Masih banyak hal umum dan kodrati yang dianggap tabu oleh masyarakat Indonesia. Misalnya, isu seksualitas dan reproduksi.
Oleh
SUSY BERINDRA)
·5 menit baca
Isu seksualitas dan reproduksi kerap dianggap tabu untuk dibicarakan sebagian masyarakat Indonesia. Akibatnya, masyarakat—termasuk anak muda—memiliki pengetahuan yang minim soal seksualitas dan reproduksi. Komunitas Tabu berupaya memecah kebekuan itu dengan berbagi fakta-fakta terkait seksualitas dan reproduksi.
”Ngomongin seksualitas itu kan masih tabu ya, makanya kadang hubungan komunikasi dengan pasangan, terlebih yang sudah menikah, jadi sebuah hal rumit karena tidak biasa dibicarakan. Nah, di sini kita akan membahas bagaimana pentingnya komunikasi untuk menjaga kelanggengan sebuah hubungan,” ujar Neira Ardaneshwari ketika berbicara di sebuah acara bertema ”Komunikasi dalam Hubungan Romantis” di Apiary Coworking Space, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (25/10/2019).
Setelah membuka acara, Neira memperkenalkan dua pembicara pada seminar malam itu, yakni Zoya Amirin, seksolog, dan Tiara Puspita, psikolog dari Tiga Generasi, kepada 31 peserta yang hadir.
Para peserta datang dari beragam kalangan, ada yang masih sendiri, berpacaran, dan berkeluarga. Selama dua jam, diskusi berjalan cair, membicarakan hubungan komunikasi dengan lawan jenis ketika berpacaran atau berumah tangga.
”Dalam hubungan, ada banyak jenis bahasa cinta. Ada yang lewat kata-kata, sentuhan, tindakan, hadiah, sampai waktu berkualitas. Kita harus paham pasangan kita butuhnya apa agar tepat sasaran,” ujar Tiara.
Para peserta mendengarkan tips dan penjelasan dari kedua pembicara dengan tenang sembari beberapa kali tertawa kecil kala terdapat situasi yang relevan dengan kehidupan mereka masing-masing. Mereka semakin antusias ketika Neira sebagai moderator membuka sesi tanya jawab. Pertanyaan yang ditanyakan pun beragam, mulai cara menghadapi pasangan yang berselingkuh hingga kiat menjaga diri dalam sebuah hubungan.
”Nafsu adalah sebuah hal alamiah buat manusia. Ketika berhadapan dengan lawan jenis, kita berpotensi terangsang. Itu alamiah, tetapi kita harus tahu bagaimana menghadapi itu supaya tidak kebablasan,” ujar Zoya.
Komunitas
Hubungan pacaran dan isu seksualitas memang menjadi topik pembahasan utama komunitas Tabu yang dibentuk pada Februari 2018. Komunitas ini lahir dari proyek empat mahasiswa yang sekarang sudah menjadi alumni Fakultas Psikologi Universitas Indonesia pada Asia Pacific Interprofessional Education and Collaboration (APIPEC) di Solo, Jawa Tengah. Mereka adalah Alvin Theodorus (23), Neira Ardaneshwari (23), Patricia Agatha (23), dan Adelina Kumala Sari (23).
Mereka prihatin terhadap minimnya kuantitas dan kualitas informasi tentang kesehatan seksual dan reproduksi bagi remaja di Indonesia. Kalaupun ada, informasi yang tersedia tidak komprehensif. Informasi seksual dan reproduksi, misalnya, lebih banyak menyentuh aspek biologis dan mengesampingkan aspek psikologis.
”Anak muda, misalnya, hanya diajari enggak boleh berhubungan seksual (di luar nikah). Pokoknya enggak boleh saja, enggak diberi tahu soal akibat atau dampak ketika melakukan itu,” kata Neira. Informasi seperti itu alih-alih memberikan pemahaman, justru memperkuat stigma.
Mereka berpikir perlu ada ruang yang memberikan informasi soal kesehatan seksual dan reproduksi yang lebih komprehensif. Maka, mereka pun membuat akun Instagram bernama Tabu.id. Melalui akun itu, mereka mengajak anak muda belajar tentang kesehatan seksual dan reproduksi.
”Kami ingin ada akun informasi yang komprehensif, berbasis bukti, dan mem-breakdown stigma,” ujar Neira.
Hingga Kamis (14/11/2019), akun Instagram Tabu.id diikuti 61.500 pengikut. Sebagian besar pengikut berusia muda. Lewat akun itu, mereka berinteraksi dua arah tentang kesehatan seksual dan reproduksi.
Sesuai dengan teori perkembangan psikologis, anak- anak usia remaja hingga dewasa muda cenderung tidak ingin didikte, tetapi diajak berkolaborasi dalam sebuah pengambilan keputusan. Hal ini yang membuat mereka sering memberikan fakta, memancing diskusi, menampung cerita, serta menjawab pertanyaan para pengikut mereka di media sosial.
Berupaya netral
”Dalam memberikan informasi, kami berusaha senetral mungkin. Pendekatan kita lebih memberikan informasi dan pertimbangan anak muda sehingga anak muda bisa berpikir sendiri buat mereka itu lebih pas yang seperti apa. Kita ajak mereka berpikir kritis untuk diri sendiri,” cerita perempuan kelahiran 1996 itu.
Untuk memperoleh informasi komprehensif, keempat mahasiswa ini mengandalkan kemampuan mereka sebagai akademisi, yakni membaca berbagai jurnal dan riset yang dikeluarkan institusi resmi, antara lain dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Banyak sumbernya, jurnal nasional ataupun internasional. Tetapi, kita seleksi juga jurnalnya dengan apa yang sudah menjadi standar global, yakni The International Technical Guidance on Sexuality Education, lalu kita olah dengan bahasa yang sederhana,” kata perempuan yang juga bekerja di United Nations Population Fund ini.
”Di awal, pertumbuhan pengikut kita memang tersendat. Tapi setelah sekali dibantu promosikan seorang influencer yang sejalan dengan topik kita, Inez Kristanti, reaksinya sangat positif. Di sini saya sadar bahwa akun informasi kespro itu banyak yang mencari dan membutuhkan,” cerita Alvin pada kesempatan yang sama.
Sejauh ini, kegiatan Tabu dikelola Alvin dan Neira dengan bantuan sekitar 20 relawan yang rata-rata masih berusia remaja atau dewasa muda. Dengan masa kerja enam bulan, para relawan yang dijaring secara terbuka ini dibagi ke dalam empat divisi besar, yakni divisi program, humas dan pemasaran, kreatif, serta pengembangan riset. Para relawan bertugas menjalankan media sosial dan membantu kegiatan yang diselenggarakan Tabu.
Christopher Antoni (23), karyawan swasta, merasa senang bergabung dengan Tabu. Ia pertama kali mengetahui akun ini dari fitur explore di Instagram pribadinya. Setelah melihat jenis kegiatan yang dilakukan Tabu, ia tertarik dengan sisi informatif dan topik yang diangkat komunitas ini.
”Sudah lama enggak ikut aksi sosial, gue mau berkontribusi buat masyarakat, tetapi bisa tetap fokus dengan kerjaan utama. Ini platform yang tepat buat gue,” ujar Antoni.
Selain mengadakan acara dan menyebarkan informasi melalui media sosial, Tabu juga pernah mengadakan sosialisasi di beberapa sekolah, mulai dari SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Pernah juga memberikan tips edukasi seksual yang baik dan sesuai konteks kepada orangtua murid.
”Kami hanya ingin membantu generasi muda mendatang enggak mengalami kebingungan informasi kesehatan reproduksi seperti yang kami hadapi dulu,” ujar Alvin.