Pengamat Soroti Hubungan Tersangka Aksi Teror di Medan dengan Sel Teroris Lama
Sebelum kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) terbentuk, Sumatera Utara sudah punya rekam jejak aksi teror. Penyerangan Mapolsek Hamparan Perak merupakan salah satu aksi mereka.
Oleh
Insan Alfajri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengamat menyatakan ada kemungkinan tersangka dalam aksi teror bom bunuh diri di Markas Kepolisian Resor Kota Besar Medan, Sumatera Utara, berhubungan dengan kelompok teroris tahun 2010. Hal ini bisa terjadi karena ideologi yang membidani aksi teror tahun 2010 pernah mendoktrin banyak orang.
Direktur The Indonesia Intelligence Institute Ridwan Habib saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (17/11/2019), menyatakan, sebelum kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) terbentuk, Sumatera Utara sudah punya rekam jejak aksi teror. Ia merujuk pada peristiwa penyerangan Markas Polsek Hamparan Perak di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, September 2010.
Saat itu, 12 orang bersenjata menyerang Mapolsek Hamparan Perak sehingga tiga polisi gugur. Sebelumnya, ada pula aksi perampokan Bank CIMB Niaga Medan, seorang polisi juga tewas dalam peristiwa itu.
”Saya menduga, orang-orang yang terlibat aksi bom bunuh diri di Medan memiliki keterkaitan ideologi dengan kelompok teror 2010. Bisa saja itu jaringan tahun 2010 yang belum tertangkap. Tim kami sedang di lapangan untuk mencari konfirmasi hal itu,” katanya.
Berdasarkan catatan Kompas, majelis hakim Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis terhadap 14 orang atas penyerangan Bank CIMB Niaga dan Mapolsek Hamparan Perak, Deli Serdang. Fadli Sadama, pemimpin penyerangan sekaligus penasihat Kelompok Mujahidin Indonesia wilayah Medan, mendapat hukuman paling berat, yakni 11 tahun penjara.
Selain Fadli, majelis hakim juga memvonis 13 rekan Fadli dengan hukuman 5 tahun hingga 12 tahun penjara. Mereka adalah Khairul Ghazali alias Abu Yasin (5 tahun penjara), Nibras alias Arab (6), Agus Sunyoto (6), Suriadi alias Adi (6), Anton Sujarwo (7), Jaja Miharja (7), Jumirin (7), Beben Khairul Banin (8), M Choir alias Butong (9), Pamriyanto (10), Pautan (10), Abdul Gani (10), dan Marwan alias Wak Geng (12).
Khairul Ghazali, mantan teroris yang pernah terlibat aksi tahun 2010, menyangkal kaitan antara tersangka bom bunuh diri di Mapolres Medan dan kelompok teroris tahun 2010. ”Tidak ada hubungan, baik secara personal maupun komunitas,” katanya.
Ia melanjutkan, dirinya terus berkomunikasi dengan semua mantan narapidana teroris 2010. Semuanya sudah menerima program deradikalisasi dan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
”Tidak ada lagi yang ingin kembali ke habitat lama,” tambahnya.
Kalaupun ada keterkaitan, lanjutnya, kemungkinan hanya bersifat ideologi semata. Sebab, ideologi yang membidani aksi teror 2010 pernah mendoktrin begitu banyak orang.
”Jadi, mungkin saja ada orang-orang yang pernah didoktrin itu melakukannya sekarang, ketika pelaku-pelaku tahun 2010 sudah bertaubat dan kembali ke NKRI,” katanya.
Pada Rabu (13/11/2019), RMN melakukan aksi bom bunuh diri di Mapolres Medan. Polisi sejauh ini masih mendalami keterkaitan RMN dengan JAD. Berselang beberapa hari, polisi menangkap 18 tersangka.
Dari 18 tersangka teroris, 15 orang ditangkap di Sumatera Utara dan 3 di Aceh. Jumlah itu masih bisa bertambah karena pengusutan terhadap jaringan pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, yaitu RMN, masih terus dilakukan. ”(Pengejaran) masih akan berlanjut karena kami berusaha memberikan rasa aman kepada masyarakat,” kata Kepala Polda Sumatera Utara Inspektur Jenderal Agus Andrianto (Kompas, 17/11/2019).