Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2019 menjadi momentum untuk mengingatkan kembali kepada semua pemangku kebijakan dan masyarakat tentang pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2019 menjadi momentum untuk mengingatkan kembali kepada semua pemangku kebijakan dan masyarakat tentang pemenuhan hak-hak penyandang disabilibitas. Hal itu diharapkan mewujudkan harapan bagi para penyandang disabilitas Indonesia.
”Dengan Indonesia yang inklusif, disabilitas diharapkan bisa unggul, bisa terlayani kesehatan, mendapat pendidikan serta pekerjaan yang baik, dan lain sebagainya sehingga disabilitas bisa mandiri dan berkontribusi untuk pembangunan bangsa Indonesia,” kata Ketua Umum Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia Gufroni Sakaril dalam acara temu media yang diadakan Biro Humas Kementerian Sosial, Senin (18/11/2019).
Acara juga juga dihadiri Sonny W Manalu (Staf Ahli Menteri Bidang Aksesibilitas Sosial Kemensos dan juga Kabiro Humas Kemensos), Margowiyono (Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial), serta Ajad Sudrajat selaku Ketua Panitia Hari Disabilitas Internasional 2019.
Dengan Indonesia inklusif, disabilitas diharapkan bisa unggul, terlayani kesehatan, mendapat pendidikan dan pekerjaan yang baik, agar disabilitas dapat mandiri.
Menurut Ghufron, agar Peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2019 mendapat perhatian publik, panitia juga mengajak masyarakat untuk berpartipasi melalui media sosial, melalui tagar #DISABILITYDAY2019, #INDONESIAINKLUSI, dan #DISABILITASUNGGUL.
Menjelang Puncak HDI 2019, panitia menggelar berbagai kegiatan mulai 1 Desember 2019. Misalnya, pameran di car free day (hari bebas kendaraan) di Jakarta, yang menampilkan memberikan kesempatan kepada publik untuk menjadi orang disabilitas.
”Ini menarik karena bisa merasakan bagaimana menjadi orang dengan disabilitas. Jadi nanti di situ diperagakan, diberikan alat bantu kursi roda, alat bantu. Bagaimana merasakan kalau tunanetra, ya matanya ditutup, nanti diajak jalan. Demikian juga diberikan penutup telinga, bagaiman merasakan orang yang tidak mendengar,” katanya.
Karena itu, peringatan Hari Disabilitas tidak hanya menjadi acara seremoni belaka, tetapi juga sebagai sarana promosi pemberdayaan dan membantu menciptakan kesempatan yang nyata bagi penyandang disabilitas.
Ajad juga berharap melalui HDI pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas semakin terwujud karena hingga kini masih banyak pekerjaan rumah terkait dengan penyandang disabilitas. Ia mencontohkan sejumlah pembangunan fasilitas publik yang tidak aksesibel.
Sebagai contoh, program Pemerintah DKI Jakarta yang mengeluarkan kartu disabilitas tetapi saat verifikasi pertanyaannya tidak masuk logis. ”Masak tunanetra ditanya apakah punya sepeda motor. Kita masih dikategorikan penerima bantuan orang miskin,” katanya.
Jamin hak dan kesempatan disabilitas
Adapun Margowiyono dalam paparannya menyebutkan, lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas bertujuan menjamin terpenuhinya hak dan kesempatan penyandang disabilitas. Namun, implementasinya memerlukan kerja sama lintas kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat.
”Bicara penyandang disabilitas tak hanya bicara Kemensos, tapi lintas lembaga,” kata Margowiyono, yang mengungkapkan HDI digelar sejak tahun 1996 dengan tema berbeda-beda. Kali ini, peringatan Hari Disabilitas Internasional mengusung tema ”Inklusi untuk Mewujudkan Disabilitas Unggul”.
Sejumlah langkah telah dilakukan pemerintah untuk penyandang disabilitas. Misalnya, pemenuhan hak kesejahteraan sosial seperti kartu penyandang disabilitas yang hingga kini telah dikeluarkan sekitar 13.000 kartu penyandang disabilitas. Selain itu, ada juga Program Keluarga Harapan, sebanyak 119.311 jiwa penerima manfaat dari penyandang disabilitas.
Pada tahun 2018, Kemensos juga mendistribusikan sebanyak 7.070 alat bantu untuk penyandang disabilitas, seperti kursi roda, kaki palsu, tangan palsu, kruk, tongkat, dan alat bantu dengar. Untuk pemenuhan hak olahraga, pemerintah menfasilitasi Asian Para Games 2018.
Adapun populasi penyandang disabilitas di Tanah Air, menurut Margowiyono, berdasarkan data Susenas 2018 jumlahnya sekitar 10 persen dari penduduk Indonesia atau sekitar 21 juta jiwa. Hingga kini pemerintah juga menyiapkan sejumlah peraturan pemerintah terkait dengan penyandang disabilitas.