Keikutsertaan pelari-pelari elite dunia dan capaian catatan waktu menjadi pamor kualitas penyelenggaraan Borobudur Marathon. Mulai diperhitungkan dalam kelas marathon internasional.
Oleh
DEBORA LAKSMI INDRASWARI
·3 menit baca
Seperti bangunan candinya yang terkenal di dunia, ajang lomba lari Borobudur Marathon mulai diperhitungkan dalam kelas marathon internasional. Keikutsertaan pelari-pelari elite dunia dan capaian catatan waktu menjadi pamor kualitas penyelenggaraan Borobudur Marathon.
Tahun ini, kali keempat perhelatan lomba lari internasional Borobudur Marathon, yang dilaksanakan di sekitar area Candi Borobudur . Pada 2016 untuk pertama kalinya kategori marathon masuk dalam kategori perlombaan ajang ini, sehingga Borobudur International Run yang digelar tahun-tahun sebelumnya berganti nama menjadi Borobudur Marathon.
Sejak saat itu, kategori lari yang dilombakan sampai tahun ini terdiri dari Full Marathon (42km), Half Marathon (21 Km), dan 10K. Perlombaan lari ini semakin diminati oleh pelari dari mancanegara.
Terbukti sejak 2017 hingga 2019, jumlah peserta asal mancanegara semakin bertambah. Pada 2017 pelari dari mancanegara yang ikut berjumlah 178 orang. Kemudian pada 2018 meningkat menjadi 205 pelari. Tahun ini diperkirakan jumlah pelari mancanegara yang berpartisipasi dalam perlombaan ini meningkat dua kali lipat.
Meriahnya Borobudur Marathon semakin terkenal di berbagai belahan dunia. Pada 2016 saja, peserta dari 17 negara telah mengikuti ajang ini. Sementara tahun ini terdapat 34 negara asal pelari yang turut meramaikan kompetisi marathon internasional ini.
Kelas Borobudur Marathon juga makin diperhitungkan gengsinya karena diikuti oleh pelari-pelari elite kelas dunia. Beberapa diantaranya ialah Kennedy Kiproo Lilan (juara Kuala Lumpur Marathon dan Jakarta Marathon 2016). Selain itu ada pula Henry Kiprotich Sang (juara Maybank Bali Marathon 2017), dan Kiprop Tinui (peringkat kedua Bali Marathon 2016).
Atlet-atlet dan pelari juara nasional juga tak mau kalah ikut dalam kompetisi ini. Mulai dari Agus Prayogo (peraih medali perak SEA Games 2017), Welman D. Pasaribu (juara Yogya Marathon 2019), dan Triyaningsih (peraih medali emas SEA Games 2015) akan mengikuti ajang ini.
Dengan diisinya pelari-pelari kelas internasional, rekor pencapaian yang diraih para juarapun tak kalah hebat dengan rekor-rekor marathon dunia. Para pelari dari benua Afrika tidak diragukan lagi memimpin Borobudur Marathon, sama dengan di ajang Abbot World Maraton Majors yang menjadi lomba marathon bergengsi di dunia.
Kelas dunia
Dari hasil Borobudur Marathon 2017 sampai 2018 , pelari asal Kenya selalu memenangkan lomba ini. Bahkan tiga besar juara full marathon pria dalam dua tahun berturut-turut diraih oleh atlet-atlet Kenya.
Pada 2017, posisi pertama diraih oleh Kiprop Tonui dengan waktu finis 2 jam 26 menit 20 detik. Setahun berikutnya sesama pelari Kenya Geoffrey Birgen memecahkan rekor sebelumnya dengan capaian 2 jam 20 menit 10 detik.
Hampir sama dengan peraihan pelari pria, atlet perempuan Kenya juga hampir menduduki tiga besar juara 2017 sampai 2018. Sayangnya pada 2017, posisi ketiga jatuh pada pelari asal Uganda. Elizabeth Rumokol Chekakan memimpin dengan waktu tercepat (2:43:14) pada Borobudur Marathon 2017. Meskipun tidak lebih baik dari Elizabeth, Edinah Jeruto Koech sesama pelari Kenya menjuarai full marathon dengan waktu finis 2 jam 52 menit 50 detik.
Capaian tersebut tidak jauh berbeda dengan lomba lari marathon kelas dunia lainnya. Setidaknya rekor pelari juara Borobudur Marathon pria hanya selisih 18 menit 7 detik dari rekor waktu finis juara pertama dari salah satu seri Abbot World Maraton Majors dengan waktu finis paling lama.
Abbot World Maraton Majors merupakan perlombaan lari marathon seri yang terdiri dari enam ajang marathon paling besar dan terkenal di dunia. Enam kompetisi marathon itu adalah Tokyo Marathon, B.A.A. Boston Marathon, Virgin Money London Marathon, BMW Berlin-Marathon, Bank of America Chicago Marathon dan TCS New York City Marathon.
Tahun ini, rekor tercepat untuk kategori full marathon pria di raih oleh Kenenisa Bekele asal Ethiopia dengan waktu finis 2 jam 1 menit 41 detik di Berlin Marathon. Sementara waktu finis paling lama diantara para juara 5 seri Abbott World Marathon Majors lainnya dicapai Geoffrey Kamworor asal Kenya dengan rekor waktu 2 jam 8 menit 13 detik.
Di kategori full marathon wanita, waktu finis tercepat dicapai Brigid Kosgey asal Kenya dengan rekor 2 jam 14 menit 4 detik ketika berlomba di Chicago Marathon. Sementara juara pertama dengan waktu finis paling lama untuk kategori ini diraih Worknesh Degefa dari Ethiopia dengan capaian 2 jam 23 menit 31 detik dalam Boston Marathon.
Daya tarik
Capaian para juara Borobudur Marathon menjadi bukti bahwa ajang ini diikuti oleh pelari-pelari hebat kelas dunia. Hal inilah yang menjadi salah satu daya tarik yang diperhitungkan dalam kelas marathon internasional.
Tantangan lintasan dan kekhasan lingkungan budaya di area Candi Borobudur dan sekitarnya menjadi pengalaman yang tidak didapatkan para peserta di ajang lomba marathon lainnya.
Tanjakan sepanjang 265 meter menjadi tantangan tersendiri bagi peserta full marathon. Adapun untuk kategori half marathon, panjang tanjakan yang ada di rute itu sepanjang 149 meter dan untuk kategori 10 kilometer total tanjakan sepanjang 75 meter.
Pada 2017 pelari dari mancanegara yang ikut berjumlah 178 orang. Kemudian pada 2018 meningkat menjadi 205 pelari.
Namun dengan konsep wisata olahraga (sport tourism), sepanjang lintasan peserta dapat menikmati indahnya alam pedesaan sekitar Borobudur. Selain Candi Pawon, Candi Borobudur, dan Candi Mendut, keramahan warga desa juga menjadi daya tarik peserta. Hiasan-hiasan, tari-tari tradisional hingga camilan dan minuman disuguhkan warga secara gratis untuk menyemangati pelari.
Meningkatnya antusiasme peserta dan puluhan ribu pendaftar, rute yang sudah mengantongi sertifikat internasional, serta capaian waktu lomba mengantarkan Borobudur Marathon sebagai ajang lomba lari marathon utama dunia. Penyelenggaraan lomba yang berkualitas menjadi cermin kualitas perlombaan yang dihasilkan. (Litbang Kompas)