MANDAILING NATAL, KOMPAS— Berselang sembilan hari, bayi lahir tidak normal kembali terjadi di kawasan tambang emas rakyat di Kabupaten Mandailing Natal atau Madina, Sumatera Utara, Senin (18/11/2019). Bayi perempuan dengan anencephaly atau tengkorak kepala tidak lengkap itu lahir di Desa Aek Garingging, Kecamatan Lingga Bayu.
Sebelumnya, bayi dengan gastroschisis atau usus di luar, lahir di Desa Simpang Durian, Lingga Bayu, Sabtu (9/11). Desa Simpang Durian dan Aek Garingging ada di kawasan tambang emas rakyat ilegal. Di sana beroperasi perusahaan tambang.
Setidaknya tiga tahun terakhir, enam bayi lahir dengan kelainan di kawasan tambang emas di Madina. ”Sudah sangat darurat. Saya keluarkan surat edaran pada semua jajaran agar hentikan aktivitas semua tambang ilegal,” kata Bupati Mandailing Natal Dahlan Hasan Nasution, Senin (18/11).
Dahlan juga minta bantuan pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Sumut untuk menertibkan tambang liar di Mandailing Natal. Tambang emas liar menjamur di sepanjang Sungai Batang Natal, yakni di Lingga Bayu, Batang Natal, dan Natal. Tambang liar juga ada di Kecamatan Huta Bargot.
Kepala Dinas Kesehatan Mandailing Natal Syarifuddin Lubis mengatakan, bayi lahir di klinik bidan di Desa Aek Garingging, Senin pukul 08.05. Bayi dengan berat 3,2 kilogram dan panjang 50 sentimeter itu anak dari pasangan suami istri, Desmawita (35) dan Soki Btr (43).
Sehari-hari, pasangan itu adalah tukang tambal ban dan melukis. ”Belum diketahui apakah mereka mengonsumsi air minum atau makanan terkontaminasi bahan kimia berbahaya dari pertambangan,” kata Syarifuddin.
Sebelum tinggal di Desa Aek Garingging, keluarga itu tinggal di Desa Lancak. Kedua desa itu berdekatan di sekitar tambang emas rakyat dan perusahaan di sekitar Sungai Batang Natal. Di Kecamatan Lingga Bayu itu beroperasi perusahaan tambang emas yang sempat ditutup karena masalah izin.
Enam kasus
Setidaknya, enam bayi lahir dengan kelainan di kawasan tambang emas di Kabupaten Mandailing Natal. Itu, antara lain lahir dengan usus di luar perut, otak di luar tempurung kepala, tengkorak kepala tidak lengkap, serta tidak mempunyai tulang rusuk dan kulit pembalut perut.
Pantauan Kompas pekan lalu, pertambangan emas ilegal menggunakan alat berat menggali material. Limbahnya langsung dibuang ke sungai dan membuat air coklat pekat. Meski tercemar limbah tambang, masyarakat masih menggunakan air untuk mandi, cuci pakaian, peralatan masak, dan piring.
Syarifuddin mengatakan, mayoritas pertambangan di Sungai Batang Natal menggunakan mesin diesel (dompeng). Pemerintah telah mengambil sampel dan sedang diuji laboratorium untuk mendeteksi kemungkinan cemaran bahan kimia, seperti merkuri atau sianida, di kawasan tambang itu. Sampelnya antara lain sumber air dan rambut orangtua bayi.
Camat Lingga Bayu Kamal Khan mengatakan, sejak air makin tercemar, masyarakat tak lagi menggunakan air Sungai Batang Natal untuk minum. Mereka menggali sumur. (NSA)