Odong-odong dilarang beroperasi sebagai angkutan penumpang. Selain tidak ada izin, kondisi kendaraannya yang hasil modifikasi ini pun dinilai tak aman digunakan. Namun, sebagian warga masih membutuhkannya.
Oleh
Krishna P Panolih (Litbang Kompas)
·4 menit baca
Warga mendukung rencana pemerintah untuk menertibkan odong-odong di Jakarta. Kendaraan hiburan anak-anak tersebut rawan kecelakaan dan tidak memenuhi standar spesifikasi kendaraan bermotor. Namun, odong-odong tetap diperlukan warga sebagai alternatif sarana bermain anak-anak.
Arti odong-odong sebetulnya tidak terlalu jelas. Namun, yang pasti, istilah ini sering dikaitkan dengan sebutan bodong alias kondisi kendaraan bermotor yang tidak resmi, tanpa surat atau dokumen yang sah, tetapi tetap beroperasi. Odong-odong hadir sebagai hiburan murah meriah khususnya di permukiman warga. Bentuknya, bisa berupa mobil, pesawat, hewan, ataupun bianglala mini yang akan bergerak dengan kayuhan pengemudinya, hingga berupa moda transportasi seperti rangkaian kereta dan mobil berbangku banyak yang bisa mengangkut banyak orang.
Sebagai sarana hiburan anak-anak, nasib odong-odong tak selalu menggembirakan. Sejak 2013, polisi mulai menertibkan odong-odong. Namun, odong-odong tetap berkembang dan diminati masyarakat. Hingga akhirnya pada Oktober lalu, Dinas Perhubungan DKI Jakarta menghentikan operasi beberapa odong-odong yang fungsinya kerap dijadikan transportasi lingkungan di Jakarta tersebut.
Dukungan
Penertiban odong-odong mendapat dukungan mayoritas warga Jabodetabek. Hampir 70 persen responden jajak pendapat Kompas awal November lalu setuju dengan upaya pelarangan kendaraan hiburan anak-anak ini.
Odong-odong yang digunakan sebagai alat transportasi dilarang karena berdasarkan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, banyak yang tidak sesuai peruntukannya, termasuk Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), sertifikat uji tipe, dan sertifikat registrasi uji tipe kendaraan. Selain itu, kendaraan modifikasi tersebut juga dianggap abai terhadap sederat aturan lain. Antara lain, Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2012 mengenai Standar Pelayanan Minimal Angkutan, PP Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan, dan Peraturan Daerah DKI Jakarta No 5 Tahun 2014 tentang transportasi.
Warga yang sepakat dengan pelarangan odong-odong hampir separuhnya menyebutkan soal rawan terjadinya kecelakaan. Kekhawatiran tersebut nyata terjadi. Pada Juli tahun lalu, sebuah truk menabrak odong-odong di Jatinegara, Jakarta Timur. Akibatnya, 12 penumpang yang mayoritas anak-anak terluka. Sementara pada Agustus lalu, 1 unit odong-odong tertabrak mobil di Jalan Parung Bogor dengan korban dua orang.
Kereta mainan ini dibuat dari modifikasi sepeda motor ataupun mobil. Kendaraan tersebut dibongkar hingga tersisa rangka dan mesinnya saja. Selanjutnya, kerangka dasar kendaraan dipanjangkan dan ditambahkan kerangka besi berbentuk seperti gerbong. Kadang hanya satu mobil besar, tapi ada juga yang terdiri dari rangkaian gerbong odong-odong.
Kereta mainan ini dibuat dari modifikasi sepeda motor ataupun mobil. Kendaraan tersebut dibongkar hingga tersisa rangka dan mesinnya saja. Selanjutnya kerangka dasar kendaraan dipanjangkan dan ditambahkan kerangka besi berbentuk seperti gerbong. Kadang hanya satu mobil besar, tapi ada juga yang terdiri dari rangkaian gerbong odong-odong.
Odong-odong jenis ini sering digunakan sebagai moda transportasi dan sering melintas di jalan raya ramai. Dari proses pembuatannya saja, wajar kalau sebagian orang menyebutnya sebagai ”mobil abal-abal” dan hampir seperempat responden menilai odong-odong tak laik jalan.
Sarana hiburan
Meski demikian, tak semua sepakat dengan pelarangan odong-odong, termasuk 27 persen responden jajak pendapat Kompas. Usaha hiburan anak ini bisa dinikmati oleh semua kelas ekonomi masyarakat mengingat ongkosnya sangat murah (sekitar Rp 3.000 sekali jalan atau putar).
Bagi para orangtua, hiburan ini sekaligus dimanfaatkan sambil mengasuh anak. Hal ini juga menjadi pertimbangan utama 48,5 persen responden bahwa odong-odong adalah sarana hiburan murah meriah.
Keberadaan odong-odong bisa dibilang tidak lepas dari masih minimnya sarana publik untuk anak-anak bermain. Sebanyak 43 persen responden yang di sekitar lingkungan rumahnya tidak tersedia taman ataupun lapangan olahraga memilih odong-odong sebagai sarana hiburan anak-anak.
Taman diperlukan oleh warga kota, khususnya anak-anak sebagai tempat bermain dan berinteraksi. Separuh responden masih mengandalkan taman sebagai pilihan tempat bermain anak yang murah meriah.
Namun, mewujudkan ruang terbuka hijau publik bagi masyarakat Ibu Kota tidaklah mudah. Hal itu terlihat dari persentase luasan ruang terbuka hijau yang baru mencapai 14,9 persen, kurang dari ketentuan yang diterapkan UU Penataan Ruang (30 persen dari luasan kota).
Pelarangan odong-odong juga dinilai sepertiga responden bisa mematikan bisnis industri kecil yang puluhan tahun telah memproduksi kendaraan mainan anak-anak ini. Komunitas Kereta Mini Anglingdarma, perkumpulan pemilik odong-odong di Ciracas, Jakarta Timur, menolak rencana pelarangan tersebut dan tawaran pemerintah untuk menjadikan pengelola odong-odong sebagai sopir angkutan umum.
Pemerintah hanya melarang odong-odong yang digunakan untuk mengangkut penumpang. Odong-odong sebagai sarana bermain dengan bentuk mobil, pesawat, ataupun hewan mini yang bisa bergerak dengan kayuhan orang tidak dilarang.
Pemerintah hanya melarang odong-odong yang digunakan untuk mengangkut penumpang. Odong-odong sebagai sarana bermain dengan bentuk mobil, pesawat, ataupun hewan mini yang bisa bergerak dengan kayuhan orang tidak dilarang.
Bagaimanapun, sarana bermain murah meriah ini tetap diperlukan warga Jabodetabek di tengah minimnya sarana bermain anak. Alunan lagu yang didendangkan penyanyi cilik Adel akan terus bisa ”dinyanyikan” anak-anak Ibu Kota. ”Aku naik odong-odong. Aku senang. Ibu pun turut senang”.