DPR dan pemerintah diminta melakukan kajian secara komprehensif, terutama terhadap pasal-pasal bermasalah di RKUHP, sebelum pembahasan dilanjutkan.
Oleh
·3 menit baca
DPR dan pemerintah diminta melakukan kajian secara komprehensif, terutama terhadap pasal-pasal bermasalah di RKUHP, sebelum pembahasan dilanjutkan.
JAKARTA, KOMPAS— Pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP yang akan masuk dalam Program Legislasi Nasional 2020 perlu dilakukan secara komprehensif dengan membuka konsultasi terbuka lintas sektor. Solusi yang ditawarkan DPR untuk menyosialisasikan isi RKUHP yang sudah ada dan sebatas memperbaiki bagian penjelasan dinilai tidak cukup.
Pemerintah dan DPR periode 2019-2024 dipastikan akan kembali membahas isi RKUHP. Mengenai bagaimana detailnya nanti pembahasan dilakukan, hal itu kemungkinan akan dibicarakan dalam rapat kerja perdana Komisi III DPR dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly pada 28 November 2019.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, saat dihubungi, Minggu (17/11/2019), mengatakan, prinsip pembahasan rancangan UU carry over warisan DPR periode 2014-2019 sudah disepakati. DPR dan pemerintah akan memperjelas pasal-pasal kontroversial khusus di bagian penjelasan supaya penafsirannya tidak ”karet” dalam penerapan.
”Prinsipnya, yang sudah (dibahas), kami sepakat tidak bahas lagi kecuali mempertajam di bagian penjelasan agar penafsiran pasalnya nanti tidak karet dan semau-maunya penegak hukum,” kata Arsul.
Selain itu, DPR juga akan mengadakan sosialisasi kepada sejumlah pihak, baik perguruan tinggi, kelompok masyarakat, maupun berbagai pemangku kepentingan, terkait rancangan UU yang sudah dibahas oleh DPR periode lalu. DPR dan pemerintah menilai, persoalan terkait RKUHP saat itu ada pada sosialisasi yang kurang maksimal dan mispersepsi publik terhadap berbagai pasal krusial.
Berbeda dengan Arsul, Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Herman Heri mengatakan, pembahasan terhadap rancangan kitab hukum pidana itu akan tergantung dari hasil sosialisasi. ”Kalau dalam sosialisasi ada hasil yang menurut kami substansinya sangat prinsip, bisa dipikirkan. Negara ini tidak semuanya saklek hitam putih,” katanya.
Dalam draf RKUHP terakhir, ada lebih dari 20 pasal yang masih bermasalah. Beberapa pasal dinilai memberangus kebebasan berekspresi, mengandung pasal karet yang penerapannya berpotensi diskriminatif. Terdapat pasal yang mengatur tentang hukum yang hidup di masyarakat, hukuman mati, pengaturan makar, serta penghinaan presiden dan pemerintahan. Selain itu, terdapat juga pasal kesusilaan, penghinaan peradilan, korupsi, dan pelanggaran HAM berat.
Tak cukup
Kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai solusi yang ditawarkan DPR tidak cukup. Aliansi memetakan, ada dua masalah sentral dalam pembahasan RKUHP periode lalu. Pertama, pasal-pasal bermasalah lahir tidak lepas dari minimnya evaluasi komprehensif berbasis data sebelum merumuskan rancangan UU.
”Banyak pasal lahir tanpa evaluasi, tanpa melihat perkembangan, dan tidak lagi relevan untuk negara merdeka yang demokratis,” kata peneliti Institute for Criminal and Justice Reform, Maidina Rahmawati.
Masalah kedua, lahirnya pasal-pasal bermasalah di RKUHP juga berasal dari ketidakselarasan dengan program pembangunan pemerintah di berbagai aspek, di antaranya ekonomi, investasi, bisnis, kesehatan, dan perlindungan sosial. Oleh karena itu, pendekatan pembahasan RKUHP dinilai tidak cukup hanya dengan sosialisasi dan revisi di bagian penjelasan.
”Tidak mungkin perbaikan RKUHP dilakukan tanpa melalui pembahasan komprehensif. Solusi sosialisasi saja bukan jalan yang tepat ketika presiden sendiri telah menyerukan menunda pengesahan RKUHP pada periode lalu,” katanya.
Untuk itu, presiden pun diminta membentuk komite ahli pembaruan hukum pidana yang melibatkan berbagai elemen, khususnya akademisi dan pakar di berbagai bidang ilmu yang terdampak RKUHP. Kehadiran komite ini untuk membantu mendampingi pemerintah dan DPR dalam membahas RKUHP.
Arsul mengatakan, Komisi III bersedia membuka ruang diskusi dengan berbagai elemen masyarakat untuk membenahi RKUHP. Tidak menutup kemungkinan jika nantinya ada beberapa pasal yang bisa diperbaiki dari sisi redaksional. ”Kalau ada masukan rumusan ideal atau setengah ideal, silakan sepanjang tidak mengubah politik hukumnya,” kata Arsul. (AGE)