Suku Bunga Penjaminan Turun, Likuiditas Sejumlah Bank Jadi Sorotan
Berdasarkan proyeksi LPS, pertumbuhan kredit secara umum dapat mencapai 10,5 persen pada 2019 dan 11,5 persen pada 2020. Adapun dana pihak ketiga industri perbankan diproyeksikan tumbuh 7,4 persen pada 2019.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Penjamin Simpanan kembali menurunkan suku bunga acuan penjaminan sebanyak 25 basis poin. Kecenderungan penurunan likuiditas perbankan hingga tiga bulan ke depan menjadi faktor penurunan tersebut.
Berdasarkan evaluasi dalam rapat yang digelar di Jakarta, Senin (18/11/2019), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menurunkan suku bunga acuan penjaminan simpanan rupiah bank umum menjadi 6,25 persen, simpanan valuta asing bank umum (1,75 persen), dan simpanan rupiah bank perkreditan rakyat (8,75 persen). Suku bunga ini berlaku selama 20 November 2019-24 Januari 2020.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan, kondisi likuiditas perbankan menjadi salah satu faktor kuat untuk menurunkan suku bunga penjaminan. ”Kondisi likuiditas perbankan tidak bermasalah,” katanya dalam konferensi pers yang digelar di Kantor LPS, Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Salah satu indikator yang menjadi sorotan untuk menggambarkan kondisi likuiditas perbankan ialah rasio tabungan dan pinjaman (loan to deposit ratio/LDR). Hubungan antara pergerakan dana pihak ketiga (DPK) dan kredit juga tergambar dari fluktuasi LDR.
Halim memperkirakan, tingkat LDR industri perbankan secara umum hingga akhir 2019 berkisar 93-94 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan Halim pada Juli 2019 yang sebesar 97 persen.
Berdasarkan data yang dihimpun LPS dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), LDR perbankan pada September 2019 mencapai 93,76 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan LDR pada Agustus 2019 yang sebesar 94,04 persen.
Meskipun demikian, LDR tersebut masih berada di atas ambang batas yang dinilai Bank Indonesia (BI) cukup aman, yakni 92 persen. ”Oleh sebab itu, perbankan diharapkan dapat memanfaatkan sumber-sumber selain DPK, seperti obligasi dan surat berharga, dalam menyalurkan kredit,” kata Halim.
Tren pertumbuhan tahunan DPK bank umum pun melambat dari 7,62 persen pada Agustus 2019 menjadi 7,47 persen pada September 2019. Pertumbuhan kredit tahunan juga melambat dari 8,59 persen pada Agustus 2019 menjadi 7,89 persen pada September 2019.
Berdasarkan proyeksi LPS, pertumbuhan kredit secara umum dapat mencapai 10,5 persen pada 2019 dan 11,5 persen pada 2020. Adapun dana pihak ketiga industri perbankan diproyeksikan tumbuh 7,4 persen tahun 2019 dan 8,4 persen tahun 2020.
Waspada
Di sisi lain, Halim menyoroti pemerataan likuiditas pada perbankan secara terperinci. Dia menyatakan, likuiditas bank perkreditan rakyat (BPR) dan bank BUKU III patut diwaspadai.
Bank berkategori BUKU III adalah bank yang memiliki modal Rp 5 triliun-Rp 30 triliun. Adapun bank BUKU I memiliki modal kurang dari Rp 1 triliun, BUKU II bermodal Rp 1 triliun-Rp 5 triliun, dan BUKU IV bermodal lebih dari Rp 30 triliun.
Halim mengatakan, BPR mesti berhati-hati dengan kenaikan tingkat risiko kredit yang ditanggung. ”Apalagi dengan penurunan bunga kredit usaha rakyat (KUR) menjadi 6 persen per tahun, BPR mesti kreatif mencari relung debitor yang sesuai dengan skema ini,” katanya.
Sementara itu, Halim menuturkan, bank BUKU III patut diwaspadai karena memiliki LDR 101,58 persen dan lebih tinggi dibandingkan dengan bank BUKU I, II, dan IV. Menurut dia, bank BUKU III mesti mengurangi ekspansi kredit untuk menjaga likuiditas.
LPS memperkirakan, risiko likuiditas perbankan dalam tiga bulan ke depan dalam kondisi stabil dengan kecenderungan menurun. Pelonggaran likuiditas itu disebabkan oleh pola pertumbuhan DPK yang lebih seimbang dengan pertumbuhan kredit serta adanya potensi penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve atau The Fed, yang biasanya diikuti penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Secara umum, Halim menyatakan, LPS menurunkan suku bunga penjaminan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Evaluasi dan penurunan pada November 2019 ini di luar jadwal rutin.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter AR mengatakan, penurunan suku bunga penjaminan berperan dalam memperkuat transmisi kebijakan moneter BI yang menurunkan suku bunga acuan menjadi 5 persen pada Oktober lalu. ”Sektor-sektor riil yang terdampak secara tidak langsung dari kebijakan ini ialah properti dan otomotif karena suka bunga kreditnya dapat lebih menarik (konsumen),” katanya.
Meskipun demikian, Piter berpendapat, penurunan suku bunga penjaminan dan BI tidak berdampak signifikan terhadap likuiditas perbankan. Likuiditas perbankan lebih dapat dipengaruhi oleh operasi moneter BI dan operasi fiskal Kementerian Keuangan.