2019), kami pergi ke luar kota Lisabon. Kali ini kami ditemani pemandu wisata Sonia Santos. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah National Palace of Mafra yang terletak 28 kilometer dari Lisabon. Pelan-pelan kami menyusuri lorong-lorong istana yang dibangun pada abad ke-18, atas perintah Raja John V yang menikah dengan Maria Ana dari Austria.
Sonia menjelaskan, istana ini memiliki 1.200 kamar, 4.700 jendela dan pintu, 156 tangga, serta 29 taman. ”Hingga kini, gereja masih dipakai oleh masyarakat di sekitar sini. Banyak turis dari sejumlah negara yang datang ke tempat ini, tetapi mungkin tidak sebanyak di Sintra,” ujar Sonia.
Sintra terletak di sebelah barat Portugal. Dari Mafra, kami menempuh perjalanan selama satu jam sampai ke Sintra. Kami diajak mengelilingi Palacio Nacional da Sintra. Hari itu, di Sintra kami hanya bisa melihat bagian dalam istana yang dilindungi UNESCO sejak 1995 ini.
”Sebenarnya, kalau mau lebih puas berkeliling di Sintra membutuhkan waktu satu hari penuh sehingga bisa mengunjungi beberapa tempat,” kata Sonia.
Menjelang makan siang, meski hanya sesaat, kami mampir ke pinggir pantai Ericeira. Angin pantai yang dingin membuat kami hanya sebentar menikmati pemandangan dan mengambil gambar. Di tepi pantai, rumah-rumah khas penduduk Portugis terlihat cantik dengan tambahan mural-mural yang didominasi warna biru.
Bangunan bersejarah
Pada hari berikutnya, Sabtu (2/11/2019), kami menyempatkan untuk menikmati keindahan kawasan Belem. Masih seperti hari-hari sebelumnya, hujan rintik mengiringi perjalanan kami. Sepanjang perjalanan, kami seperti belajar sejarah Portugis sembari mengagumi keindahan bangunan tua.
Pada pagi hari, Sonia mengajak kami ke Hieronymites Monastery yang menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO sejak 1983. Sayangnya, kami tidak bisa masuk ke dalam karena sedang ada acara di dalam gereja. Bangunan cantik dengan arsitektur klasik Portugis itu menarik perhatian turis. Di dalam bangunan yang didirikan pada abad ke-15 itu dimakamkan penjelajah Vasco da Gama.
Tak jauh dari situ, terdapat monumen untuk mengenang jasa-jasa para pelaut Portugis, Padrao dos Descobrimentos, di sisi utara Sungai Tagus. Monumen megah berbentuk kapal dengan patung seorang pelaut gagah. Di lantai paling atas monumen, kita bisa memotret Hieronymites Monastery yang indah.
”Dari sini kita juga bisa melihat peta perjalanan penjelajah Portugis ke seluruh dunia untuk mencari jalur rempah,” kata Sonia sambil menunjukkan teras monumen yang bergambar peta dunia. Semua tempat yang disinggahi penjelajah Portugis tertera tahun, salah satunya, Timor Leste yang diberi tanda 1512.
Di tengah-tengah perjalanan, kami sempat mencicipi kue khas Portugal, kue tart telur (egg tart) khas Portugis di Pasteis de Belem. Rasanya manis dengan kulit yang renyah. Menurut Sonia, kue tersebut hanya ada di Belem, sedangkan yang di tempat lain biasanya disebut pastel de nata. Salah satu pastel de nata yang enak bisa ditemukan di Time Out Market di Cais do Sodre. Di pasar ini, kita bisa menemukan aneka makanan khas Portugal.
Waktu tiga hari berkeliling Lisabon dan sekitarnya terasa kurang. Sonia mengatakan, untuk bisa berkeliling Portugal membutuhkan waktu paling tidak satu minggu. ”Portugal memang negara kecil, tetapi banyak sekali yang bisa dilihat. Setiap 20 kilometer, kita akan menemukan lanskap yang berbeda. Dengan wilayah yang cantik dan nyaman untuk ditinggali, banyak aktris yang mempunyai rumah di sini, salah satunya Madonna,” kata Sonia.
Sepertinya, menyusuri jalan-jalan di kota Lisabon memang harus kami ulang lagi suatu saat nanti.