Unjuk rasa antipemerintah di Hong Kong berdampak sangat besar terhadap industri penerbangan. Maskapai-maskapai mengurangi frekuensi penerbangan ke Hong Kong.
Oleh
Nobertus Arya Dwiangga Martiar / Adhitya Ramadhan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Sejumlah maskapai penerbangan Asia, termasuk Garuda Indonesia, mengurangi frekuensi penerbangan ke Hong Kong dalam beberapa pekan ke depan. Langkah itu diambil menyusul unjuk rasa antipemerintah yang tak kunjung berakhir dan berubah menjadi kerusuhan.
Pengurangan frekuensi penerbangan itu dimulai, Senin (18/11/2019), sehari setelah kepolisian Hong Kong bentrok dengan pengunjuk rasa yang terkepung di sebuah universitas. Kerusuhan akibat unjuk rasa, ditambah perang dagang China-AS, telah mendorong Hong Kong—salah satu pusat keuangan di Asia—menghadapi resesi untuk pertama kali dalam satu dekade terakhir.
Beberapa maskapai yang mengurangi penerbangannya ke Hong Kong adalah Garuda Indonesia, SpiceJet (India), grup Air Asia (Malaysia), Jeju Air dan Jin Air (Korea Selatan), Philippine Airlines, serta Cebu Pacific Air (Filipina).
Senin, laman Routes Online memperlihatkan bahwa Garuda Indonesia telah mengurangi penerbangannya ke Hong Kong dari 21 kali menjadi empat kali dalam seminggu hingga pertengahan Desember 2019.
”Sifatnya taktikal karena situasi di Hong Kong sehingga penumpang menurun drastis. Nanti setelah kondisi Hong Kong kondusif dan penumpang meningkat lagi, frekuensi terbang akan kami pulihkan,” kata Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia M Ikhsan Rosan.
Nanti setelah kondisi Hong Kong kondusif dan penumpang meningkat lagi, frekuensi terbang akan kami pulihkan.
Mulai November 2019, Garuda mengurangi penerbangan rute Jakarta-Hong Kong dari 14 penerbangan menjadi dua penerbangan per minggu. Rute Denpasar-Hong Kong juga dikurangi dari tujuh menjadi dua penerbangan seminggu. ”Perubahan itu adalah langkah penyesuaian dengan permintaan pasar,” ujar Ikhsan.
Ia menambahkan, pengurangan penerbangan ke Hong Kong itu dikompensasi dengan meningkatkan frekuensi penerbangan di rute-rute domestik yang permintaannya meningkat, seperti Bali, Surabaya, dan Makassar.
Adapun SpiceJet menunda pengaktifan rute Mumbai- Hong Kong sampai 15 Januari 2020. Sementara AirAsia mengurangi penerbangan dari Kuala Lumpur dan Kota Kinabalu ke Hong Kong sampai Desember 2019 dan Januari 2020. AirAsia menyatakan, dalam beberapa bulan terakhir, jumlah penumpang ke Hong Kong menurun sehingga AirAsia mengurangi frekuensi penerbangannya.
Juru bicara PAL Holdings Filipina yang membawahkan Philippine Airlines, mengatakan, maskapainya menggunakan pesawat yang lebih kecil dari biasanya untuk melayani penerbangan ke Hong Kong. Banyak penumpang yang menunda penerbangannya ke Hong Kong. Philippine Airlines juga mengurangi penerbangannya dari Manila ke Hong Kong menjadi empat penerbangan sehari dari sebelumnya lima penerbangan.
Juru bicara Cebu Pacific Air menyatakan, maskapai berbiaya rendah itu telah mengurangi penerbangannya dari Cebu dan Clark masing-masing hingga Desember 2019 dan Januari 2020 karena permintaan menurun. Namun, maskapai itu tetap membuka rute terbarunya, Puerto Princesa-Hong Kong, Minggu lalu.
Di Korea Selatan, juru bicara Jeju Air, menuturkan, maskapai berbiaya rendah itu mengurangi satu penerbangannya dari Seoul ke Hong Kong menjadi tinggal satu penerbangan akibat berkurangnya permintaan. Kondisi ini akan berlaku hingga 17 Desember 2019. Adapun maskapai berbiaya rendah lainnya dari Korsel, Jin Air, menyatakan, rute Seoul-Hong Kong dibatalkan hingga 24 Desember 2019.
Menurun tajam
Sabtu lalu, otoritas penerbangan Hong Kong melaporkan bahwa pada Oktober 2019 terjadi penurunan jumlah penumpang sebesar 13 persen serta penurunan frekuensi penerbangan dari dan ke Hong Kong sebesar 6,1 persen. Ini merupakan penurunan paling tajam sejak unjuk rasa meletus. Disebutkan juga, penumpang kini cenderung menjadikan Hong Kong hanya sebagai lokasi transit, bukan tempat tujuan.
Pekan lalu, maskapai terbesar Hong Kong, Cathay Pacific, menyatakan bahwa kondisi bisnis saat ini ”menantang dan tidak pasti”. Mereka telah mengurangi kapasitasnya dan menunda pengiriman empat pesawat baru akibat menurunnya jumlah penumpang.
Maskapai penerbangan dari China dilaporkan juga mengalami penurunan penumpang hingga dua digit dalam rute regional, September dan Oktober. Routes Online menyatakan, sejumlah maskapai China, termasuk Air China, China Eastern Airlines, dan China Southern Airlines, mengajukan pengurangan penerbangan ke Hong Kong sejak akhir Oktober 2019. (REUTERS)