Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng menagih komitmen Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan persoalan Pegunungan Kendeng.
Oleh
FX Laksana Agung Saputra
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng menagih komitmen Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan persoalan Pegunungan Kendeng. Mereka meminta agar kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang sudah tuntas pada 2017 diimplementasikan secara konsekuen.
Aspirasi ini disampaikan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) kepada Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, di Kompleks Istana, Jakarta, Selasa (19/11/2019). Dalam kesempatan yang sama, Presiden sedang berada di Istana Kepresidenan. Gedung KSP dan Istana Kepresidenan berada dalam satu kompleks Sekretariat Negara.
Kami datang ketemu Pak Moeldoko dalam rangka pengin menanyakan KLHS yang diperintahkan Pak Jokowi. Jadi, kami minta ini harus dijalankan.
”Kami datang ketemu Pak Moeldoko dalam rangka pengin menanyakan KLHS yang diperintahkan Pak Jokowi. Jadi, kami minta ini harus dijalankan,” kata Koordinator JMPPK Gunretno menjawab pertanyaan wartawan seusai pertemuan.
Gunretno berharap Presiden menerbitkan aturan pelaksana agar KLHS efektif di lapangan. Aturan tersebut, misalnya, instruksi presiden atau aturan relevan lainnya. ”Ini terserah Pak Jokowi. Tapi ini, kan, perintah Pak Jokowi sendiri. Ketika ini tidak dilaksanakan, ini kasihan Pak Jokowi. Ini perintah kepala negara,” kata Gunretno.
Presiden pada 2016 menyatakan, kegiatan penambangan di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, tidak dilakukan sebelum ada KLHS. Untuk itu, Presiden memerintahkan KSP untuk mengoordinasi penyusunan KLHS yang melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga negara serta pemerintah daerah (pemda).
Kepala KSP saat itu, Teten Masduki, menyatakan, hasil studi akan menjadi rujukan pemda, pemerintah pusat, investor, dan masyarakat. ”Ini jalan keluar terbaik bagi kemelut persoalan pabrik semen ini,” kata Teten seusai pertemuan tertutup Presiden dengan JMPPK dari Kabupaten Pati, Rembang, dan Grobogan di Istana Negara, Jakarta, Agustus 2016.
Instruksi presiden
Secara terpisah, Ketua Tim Penjaminan Mutu KLHS Tahap II Sudharto P Hadi menyatakan, KLHS Kawasan Kendeng Utara merupakan perintah Presiden per 1 Agustus 2016 dalam pertemuannya dengan JMPPK. KLHS yang telah selesai disusun seharusnya kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah pusat dan daerah.
”Setelah KLHS selesai dilaksanakan, seharusnya kembali kepada Presiden yang kemudian memerintahkan instansi terkait, termasuk Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur serta tujuh kabupaten terkait, untuk menindaklanjuti,” kata Sudharto.
KLHS tahap 2 memiliki sejumlah rekomendasi, di antaranya agar pemerintah mengubah kebijakan rencana tata ruang nasional yang sebelumnya menetapkan wilayah Juwana, Jepara, Kudus, Pati, Rembang, dan Blora di Jawa Tengah dengan sektor unggulan antara lain pertambangan menjadi sektor unggulan budaya dan konservasi. Titik berat konservasi adalah merestorasi kawasan yang mengalami kerusakan lingkungan untuk memulihkan fungsi imbuhan atau resapan air.
Rekomendasi berikutnya adalah mengubah orientasi kebijakan kawasan Kendeng Utara di Kabupaten Grobogan, Pati, Rembang, dan Blora yang semula diarahkan sebagai pertambangan menjadi kawasan yang menyeimbangkan sektor pertambangan dan konservasi dengan titik berat restorasi lahan yang telah mengalami kerusakan untuk memulihkan fungsi imbuhan atau resapan air.
Rekomendasi lainnya adalah mengubah orientasi kawasan andalan Tuban-Bojonegoro yang semula bersandar pada sektor unggulan pertambangan menjadi kawasan andalan yang menyeimbangkan sektor pertambangan dan sektor konservasi dengan titik berat restorasi lahan yang telah mengalami kerusakan untuk memulihkan fungsi imbuhan atau resapan air.
KLHS, sebagaimana diperintahkan Presiden, terdiri atas dua dokumen. KLHS Tahap I sebatas Cekungan Air Tanah Watuputih di Kabupaten Rembang sudah tuntas 2017. KLHS Tahap II mencakup tujuh kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang menjadi area Pegunungan Kendeng tuntas awal 2018.
”Setelah KLHS selesai, terus kemarin ada pemilu ini, kan, kami juga tenang, kan. Pak Jokowi sudah dilantik. Lha kami mau menanyakan tindak lanjut KLHS itu melalui Pak Moeldoko,” kata Gunretno.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih mengacu pada undang-undang tersebut, wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah selanjutnya wajib melaksanakan KLHS ke dalam, antara lain, penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), serta rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, kabupaten, dan kota.
Namun faktanya, menurut Gunretno, revisi peraturan daerah tentang tata ruang di provinsi dan kabupaten pada 2019 tidak serta-merta menjadikan KLHS sebagai acuan. Alih-alih menjadikan Pegunungan Kendeng sebagai kawasan yang dilindungi, pemerintah daerah justru masih memperbolehkan berbagai izin eksploitasi di kawasan itu.
”Kami malah punya beberapa bukti rekaman visual, kayaknya KLHS yang diperintahkan Pak Jokowi ini enggak mau dilakukan di daerah. ini, kan, terus gimana,” kata Gunretno.
Kegiatan penambangan di Pegunungan Kendeng, menurut Gunretno, masih berlangsung marak. Sebagian mengantongi izin usaha penambangan, sebagian lagi tidak.”Kami merasa ini kayak ada pembiaran gitu. Maka, kami sampaikan ke Pak Moeldoko, gimana ini negara kita kalau perusakan ini terus dibiarkan. Ini harus ada tindakan tegas,” kata Gunretno.
Pemantauan yang dilakukan JMPPK tahun ini menyebutkan, 34 perusahaan masih melakukan kegiatan penambangan di Pegunungan Kendeng. Sebanyak 19 perusahaan menambang di Cekungan Air Tanah Watuputih, Kabupaten Rembang. Adapun 15 perusahaan lainnya menambang di kawasan Bentang Alam Karst Sukolilo, Kabupaten Pati.