Peternak ayam layer di Blitar, Jawa Timur, memastikan telur produksi mereka bebas dari polutan dioksin, sebagaimana yang ditemukan pada telur ayam di Desa Tropodo, Sidoarjo, ataupun Bangun, Mojokerto.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Peternak ayam layer di Blitar, Jawa Timur, memastikan telur produksi mereka bebas dari polutan dioksin sebagaimana yang ditemukan pada telur ayam di Desa Tropodo, Sidoarjo, ataupun Bangun, Mojokerto. Semua ayam layer di Blitar dipelihara dengan baik di dalam kandang dan terjamin dari sisi pakan.
Sebelumnya, peneliti dari Jaringan Global bagi Advokasi Kebijakan dan Kesehatan Lingkungan IPEN, Arnika Association, Nexus 3, dan Ecoton, menemukan kandungan dioksin pada telur ayam kampung di Desa Tropodo dan Bangun.
Wakil Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional Blitar Sukarman, Selasa (19/11/2019), mengatakan, telur dari Blitar berbeda dengan telur pada kasus di Tropodo dan Bangun. Semua telur ayam di Blitar didapat dari ayam layer (broiler) yang dikandangkan, bukan ayam kampung yang dipelihara warga secara liar.
”Berbeda dengan ayam di Tropodo yang dipelihara secara liar di alam bebas, semua ayam milik peternak di Blitar dikandangkan. Dari sisi pakan, ayam di Blitar juga terjamin. Minumnya juga vitamin. Sedangkan ayam di Tropodo makan apa saja karena memang dipelihara secara bebas,” ujarnya.
Menurut Sukarman, awalnya sebagian peternak sempat khawatir kabar itu akan berdampak pada penjualan telur yang saat ini harganya tengah membaik—setelah hampir empat bulan bertahan rendah. Namun, setelah mengetahui duduk soalnya, kekhawatiran itu lenyap dan menganggap konsumen lebih paham.
Berbeda dengan ayam di Tropodo yang dipelihara secara liar di alam bebas, semua ayam milik peternak di Blitar dikandangkan.
Blitar merupakan salah satu sentra telur ayam di Jawa Timur. Saat ini populasi ayam layer di Blitar diperkirakan mencapai 15 juta ekor dengan produksi lebih dari 600 ton telur per hari. Dari produksi yang ada, 40 persen digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen di Jawa Timur, 20 persen di luar provinsi, dan sisanya dikonsumsi masyarakat Blitar.
Menurut Sukarman, dari sisi pakan, peternak berupaya menggunakan jagung, bekatul, dan konsentrat. Jagung dan bekatul diperoleh dari pasar dan merupakan produk lokal. Sedangkan konsentrat didatangkan dari pabrik yang terjaga dan terstandardisasi mutunya.
Widodo Setiohadi, salah sorang peternak di Desa Pohgajih, Kecamatan Selorejo, sejak awal mengaku lega mendengar kabar bahwa yang tercemar polutan adalah ayam kampung, bukan ayam layer. ”Ayam kampung beda dengan telur ayam broiler. Konsumen dan pasarnya beda,” ucapnya.
Sementara itu, harga telur ayam di tingkat peternak di Blitar terus merangkak naik dalam beberapa hari terakhir. Harga telur per 19 November mencapai Rp 20.000-Rp 20.300 per kg, naik dari pekan lalu yang masih di kisaran Rp 19.000 per kg. Sedangkan dua pekan sebelumnya harga masih berkisar di angka Rp 16.000-Rp 17.000 per kg.
”Harapannya, harga telur bisa stabil bagus, tidak anjlok lagi atau melonjak terlalu tinggi. Dengan begitu, di satu sisi peternak tidak dirugikan, tetapi di sisi lain konsumen juga tidak terbebani,” kata Widodo yang mengaku tidak tahu persis penyebab membaiknya harga telur.