Perampingan birokrasi menyasar terutama jabatan eselon III hingga V. Namun, tak semuanya dialihkan ke jabatan fungsional. Selain itu, perampingan birokrasi juga akan menyentuh jabatan eselon I dan II.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana perampingan birokrasi menuai keresahan di kalangan aparatur sipil negara. Komisi II DPR meminta pemerintah cermat dalam mengimplementasikan kebijakan Presiden Joko Widodo itu, selain harus intens menyosialisasikannya. Menurut rencana, perampingan birokrasi tak hanya pada tataran jabatan eselon III hingga V, tetapi juga menyasar eselon I dan II.
Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/11/2019), sejumlah anggota Komisi II menyuarakan keresahan aparatur sipil negara tersebut.
”Rencana pemangkasan birokrasi itu membuat para pegawai negeri sipil (PNS) di Sulawesi Tenggara resah. Salah satunya karena mereka merasa akan kehilangan jabatan. Ini harus segera diberikan penjelasan karena bisa menimbulkan kegaduhan,” kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hugua.
Hal senada disampaikan Komarudin Watubun, anggota Komisi II DPR dari PDI-P lainnya. Menurut dia, sejumlah PNS di daerah pemilihannya, Papua, menginginkan penjelasan lengkap terkait kebijakan pemangkasan tersebut.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Aminurokhman, menilai, ide perampingan birokrasi visioner. Namun, belum tentu semua PNS di daerah memiliki pemahaman yang sama terhadap ide tersebut. ”Ini harus dicermati bersama, Kemenpan dan RB harus segera menyelesaikan sosialisasi karena persoalan ini bisa mengganggu produktivitas kerja PNS di daerah,” katanya.
Tahapan
Menpan Tjahjo Kumolo mengatakan, sosialisasi kepada semua instansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah, telah dimulai. Tak hanya mencakup soal substansi perampingan birokrasi, tetapi juga langkah strategis yang perlu dilakukan oleh setiap instansi.
Hal itu dilakukan dengan menerbitkan Surat Edaran Menpan dan RB Nomor 384, 390, dan 391 Tahun 2019 tentang Langkah Strategis dan Konkret Penyederhanaan Birokrasi. ”Surat itu sudah kami sampaikan ke semua kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah,” kata Tjahjo.
Dalam surat itu, ada sembilan langkah strategis yang perlu dilakukan secara bertahap. Di antaranya identifikasi unit kerja eselon III, IV, dan V yang dapat disederhanakan serta jabatan strukturalnya dapat dialihkan.
Setelah itu, perlu ada pemetaan jabatan pada unit kerja yang terdampak peralihan sekaligus identifikasi kesetaraan jabatan struktural dengan fungsional yang diduduki kelak.
Langkah berikutnya, memetakan jabatan fungsional yang dibutuhkan untuk menampung peralihan pejabat struktural. Kemudian, perlu ada penyelarasan kebutuhan anggaran. Sosialisasi di internal instansi juga penting agar setiap pegawai bisa menyesuaikan diri dengan struktur organisasi yang baru.
Akhir Desember
Tjahjo mengatakan, setiap instansi diberi waktu hingga akhir Desember 2019 untuk menuntaskan serta menyerahkan dokumen digital hasil identifikasi dan pemetaan jabatan yang akan dialihkan. Hasil pemetaan itu nantinya juga dijadikan rujukan untuk mengalihkan para pejabat struktural ke fungsional.
Pengalihan itu harus sudah dimulai paling lambat akhir Juni 2020. Adapun tata cara pengalihan akan diatur lebih lanjut dalam peraturan Menpan dan RB.
”Pimpinan instansi diharapkan melaksanakan seluruh proses secara profesional, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menghindari konflik kepentingan. Selain itu, tetap menerapkan prinsip kehati-hatian, sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan,” kata Tjahjo.
Sekalipun jabatan eselon III hingga V disasar dalam kebijakan perampingan birokrasi ini, Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kemenpan dan RB Rini Widyantini mengatakan, tidak semuanya bakal dihilangkan.
Ada sejumlah jabatan yang tak bisa dialihkan ke jabatan fungsional, di antaranya jabatan yang memiliki tugas dan fungsi sebagai kepala satuan kerja dengan kewenangan penggunaan anggaran serta penggunaan barang dan jasa.
Jabatan juga tak bisa dialihkan jika terkait dengan otoritas legalisasi, pengesahan, persetujuan dokumen, dan kewenangan wilayah. Selain itu, terbuka kemungkinan pula ada ketentuan khusus yang didasarkan pada usulan kementerian/lembaga kepada Menpan dan RB.
Meluas
Selain itu, menurut Tjahjo, perampingan birokrasi juga akan menyentuh jabatan untuk eselon I dan II.
”Akan ada penambahan pejabat eselon I dan II di sejumlah kementerian/lembaga, tetapi ada juga yang akan dihilangkan. Untuk yang dihilangkan, ada yang akan dialihkan menjadi jabatan fungsional, tetapi ada juga yang tidak,” kata Tjahjo.
Hal itu terkait dengan perubahan nomenklatur, misalnya pada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang semula hanya Kementerian Koordinator Kemaritiman. Selain itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang kini di dalamnya mencakup urusan pendidikan tinggi. Begitu pula Kementerian Riset dan Teknologi yang tidak lagi mengurusi pendidikan tinggi.