Kreativitas mengolah makanan penting untuk menjaga kualitas bahan pangan tersebut. Di ajang Tempe Festival 2019, warga diajak untuk mengenal kekayaan olahan tempe yang disajikan tanpa digoreng.
Oleh
Ayu Pratiwi
·4 menit baca
Ada banyak cara bagaimana menyajikan tempe secara berbeda dibanding biasanya. Tempe bisa dijadikan sebagai pengganti daging pangang yang dalam hamburger, pengganti daging kornet dalam saus bolognese, atau bahkan disulap menjadi selai gurih seperti hummus.
Cara menarik menyajikan tempe itu diharapkan dapat meningkatkan nilai dan daya tarik tempe. Makanan murah dan kaya protein itu berpotensi membantu melengkapi kebutuhan gizi serta mencegah anak mengalami tengkes atau stunting. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menyebutkan 30,8 persen anak balita mengalami stunting. Jumlah balita penyandang stunting itu lebih dari 8 juta orang. Penyakit akibat kurang gizi itu tidak hanya mengganggu pertumbuhan tubuh, tetapi juga otak dan saraf.
Lantaran alasan itu, berbagai pihak menggelar Tempe Festival 2019 di Rumah Budaya Roemboer, Tangerang, Minggu (16/11/2019). Di acara ini, pengunjung akan mendapatkan edukasi tentang cara mengolah tempe secara benar agar khasiatnya bagi tubuh terjamin.
Acara tersebut digelar oleh Lingkar Budaya Indonesia, Museum Benteng Heritage, dan Persaudaraan Pertiwi (Peranakan Tionghoa Warga Indonesia). Turut hadir dalam acara itu, Ketua Lingkar Budaya Indonesia Sasmiyarsi Katoppo, serta Pendiri Museum Benteng Heritage Udaya Halim.
“Kekurangan zat gizi dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh bisa menimbulkan kebodohan dan kemalasan secara permanen. Jadi, program pemerintah membangun SDM (sumber daya manusia) yang unggul bisa tidak ada artinya kalau yang bersangkutan tidur karena dari sananya kurang nutrisi,” kata Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ali Ghufron Mukti di arena festival.
Menurut Ali, tempe bisa menjadi salah satu solusi dalam mengatasi stunting. Seperti diketahui, tempe mengandung sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Kandungan protein tempe yang mencapai 100 miligram per 100 gram porsi misalnya lebih tinggi dibanding dagimg sapi yang kandungannya hanya 18 miligram. “Tempe juga mengandung kalsium, serta vitamin B6 dan 12,” tambahnya.
Menyajikan tempe tanpa digoreng
Pada kesempatan tersebut, pemilik restoran Moluccas Seafood & Grill Eek Kee Hoo menunjukkan bagaimana tempe bisa dimasak secara berbeda sebagai pengganti daging. Ada hamburger mini dengan isi tempe, serta saus spaghetti bolognese yang dicampur dengan tempe yang dihaluskan. Semua hidangan itu gurih dan enak dan hampir mirip dengan tekstur daging asli, meskipun rasanya berbeda.
Selain itu, Eek Kee (dibaca Iki) juga menyajikan selai atau hummus yang terbuat dari tempe. Di arena festival tersedia rasa pedas dan manis. Selai itu cocok dioles di atas roti atau pun biskuit.
Ia memasak semua hidangan itu tanpa menggoreng tempe. Sebab, katanya, tempe bakal kehilangan sebagian besar nutrisinya apabila digoreng. “Goreng itu pakai suhu tinggi dan merusak kandungan protein dan nutrisi lain dalam tempe,” kata Eek Kee.
Untuk menjaga kandungan gizi dalam tempe, ia menyarankan memasak tempe dengan cara dikukus atau ditumis hingga warnanya sedikit kuning. Bagi pria asal Malaysia itu, tempe yang tidak digoreng juga enak apabila dimasak dengan bumbu yang sesuai dengan selera masing-masing. “Rempah ada di mana-mana di Indonesia,” tambah Eek Kee.
Ia mencontohkan, tempe yang sudah dikukus bisa dicampur dengan saus dabu-dabu yang terdiri dari lengkas, serai, cabai, tomat, bawang merah, serta gula dan garam. Semua bahan saus dabu-dabu itu dipotong kecil-kecil, kemudian disiram dengan minyak hangat. Semua campuran bahan itu kemudian dicampur dengan tempe yang sudah dipotong. “Bumbunya nanti meresap ke tempe. Jadi tempenya enggak digoreng dan kandungan nutrisinya terjaga,” ujar Eek Kee.
Ia mengaku, memiliki sekitar 30 resep cara meyajikan tempe tanpa digoreng dan secara lebih kekinian. Selain untuk hamburger atau saus bolognese, tempe juga bisa dijadikan sebagai bahan pengganti nasi dalam sushi. “Campuran tempe itu bisa digulung dengan nori (lembaran rumput laut)”, kata Eek Kee.
Mempromosikan tempe
Pendiri Museum Benteng Heritage Udaya Halim mendukung cara memasak tempe dengan metode masak negara lain. Hal tersebut bisa menjadi upaya untuk mempromosikan tempe ke negara lain.
“Budaya adalah interaksi dan tidak bisa hidup sendiri. Hasilnya enak, kan? Jadi, enggak perlu gengsi makan tempe hanya karena itu makanan orang kampong. Kalau budaya kita mau dihargai, maka kita juga harus menghargainya,” ujarnya.