Meski sejumlah hal meleset, Aramco tetap perusahaan paling menguntungkan di Bumi. Pada 2020, perusahaan itu akan membagikan dividen 70 miliar dollar AS atau lima kali lebih besar dari yang bisa dibagikan oleh Apple Inc.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
RIYADH, SENIN — Setelah menunggu empat tahun, perusahaan Saudi Aramco akhirnya memulai penjualan saham umum perdana, Minggu (17/11/2019). Pemasaran perdana saham perusahaan minyak Arab Saudi itu diwarnai dengan sedikitnya tiga hal yang meleset dari target awal.
Selisih pertama adalah nilai buku perusahaan yang lebih rendah dari sasaran awal. Para analis menyebut nilai perusahaan itu hanya 1,71 triliun dollar AS. Kala rencana pemasaran diumumkan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman pada 2015, nilai buku Aramco digadang 2 triliun dollar AS.
Selisih kedua adalah jumlah saham yang dipasarkan. Dari rencana awal 5 persen, hanya 1,5 persen saham yang ditawarkan. Jumlahnya setara 3 miliar saham dengan nilai tawaran terendah 8 dollar AS per saham.
Dari penawaran perdana, Aramco bisa mendapat sedikitnya 24 miliar dollar AS hingga maksimal 25,6 miliar dollar AS. ”Kesan pertama adalah harganya masuk awal dan bisa laku,” kata CEO Nomura Aset Management untuk wilayah Timur Tengah Tarek Fadlallah.
Menurut dia, Aramco bisa mengalahkan Alibaba jika bisa mencapai harga maksimal. Pada 2014, perusahaan e-dagang asal China itu mendapat 25 miliar dollar AS dari penawaran saham perdana (IPO).
Selanjutnya, selisih ketiga dari IPO Aramco adalah lokasi pemasaran. Dari target awal di dalam dan di luar negeri, IPO Aramco hanya di bursa saham Arab Saudi, Tadawul. Awalnya, 2 persen saham direncanakan ditawarkan di Tadawul dan 3 persen lain ditawarkan di berbagai bursa saham luar negeri.
Aramco memastikan, untuk saat ini, belum ada rencana menawarkan saham di bursa saham luar negeri. ”Mereka menilainya tidak layak. Jika tidak ada permintaan penting, mengapa melakukan itu (menawarkan saham di luar negeri) dan mengambil risiko hukum tambahan?” kata seorang bankir yang memahami isu penundaan penawaran saham di luar negeri.
Aramco memastikan, untuk saat ini, belum ada rencana menawarkan saham di bursa saham luar negeri.
Manajemen Aramco juga mengatakan, penawaran saham perdana tertunda karena perseroan sedang menggarap pekerjaan lain. Aramco antara lain sedang mengambil 70 persen saham perusahaan petrokimia, Saudi Basic Industries Corp.
Meski sejumlah hal meleset dari rencana, Aramco tetap dianggap sebagai perusahaan paling menguntungkan di Bumi. Pada 2020, perusahaan itu direncanakan membagikan dividen 70 miliar dollar AS atau lima kali lebih besar dari yang bisa dibagikan Apple Inc. Padahal, Apple Inc disebut sebagai salah satu perusahaan paling menguntungkan dan memiliki uang paling besar di dunia.
Pada 2018, Aramco membukukan keuntungan bersih 111,1 miliar dollar AS. Sementara sepanjang Januari-September 2019 Aramco mencatat keuntungan 68,2 miliar dollar AS.
Risiko
Pembeli saham Aramco berpeluang menghadapi sejumlah risiko, seperti peluang pengurangan permintaan minyak pada 2025. Pengurangan itu dipicu antara lain oleh penerapan kebijakan pengendalian emisi dan peningkatan penggunaan kendaraan listrik. Jika permintaan minyak berkurang, berarti harga akan menurun dan akhirnya berimbas pada pendapatan perseroan.
Dalam penjelasan resmi perseroan, risiko lain adalah serangan teroris. Kilang besar Aramco di Abqais dan Khuraish pernah menjadi sasaran serangan pada September 2019. Serangan itu membuat produksi setara 7 juta barel per hari terganggu.
Risiko lain adalah Pemerintah Arab Saudi amat mengandalkan, sekaligus mengontrol, Aramco. Status sebagai andalan Arab Saudi juga dijadikan alasan mendorong warga membeli saham itu. Dorongan itu antara lain disampaikan Syaikh Abdullah al-Mutlaq. ”Itu pilar ekonomi Saudi. Kami pikir, bahkan ulama akan terlibat (membeli saham Aramco),” ujar penasihat Kerajaan Arab Saudi itu.
Perseroan mengalokasikan hingga 0,5 persen saham untuk pembeli eceran. ”Tidak ada yang akan melewatkan kesempatan ini. Tidak ada pilihan lebih baik untuk masa kini,” ujar Ahmed Sanad (37), warga Riyadh yang mendaftarkan pembelian saham Aramco melalui Saudi British Bank di Riyadh.
Sementara Abdullah Al-Faqeeh (29) mengaku sudah mempersiapkan dana sejak rencana IPO diumumkan pada 2015. ”Saya akan berinvestasi untuk jangka panjang. Saya akan mendapat bonus dan dengan keuntungan itu saya akan membeli lebih banyak saham. Ini kesempatan sekali dalam seumur hidup,” kata dokter gigi itu.
Perseroan mengimingi para investor eceran dengan saham bonus untuk setiap pembelian 10 saham yang dipegang selama sedikitnya 180 hari. Sejumlah agen pemasar memprediksi hingga 5 juta orang akan ikut menawar dalam IPO. Sejumlah warga Saudi dilaporkan menggunakan nama kerabatnya untuk memaksimalkan jumlah saham yang bisa dibeli.
Sejumlah bank menawarkan pinjaman untuk membeli saham Aramco. Bahkan, nilai utang yang ditawarkan setara empat kali batas maksimal yang lazim dipakai. Agunan untuk pinjaman itu adalah saham yang dibeli dari utang tersebut. (AFP/REUTERS)