Mendorong Penggerak Kemajuan Desa
Mimpi Indonesia menjadi bangsa maju salah satunya bisa didekati dari desa. Kenapa desa? Tak hanya jumlahnya yang sangat besar, desa juga memiliki modal penggerak kemajuan dari kelompok pemuda dan perempuan.
Sebanyak 90 persen dari 83.931 wilayah administrasi pemerintahan terendah berstatus desa. Sisanya berstatus kelurahan dan UPT/SPT. Selain dari jumlah yang besar, mayoritas desa juga sedang berkembang dalam pembangunannya.
Mengacu pada pengukuran Indeks Pembangunan Desa tingkat perkembangan desa dibagi menjadi tiga yaitu status tertinggal, berkembang, dan mandiri. Hasilnya, mayoritas desa (73,40 persen) masuk dalam kategori berkembang. Sedangkan 19,17 persen masih merupakan desa tertinggal sementara hanya 7,43 persen yang sudah mandiri.
Sebanyak 90 persen dari 83.931 wilayah administrasi pemerintahan terendah berstatus desa.
Masih kecilnya proporsi desa mandiri mensyaratkan bentuk pembangunan desa yang lebih tepat. Pembangunan desa pasca-implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mendorong partisipasi masyarakat desa dalam mengembangkan potensi dan aset desa bagi kesejahteraan masyarakat desa.
Pembangunan desa dilakukan dengan mendorong inisiator atau inovator tumbuh dari desa menjadi strategi yang harus ditempuh demi kemajuan desa. Mereka harus merupakan individu yang tinggal di desa sehingga mengetahui kebutuhan utama desanya.
Beragam inisiatif yang memberi kontribusi dalam proses perubahan di desa kian bermunculan. Berdasarkan Pendapatan Asli Desa (PADes) tahun 2017, ada 157 desa termasuk kategori unicorn karena memiliki PADes di atas Rp 1 miliar.
Bahkan, beberapa diantaranya memiliki PADes diatas Rp 5 miliar, yaitu Desa Bukoharjo di Kabupaten Sleman (DIY) dengan PADes sebesar Rp 6,8 miliar, Desa Nglinggis di Trenggalek (Jatim) dengan Rp 5,8 milliar, dan Desa Gempolan di Karanganyar (Jateng) dengan Rp 5,3 millar.
Gerakan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemajuan desa terlihat banyak dilakukan oleh pemuda. Pengetahuan, semangat serta daya juang yang dimiliki pemuda menjadi pengungkit semangat masyarakat untuk optimalisasi sumber daya yang ada di wilayah perdesaan.
Apalagi, tokoh-tokoh muda desa memiliki pengalaman dan kemampuan mengenali potensi desanya. Kelebihan ini membuatnya bisa merumuskan inovasi dan gerakan yang sesuai dengan potensi dan aktivitas sehari-hari di desanya.
Selain pemuda, keterlibatan perempuan di desa juga menjadi salah satu modal penting memajukan desa. Perempuan di desa kebanyakan memiliki peran strategis juga dalam gerak perekonomian keluarga dan wilayahnya. Oleh karena itulah keterlibatan perempuan dalam pembangunan tak bisa diabaikan.
Pemuda penggerak desa
Konsep pemuda sebagai penggerak desa sejalan dengan konsep Smart Village atau Desa Cerdas yang diinisiasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Pengembangan desa cerdas dilakukan dengan mekanisme dari bawah ke atas sehingga mensyaratkan partisipasi masyarakat.
Program ini diharapkan mampu mendorong masyarakat membangun desanya dengan mengembangkan empat pilar berbasis teknologi informasi, yakni smart people, smart governance, smart economy, dan smart living/environment. Keempat pilar program ini sifatnya saling melengkapi.
Pentingnya kehadiran pemuda penggerak tergambarkan dari hasil penelitian Kompas bekerja sama dengan Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada (DPkM UGM). Survei kualitatif ini dilakukan di lebih dari 159 desa untuk melihat dinamika perubahan dan kemunculan tokoh muda di desa.
Pentingnya kehadiran pemuda penggerak tergambarkan dari hasil penelitian Kompas bekerja sama dengan Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada (DPkM UGM).
Cakupan wilayah penelitian yang diambil secara agregat nasional dengan sebaran sekitar 124 desa di wilayah bagian barat, 29 desa di wilayah tengah, dan 6 desa di wilayah timur Indonesia. Hasilnya, kelompok pemuda tidak saja membawa harapan namun mampu mewujudkan impian desa baik dalam bidang sosial, budaya, maupun ekonomi.
Kehadiran pemuda penggerak ada yang hadir sebagai inisiator. Salah satu inisiator yaitu Benhur Tomi Mano membuat Kelas Literasi Ebenhaezer Hebeybhulu Yoka. Tenaga pengajar dari kelas ini terdiri dari relawan dengan rasa kepedulian yang sama dari lulusan pendidikan perguruan dan pelatihan organisasi internasional yang diwakili di Kampung Yoka, Distrik Heram, Kota Jayapura.
Ada pula salah satu yang mampu menjadi inovator. Seperti Tri Andhika yang membuat program pelestarian lingkungan bagi desanya di Dusun Nogosari II, Desa Wukirsari. Tri Andhika juga membuat pengelolaan sampah kering dan sampah basah, kerja bakti masal, dan kelompok jati. Ada pula Icang, yang membentuk kelompok kreatif bernama Kamakaco yang fokus memproduksi film dengan bahasa daerah, Bahasa Mandar di Desa Katumbangan, Sulawesi Barat.
Lain lagi dengan Junaedi, yang membentuk kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Junaedi aktif mengajak masyarakat desa untuk melaksanakan pemetaan potensi desa dari segi sumber daya manusia ataupun alamnya di Desa Sumbersari, Sleman, DI Yogyakarta. Kemudian pada 2017, tercetuslah ide untuk menciptakan desa wisata kesehatan dengan ikon Rumah Edukasi Diabetes Mellitus (REDM).
Kehadiran perempuan
Perempuan kini tidak hanya menjadi peserta namun sudah aktif terlibat sebagai inisiator maupun inovator untuk kemajuan desa-desa di Indonesia. Di tengah perjuangan mewujudkan kesetaraan jender, sejumlah perempuan di Indonesia telah hadir menjadi penggerak di desanya.
Sri Mulyani salah satunya. Sri Mulyani memulai usaha Batik Sri Bolu yang kini menjadi ciri khas Kelurahan Noborejo, Salatiga, Jawa Tengah. Batik Bolu memiliki keunikan tersendiri melalui desainnya karena mengangkat kearifan lokal Noborejo.
Di tengah perjuangan mewujudkan kesetaraan jender, sejumlah perempuan di Indonesia telah hadir menjadi penggerak di desanya.
Bolu yang merupakan singkatan dari Nobotelu yaitu, Nobo Wetan, Nobo Tengah, Nobo Kulon yang merupakan dusun di Kelurahan Noborejo. Desain batik Sri Mulyani ini disertai tanaman oncen-oncen dan melati sebagai tanaman khas di Noborejo.
Ada juga Ibu Humaya yang dapat menjadi penggerak petani-petani yang ada di Desa Wosu, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Ibu Humaya menggerakkan petani untuk beralih dari padi anorganik menjadi padi organik. Beliau juga menginisiasi pembentukan rumah bibit pada tahun 2018 yang dibentuk untuk swadaya bibit.
Di tengah gejolak sosial yang terjadi di tanah Papua, perempuan-perempuan penggerak tetap aktif bergerak membangun desa. Program SETAPAK Asia Foundation menunjukkan tingginya partisipasi perempuan-perempuan Papua dan Papua Barat dalam membangun desanya. Program tersebut setidaknya menemukan 30 profil pejuang perempuan Papua dan Papua Barat dalam pengelolaan sumber daya alam.
Salah satunya Asnat Iha yang berperan aktif dalam pembangunan kampung seperti perencanaan pemanfaatan dana kampung/desa (ADD/ADK) di Kampung Pangwadar, Papua Barat. Selain itu, ia juga pendiri & pengelola PAUD Artaan di Kampung Baru dan Pangwadar serta mendampingi pengelolaan pala sebagai penghasilan tambahan keluarga dan menjaga keberlanjutan lingkungan.
Ada pula Rosita Tecuari, seorang perempuan yang cukup aktif dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pembinaan perempuan adat. Sejak dua tahun lalu dipercayakan sebagai Ketua Organisasi Perempuan Adat Nambloung (ORPA). ORPA membangun basis kerja di 29 kampung untuk pemberdayaan ekonomi lewat produk-produk kuliner makanan khas Nambloung serta produk anyaman.
Ada juga Yuliana Kwambre terlibat pada program livelihood sejak tahun 2018, sebagai koordinator kelompok komoditi nilam di kampung Skanto. Yuliana berperan menggerakkan anggota kelompok melaksanakan kegiatan kerja bersama di kebun yakni menanam nilam.
Kehadiran para perempuan penggerak dan pemuda pelopor di desa menjadi modal penting yang harus terus didukung serta dipelihara bahkan harus sengaja dihadirkan oleh pemerintah daerah maupun pusat. Selayaknya, kebijakan yang hendak diterapkan di daerah atau desa pun harus melibatkan para penggerak desa dalam pembuatannya supaya tepat sasaran dan berdampak positif bagi masyarakat desa. (Susanti Agustina S/Litbang Kompas)