Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef), Selasa (19/11/2019), menyebutkan bahwa wabah campak di Samoa telah memakan korban 15 orang meninggal, kebanyakan adalah anak-anak.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
MELBOURNE, SELASA — Negara-negara di Pasifik menghadapi wabah campak dalam beberapa bulan terakhir. Sekolah-sekolah telah ditutup dan beberapa negara bahkan telah menyatakan status darurat kesehatan. Negara di Pasifik yang menghadapi wabah campak ialah Samoa, Tonga, Fiji, dan Samoa Amerika.
Negara yang terparah mengalami wabah campak adalah Samoa. Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef), Selasa (19/11/2019), menyebutkan bahwa wabah campak di Samoa telah memakan korban 15 orang meninggal, kebanyakan adalah anak-anak. Sementara kasus dugaan campak telah mencapai 1.000 kasus.
Adapun Fiji telah melaporkan empat kasus campak yang terkonsentrasi di sebelah barat ibu kota negara, Suva.
Samoa telah menyatakan kondisi darurat sejak akhir Oktober lalu, menyusul meningkatnya kasus campak yang telah menyebar dan menewaskan enam anak. Semua sekolah ditutup dan pemerintah melarang warganya berkumpul di tempat-tempat publik untuk mencegah penularan.
Samoa, negara pulau berpopulasi sekitar 200.000 jiwa itu, berada di bagian selatan garis ekuator dan persis berada di antara Hawaii dan Selandia Baru. Samoa menyatakan darurat campak pada akhir Oktober lalu setelah seorang anak meninggal karena campak.
Sejak saat itu hingga sekarang sebanyak 15 orang meninggal karena campak, yang sebagian besar adalah anak di bawah dua tahun. Kementerian Kesehatan Samoa menyatakan, dari kasus-kasus terduga campak, 40 persen di antaranya dirawat di rumah sakit.
Wajibkan vaksinasi
Akhir pekan lalu, Pemerintah Samoa menyatakan bahwa vaksinasi ”bagi warga yang belum divaksin sekarang wajib secara hukum”. Saat ini baru dua pertiga warga Samoa telah diimunisasi. Penduduk yang diprioritaskan mendapat vaksin campak, gondong, rubella (MMR) adalah anak berusia enam bulan hingga 19 tahun dan perempuan tidak hamil yang berumur 20-35 tahun.
”Dengan situasi ini dan rendahnya cakupan imunisasi, kami mengantisipasi hal yang buruk terjadi,” kata Direktur Jenderal Kesehatan Samoa Leausa Take Naseri dalam pernyataannya. Naseri menambahkan bahwa anak-anak yang meninggal belum pernah divaksin.
Akhir pekan lalu, Pemerintah Samoa menyatakan bahwa vaksinasi ”bagi warga yang belum divaksin sekarang wajib secara hukum”.
Sementara itu, di Tonga yang berjarak sekitar 900 kilometer dari Samoa, Kementerian Kesehatan setempat, pekan lalu, menyatakan bahwa wabah campak yang terjadi di negara itu muncul setelah pemain rugbi Tonga pulang dari Selandia Baru. Sejak itu teridentifikasi ada 251 kasus positif atau terduga campak.
Pekan lalu, Pemerintah Tonga telah menutup sekolah dasar dan taman kanak-kanak untuk mencegah penularan campak yang kasusnya mendekati 200 kasus. Kebijakan ini berlaku hingga akhir November ini.
Menurut media di Selandia Baru, Samoa Amerika—wilayah Amerika Serikat yang bertetangga dengan Samoa—juga menyatakan darurat kesehatan masyarakat pada Kamis (14/11/2019) menyusul wabah campak di Samoa dan Tonga.
Bantuan Selandia Baru
Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters, Jumat (15/11/2019), mengatakan, Selandia Baru akan mengirim 3.000 dosis vaksin, 30 perawat, dan 10 dokter ke Samoa untuk membantu Pemerintah Samoa menghadapi wabah campak.
”Campak sangat menular dan wabah di Samoa telah menelan korban jiwa,” ujar Peter dalam pernyataannya. ”Menjadi urusan setiap orang secara bersama-sama untuk menghentikan penyebarannya.”
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menyatakan, ”Kami, tentu, menghadapi arus manusia yang terbuka. Tetapi kami mendukung Samoa menghadapi wabah ini.”
Ahli imunologi dari University of Auckland, Helen Petousis-Harris, mengatakan bahwa sangat mengecewakan saat mengetahui warga di Selandia Baru yang membawa virus campak dalam badannya bepergian ke Samoa. Selama bertahun-tahun Selandia Baru menghadapi kesenjangan imunitas.
Petousis-Harris menambahkan, penting untuk meningkatkan cakupan imunisasi di Samoa dan mencegah wabah serupa terjadi lagi. ”Di Samoa, proporsi orang yang tahan terhadap campak sangat sangat rendah, salah satu yang rendah di dunia,” ujarnya. ”Jika cakupan imunisasi tidak ditingkatkan, kejadian ini bisa terulang kembali.”
Menurut Petousis-Harris, meski kasus campak kini sudah menyebar, pemberian vaksin tetap bisa mengurangi kasus dan mencegah korban jiwa.
Program vaksinasi di Samoa ditunda sementara tahun lalu ketika ada dua bayi yang meninggal setelah divaksin MMR. Investigasi menunjukkan kematian bayi itu tidak terkait dengan vaksin MMR, tetapi terkait persiapan keliru yang dilakukan tenaga medis yang melakukan imunisasi.
Secara global, kasus campak meningkat termasuk di negara kaya, seperti Amerika Serikat dan Jerman, di mana sejumlah orangtua menolak imunisasi karena alasan filosofis dan agama. Selain itu, penolakan juga muncul karena alasan keselamatan akibat hasil penelitian yang keliru bahwa vaksin campak bisa menyebabkan autisme. (AFP/AP)