Semangat toleransi yang dipegang teguh dapat menjaga persatuan bangsa. Perbedaan itu merupakan sebuah keniscayaan. Hal yang perlu dilakukan adalah merajut harmoni di tengah berbagai perbedaan tersebut.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Semangat toleransi yang dipegang teguh dapat menjaga persatuan bangsa. Perbedaan itu merupakan sebuah keniscayaan. Hal yang perlu dilakukan adalah merajut harmoni di tengah berbagai perbedaan tersebut. Pandangan ini hendaknya ditanamkan sejak dini kepada generasi muda.
Hal tersebut coba dilakukan melalui Jambore Pelajar Teladan Bangsa 2019 oleh Maarif Institute di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Seni dan Budaya Yogyakarta di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (18/11/2019).
Tahun ini, ajang tersebut memasuki tahun ke-8. Pesertanya merupakan pelajar tingkat SMA dan sederajat dari seluruh wilayah di Indonesia. Para peserta itu juga berasal dari lintas agama. Tahun ini, peserta berjumlah 120 orang.
Mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, atau Buya Syafii, yang juga pendiri Maarif Institute, mengatakan, para pelajar itu 20 tahun mendatang merupakan pemimpin bangsa ini. Sebelum menuju ke sana, mereka perlu memahami sejarah bangsa ini.
Adapun salah satu nilai terpenting adalah senantiasa menjaga semangat persatuan di tengah keberagaman. Itu bisa dilakukan apabila satu sama lain yang berbeda-beda itu saling mengenal dan menghargai. ”Ayo kita saling mengenal. Saling menyapa. Kita berbeda, tetapi jangan sampai merusak persaudaraan,” kata Buya.
Ayo kita saling mengenal. Saling menyapa. Kita berbeda, tetapi jangan sampai merusak persaudaraan,
Buya mengungkapkan, pihaknya tak memungkiri, terdapat ideologi yang berusaha memecah belah anak bangsa menggunakan bahasa-bahasa agama. Pemikiran seperti itu coba disusupkan untuk menimbulkan tindak-tindak intoleran. Padahal, bagi dia, agama tidak mengajarkan itu. Walaupun berbeda-beda, semua agama meyakini satu nilai yang sama, yakni kemanusiaan.
”Dari segi moral, (agama) tidak ada perbedaannya. Dan, semua agama itu mengajarkan kemanusiaan. Kemanusiaan itu satu. Bangunan kemanusiaan itu hanya bisa dipertahankan dengan baik apabila ada keadilan,” kata Buya.
Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif Maarif Institute Abd Rohim Ghazali mengungkapkan hal serupa. Kini, media sosial menjadi media bagi generasi muda untuk belajar mengenai banyak hal. Salah satunya adalah agama. Tidak jarang, agama itu dikonstruksi sedemikian rupa untuk kepentingan segelintir orang yang jauh dari nilai agama itu sendiri.
”Oleh karena itu, kita generasi muda, mulai dari usia yang sangat belia ini, di tempat ini, kita akan belajar bersama bagaimana untuk saling menghormati. Mulai dari suku hingga agama yang berbeda-beda ini,” kata Rohim.
Para peserta itu akan tinggal bersama selama satu pekan. Materi-materi yang diajarkan mencakup nilai kehidupan yang egaliter, tidak diskriminatif, toleran, dan inklusif. Mereka diajak menyelami praktik hidup harmonis di tengah keberagaman.
Rohim mengatakan, pelajar dipilih menjadi sasaran program itu karena mereka sedang berada di usia emas. Secara psikologis, banyak hal mereka pelajari di usia-usia tersebut. Akan lebih bermanfaat jika dalam diri mereka ditanamkan nilai-nilai kebangsaan yang menekankan pada semangat persatuan. Jambore dianggap sebagai platform yang dapat menarik minat anak-anak tersebut.
Silvia Putri (17), peserta asal Klaten, mengatakan, alasannya mengikuti acara tersebut adalah untuk menambah jejaring pertemanan. Ia tertarik untuk bertemu banyak orang yang berbeda-beda. Dengan cara itu, ia meyakini, pemikirannya akan semakin terbuka. Terlebih lagi sambutan teman-teman barunya itu dianggapnya ramah dan hangat. Tidak melihat latar belakang agama ataupun suku.
”Ini penting sekali. Kita, kan, tidak hidup sendiri. Kita perlu orang lain juga. Jadi, kita harus benar-benar mengenal mereka. Saya banyak belajar juga dari teman-teman yang berbeda latar belakang ini. Dari sini, kita harus semakin yakin untuk menghargai perbedaan yang ada,” kata Silvia.
Hal serupa disampaikan Zein (16), peserta asal Sumatera Utara. Ia ingin mengikuti acara itu untuk belajar agar bisa berbaur lebih baik lagi di tengah keragaman yang ada. Ia berharap setelah mengikuti acara itu bisa semakin baik dalam menerapkan sikap toleransi dalam kehidupan sehari-hari.