TKI Tak Berdokumen, Tantangan Perlindungan WNI di Luar Negeri
Capaian pemerintah dalam melindungi warga negara Indonesia di luar negeri menunjukkan tren positif. Namun, perlu upaya ekstra untuk memastikan seluruh warga Indonesia yang ke luar negeri memiliki dokumen lengkap.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Capaian pemerintah dalam melindungi warga negara Indonesia di luar negeri menunjukkan tren positif. Namun, perlu upaya ekstra untuk memastikan seluruh warga Indonesia yang ke luar negeri memiliki dokumen lengkap. Sebab, masih banyak tenaga kerja Indonesia yang masuk melalui jalur tak resmi dan tak memiliki dokumen.
Demikian garis besar konferensi pers ”Bimbingan Teknis Penanganan Permasalahan WNI di Luar Negeri untuk Pemangku Kepentingan Daerah” yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri di Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu (17/11/2019).
Pada 2014 sampai Oktober 2019, jumlah kasus WNI di luar negeri yang ditangani Kementerian Luar Negeri 91.754 kasus. Jumlah tersebut bisa menyelamatkan hak finansial WNI Rp 574 miliar. Selain itu, terdapat 43 sandra yang diselamatkan, 304 WNI dibebaskan dari ancaman hukuman mati, serta 16.432 orang dievakuasi dari wilayah konflik dan bencana di luar negeri.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan, saat ini masih banyak TKI yang ke luar negeri tanpa memiliki dokumen resmi. ”Berdasarkan data yang ada di Kementerian Luar Negeri, terdapat 2,9 juta TKI di luar negeri. Itu yang terdata, sedangkan masih banyak yang tidak memiliki dokumen resmi,” kata Judha.
Berdasarkan data yang ada di Kementerian Luar Negeri, terdapat 2,9 juta TKI di luar negeri. Itu yang terdata, sedangkan masih banyak yang tidak memiliki dokumen resmi.
Berdasarkan pengalamannya menangani kasus TKI di luar negeri, banyak WNI tidak memiliki dokumen lengkap dan bahkan tidak memiliki dokumen. Hal itu kerap menjadi kendala dalam penyelesaian masalah warga Indonesia di luar negeri. Padahal, perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri menjadi salah satu prioritas Kementerian Luar Negeri.
Berkaca dari berbagai kasus yang sudah ditangani, Judha mendapati bahwa para TKI tak berdokumen sesungguhnya mengetahui prosedur resmi ke luar negeri. Hanya saja, mereka merasa sistemnya yang berbelit-belit sehingga lebih memilih pergi ke luar negeri melalui calo.
”Untuk itu, kita sederhanakan prosedurnya, salah satunya melalui pelayanan terpadu satu atap (PTSA),” kata Judha.
Kalimantan merupakan salah satu pulau yang warganya banyak bermigrasi ke luar negeri, khususnya Malaysia dan Arab Saudi. Hal itu dianggap wajar karena Kalimantan berbatasan darat dan laut dengan Malaysia di sisi utara sepanjang 2.000 kilometer.
Judha mengatakan, saat ini baru terdapat 50 PTSA di Indonesia. Di Kalimantan Timur sendiri, belum ada PTSA. Hal itu yang disinyalir membuat banyak warga Kalimantan Timur pergi ke Malaysia melalui jalur tak resmi di Kalimantan Utara.
Pelaksana Harian Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kaltim Usriansyah mengatakan sudah mengajukan pembangunan PTSA dan diharapkan tahun 2020 sudah dapat dimulai pembangunannya. ”Warga Kaltim yang ke luar negeri hanya sekitar 50 persen. Mereka baru diketahui tidak berdokumen ketika melapor ingin dideportasi, ditipu, atau diperjualbelikan,” kata Usriansyah.
Ia mengatakan akan memasifkan edukasi dan sosialisasi agar masyarakat yang pergi ke luar negeri memiliki dokumen sehingga mudah mengurus ketika ada masalah. Usriansyah mengatakan, migrasi diperkirakan akan semakin besar dan cepat ketika ibu kota negara resmi dipindah ke Kalimantan Timur.
Untuk mengantisipasi banyaknya WNI yang ke luar negeri dari Kaltim, PTSA perlu dipersiapkan matang agar menekan angka TKI yang masuk ke Malaysia melalui jalur tak resmi.
Namun, pemerintah daerah tidak bisa memiliki langsung data penduduknya yang bekerja atau berada di luar negeri. Mereka harus mengaksesnya melalui Kementerian Luar Negeri. Untuk itu, diperlukan PTSA di wilayah yang belum terdapat layanan itu.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Balikpapan Tirta Dewi mengatakan, data pekerja migran ke luar negeri tidak semuanya bisa langsung diakses di pemerintah daerah. Sebab, dinas tenaga kerja (disnaker) di kabupaten atau kota tidak sebagai pintu utama pemegang data. Data itu perlu didapat dari Kementerian Luar Negeri.
”PTSA penting ada sehingga masyarakat bisa mudah mengurus dokumen untuk ke luar negeri. Selain itu, disnaker kabupaten atau kota bisa memantau sejauh mana warganya di luar negeri,” kata Dewi.
Selain itu, pendampingan dan pelatihan juga akan dilakukan pemerintah daerah sebelum WNI pergi ke luar negeri untuk bekerja. Hal itu dilakukan sebagai upaya meningkatkan kemampuan TKI agar bisa bekerja di sektor formal yang remunerasinya jelas.