Sulitnya Membangun Sumur Resapan di Kawasan Permukiman
Permukiman belum menjadi sasaran untuk pembangunan sumur resapan air meski Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus mengejar target hingga ribuan lokasi tahun ini.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Permukiman belum menjadi sasaran untuk pembangunan sumur resapan air meski Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus mengejar target hingga ribuan lokasi tahun ini. Alasannya adalah suli mencari lahan yang tepat untuk lokasi serapan air tersebut.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Juaini Yusuf mengatakan, sejumlah lokasi, seperti di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, serta kawasan permukiman padat lain, hanya memiliki dua atau tiga sumur resapan air. Di Tambora sulit mencari lahan seluas 1 meter persegi yang dekat dengan permukiman untuk lokasi sumur resapan.
”Sebenarnya kalau soal sumur resapan di kawasan permukiman, ada regulasi yang mengatur agar pemilik bangunan menyediakan lokasi resapan. Namun, Dinas SDA mencoba memfasilitasi apabila warga punya lahan. Tetapi, kan, lahannya saja susah dicari,” ucapnya saat dihubungi di Jakarta, Senin (18/11/2019).
Kepala Satuan Pelaksana SDA Kecamatan Tambora Wawan Kurniawan menyebut, baru ada dua sumur resapan yang dibangun di daerah permukiman Kelurahan Jembatan Besi. Pembangunan sumur resapan itu pun memanfaatkan lahan jalan yang cukup lebar di dekat permukiman.
Wawan menjelaskan, kendala pembangunan sumur resapan yang umum terjadi adalah rendahnya ketinggian muka air tanah di lokasi. Saat digali kurang dari 2 meter, sejumlah kawasan kerap kali telah mengeluarkan air tanah.
Padahal, apabila mengacu standar pembuatan dari dinas, galian lubang membutuhkan jarak sedikitnya 2 meter agar sumur dapat menampung cukup banyak air hujan. Alhasil, sejumlah sumur resapan dibuat dengan tidak memenuhi standar ukuran yang ditetapkan.
”Pembangunan sumur resapan di Jembatan Besi itu pun karena daerah tersebut dianggap rawan genangan. Akhirnya dibuatkan dulu untuk meminimalkan genangan yang ada saat musim hujan,” ucapnya.
Juaini menyampaikan, tahun depan Pemprov DKI akan lebih melibatkan warga dalam pembuatan sumur resapan di permukiman. Gerakan ini untuk mewujudkan konsep zero run-off. Artinya, seluruh air hujan yang turun harus benar-benar diserap oleh tanah, baik melalui sumur resapan maupun biopori.
Pembangunan sumur resapan di Jembatan Besi itu pun karena daerah tersebut dianggap rawan genangan. Akhirnya dibuatkan dulu untuk meminimalkan genangan yang ada saat musim hujan.
Hal tersebut juga disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 17 Oktober lalu. Keterlibatan warga akan didorong dengan anggaran dana yang diatur dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk APBD DKI Jakarta pada 2020.
Hingga tahun ini, Dinas SDA telah membuat 980 sumur resapan di taman kota dan sejumlah rumah pompa. Jumlah ini akan ditingkatkan hingga mencapai ribuan sumur pada 2020.
Terkait sumur resapan, anggota tim riset dari Masyarakat Air Indonesia, Fatchy Muhammad, menyampaikan, pola pikir Pemprov DKI Jakarta harus segera berganti. Hal yang dia maksud adalah pola pikir untuk segera memindahkan limpasan air ke laut kini harus memprioritaskan bagaimana agar air terserap ke tanah secara optimal.
Menurut dia, hal tersebut dapat dilakukan dengan sumur resapan air atau dengan biopori apabila kawasan permukiman dianggap terlalu sempit. Cara ini pun dapat mengurangi parahnya kekeringan air tanah saat musim kemarau.
”Memang hal ini butuh komitmen pemerintah. Konsep zero run-off ini yang bisa mengatasi persoalan kekeringan serta krisis cadangan air tanah di Jakarta,” katanya.