Ratifikasi Perjanjian E-dagang dengan ASEAN Terganjal
Indonesia memiliki sejumlah keunggulan dalam e-dagang di tingkat ASEAN, seperti memiliki bisnis usaha rintisan, adanya pengembangan e-dagang melalui ”unicorn” (Go-Jek, Tokopedia, dan Bukalapak), serta potensi pasar.
Oleh
M Maria Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — DPR belum dapat meratifikasi persetujuan perdagangan elektronik ASEAN atau ASEAN Agreement on Electronic Commerce karena belum ada aturan pendukung, seperti perlindungan data pribadi serta keamanan siber dan transaksi. Padahal, Indonesia merupakan negara dengan potensi pasar terbesar dari segi jumlah penduduk di antara anggota ASEAN lainnya.
Kementerian Perdagangan membahas persetujuan atau perjanjian perdagangan elektronik (e-dagang) ASEAN dalam rapat kerja bersama DPR di Jakarta, Senin (18/11/2019). Anggota Komisi VI DPR, Evita Nursanty, mengatakan, ada sejumlah isu yang mesti diwaspadai dalam meratifikasi perjanjian e-dagang ASEAN, yakni keamanan transaksi (elektronik), keamanan siber, dan perlindungan data pribadi.
Evita menyatakan, belum ada undang-undang yang mengatur ketiga isu tersebut. Akibatnya, DPR tidak bisa melakukan ratifikasi.
”Kita tidak bisa memberlakukan perjanjian di taraf internasional secara nasional kalau belum ada undang-undang (yang berkaitan dengan isi perjanjian tersebut),” katanya dalam rapat kerja.
Di sisi lain, Kementerian Perdagangan mengajukan ratifikasi persetujuan e-dagang ASEAN untuk diselesaikan sebelum akhir 2019 bersama DPR sebagai salah satu strategi dalam memperbaiki kinerja neraca perdagangan. Dalam kesimpulan rapat kerja, Wakil Ketua Komisi VI DPR M Hekal menyatakan, ratifikasi perjanjian tersebut dibahas dalam masa sidang selanjutnya, bukan tahun ini.
Penyusunan perjanjian e-dagang ASEAN pertama kali berlangsung pada Juni 2017. Setelah 10 kali putaran perundingan, para menteri ekonomi ASEAN menandatangani perjanjian tersebut pada 22 Januari 2019 secara ad referendum.
Perjanjian ini terdiri atas 19 pasal. Pasal-pasal itu meliputi kesepakatan kerja sama ASEAN di bidang yang terkait e-dagang, seperti fasilitasi penyelenggaraan e-dagang lintas batas (cross border) dengan tetap mengakui hukum dan aturan yang berlaku di negara anggota, serta ketentuan perdagangan tanpa kertas (paperless). Selain itu, ketentuan otentikasi dan tanda tangan (signatures) elektronik, perlindungan konsumen dalam jaringan atau daring, pengaturan transfer informasi lintas batas secara elektronik, perlindungan informasi pribadi secara daring, serta ketentuan lokasi fasilitas komputasi.
Berdasarkan kajian Kementerian Perdagangan, Indonesia dapat bekerja sama dengan negara-negara anggota melalui perjanjian e-dagang ASEAN. Contohnya, kerja sama bidang teknologi informasi dan komunikasi, kompetensi pendidikan dan teknologi, pembayaran elektronik, keamanan transaksi elektronik, hak atas kekayaan intelektual, persaingan usaha dan keamanan siber, serta logistik untuk memfasilitasi e-dagang.
Bernilai penting
Dalam mengatasi ketiadaan undang-undang pendukung perjanjian e-dagang ASEAN, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto menyatakan, pihaknya mengandalkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Transaksi E-dagang yang masih menunggu ditandatangani Presiden Joko Widodo. Secara substansi, aturan ini turut membahas perlindungan data konsumen, keamanan transaksi, dan keamanan siber dalam e-dagang.
Meskipun tidak memuat akses pasar dan aturan tarif, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo menilai, perjanjian e-dagang ASEAN penting bagi Indonesia. ”Persetujuan ini mengatur agar ASEAN memiliki platform yang kompatibel antarnegara dalam ekosistem e-dagang,” katanya.
Indonesia memiliki sejumlah keunggulan dalam e-dagang di tingkat ASEAN, seperti memiliki bisnis usaha rintisan, adanya pengembangan e-dagang melalui unicorn (Go-Jek, Tokopedia, dan Bukalapak), serta potensi pasar terbesar dengan penduduk sekitar 260 juta jiwa. Kementerian Perdagangan mencatat, transaksi e-dagang Indonesia mencapai nilai tertinggi di Asia Tenggara, yakni 12,2 miliar dollar AS.
Kementerian Perdagangan memperkirakan, nilai transaksi e-dagang Indonesia pada 2019 dapat mencapai 11,13 miliar dollar AS. Pada 2023, nilainya tumbuh 32,4 persen dibandingkan dengan 2019 menjadi 16,46 miliar dollar AS.
Dari nilai transaksi e-dagang itu, produk busana memiliki kontribusi tertinggi bagi Indonesia. Nilainya diperkirakan mencapai 2,6 miliar dollar AS pada 2019 dan 3,9 miliar dollar AS pada 2023.