Kerja sama antarmiliter ASEAN perlu diperkuat. Kerja sama militer dengan negara-negara besar juga penting dilakukan, seperti dalam bentuk latihan militer dan kerja sama intelijen.
Oleh
EDNA CAROLINA PATTISINA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pernyataan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto agar ASEAN harus jadi penyeimbang di Indo-Pasifik perlu diwujudkan dalam langkah nyata berupa penguatan kerja sama dan komunikasi antarmiliter. Kerja sama ini perlu dilakukan antarmiliter ASEAN ataupun dengan negara berkekuatan besar.
Hal tersebut disampaikan Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, Rabu (20/11/2019). Hikmahanto mengatakan, penyeimbangan kekuatan tidak harus diterjemahkan sebagai kekuatan militer, tetapi juga kemampuan militer. Sebab, selain di ASEAN tidak dikenal adanya pakta militer, penggabungan kekuatan militer negara-negara ASEAN juga tidak bisa mengimbangi kekuatan militer negara-negara kuat saat ini.
”Yang harus dikedepankan itu tentara-tentara yang cerdas dan jago diplomasi, bukan tempur saja,” kata Hikmahanto.
Menurut dia, oleh karena itu, kerja sama antarmiliter ASEAN perlu diperkuat. Ada beberapa agenda bersama, seperti keamanan maritim, yang merupakan kepentingan internasional untuk menangani masalah perompak di Selat Malaka. Sementara kerja sama dengan negara-negara besar juga penting dilakukan, seperti dalam bentuk latihan militer dan kerja sama intelijen.
”Yang penting, perlu dipastikan tidak ada negara ASEAN yang terkooptasi oleh salah satu negara kuat,” ujar Hikmahanto.
Pengamat hubungan internasional Dinna Wisnu mengatakan, forum Pertemuan Menteri-menteri Pertahanan ASEAN (ADMM Plus) adalah sebuah forum yang diadakan untuk menciptakan rasa saling percaya dan keterbukaan. Diharapkan, ada kerja sama, seperti patroli bersama atau penanggulangan masalah bersama.
Dalam pertemuan ADMM Plus yang diadakan di Bangkok, awal pekan ini, Indonesia berharap agar permasalahan keamanan di kawasan, seperti pencurian kekayaan alam, pelanggaran wilayah, penyelundupan, dan sengketa wilayah, bencana alam dan kemanusiaan dapat diatasi melalui kerja sama yang kuat, sungguh-sungguh, serta berkelanjutan.
Permasalahan Laut China Selatan yang mengemuka saat ini harus segera diselesaikan secara damai melalui forum dialog dan diplomasi dengan mendorong Kode Tata Berperilaku (Code of Conduct) yang telah disepakati ASEAN pada naskah pembacaan pertama agar dapat diterima oleh China.
Dalam pertemuan ADMM plus, yaitu pertemuan para menteri pertahanan negara-negara ASEAN dengan menteri pertahanan negara-negara di luar ASEAN, seperti China dan AS, Prabowo mengatakan bahwa ASEAN harus dapat menjadi penyeimbang (balancing) dan penghubung (bridging) di kawasan Indo-Pasifik melalui Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik sehingga tidak ada dominasi kekuasaan di kawasan.
ASEAN melalui netralitas dan sentralitasnya, lanjut Prabowo, mengajak semua negara di kawasan Indo-Pasifik untuk ikut bertanggung jawab terhadap keamanan kawasan, karena Indo-Pasifik bukanlah semata-mata milik ASEAN, melainkan milik masyarakat dunia.
”Bagi Indonesia, ASEAN adalah wadah membangun kerja sama yang bermanfaat bagi perdamaian, stabilitas, dan pembangunan di kawasan kita. Melalui pilar politik dan keamanan ASEAN, kita bisa memperkuat keamanan Asia Tenggara yang tentunya juga akan dapat meningkatkan kesejahteraan negara-negara di dalamnya,” kata Prabowo.
Ia memaparkan, Indo-Pasifik tidak boleh dimaknai hanya dalam konteks bebas dan terbuka, tetapi juga harus memiliki karakteristik inklusif, transparan, dan komprehensif. Dengan demikian, kawasan ini mendatangkan manfaat bagi kepentingan jangka panjang semua negara di kawasan serta didasarkan pada komitmen bersama untuk mewujudkan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran bersama.
Selama ini telah ada beberapa bentuk kerja sama antara ASEAN yang dilakukan oleh militer. Kerja sama ini di antaranya Mallacca Strait Patrol, Trilateral Indomalphi di wilayah Laut Sulu dan Sulawesi, serta pertukaran informasi strategis ASEAN Our eyes melalui mekanisme ADI (ASEAN Direct Communication Infrastructure).
Lomba tembak
Sementara itu, terkait kerja sama antarmiliter negara-negara ASEAN, Indonesia menjadi tuan rumah ASEAN Armies Rifle Meet (AARM). Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Wakasad) Letjen Tatang Sulaiman saat menjadi inspektur upacara pada pembukaan AARM 29/2019 di Pusat Pendidikan Infanteri, Pusat Kesenjataan Infanteri (Pusdikif Pussenif), Kodiklatad, Cipatat, Jawa Barat, Rabu (20/11/2019), mengatakan, berbeda dengan tahun sebelumnya, ajang tahun ini tidak lagi menggunakan sistem kompetisi antarkontingen negara, tetapi gabungan dari keseluruhan 10 angkatan darat negara ASEAN.
”Format baru pada lomba tembak AARM 29/2019 ini lebih mengedepankan kebersamaan dan kerja sama tim seluruh peserta sesuai dengan tema ’Together We Can’,” ujar Wakasad. ”Acara tahunan Ini lebih dari sekadar kerja sama militer di antara negara ASEAN. Ini adalah wujud semangat kebersamaan, kegembiraan, serta antusiasme yang menyeruak dari jiwa kita selaku prajurit untuk menunjukkan skill dan kebanggaan yang kita miliki.”
Tim dibagi menjadi empat, yaitu Aligator, Cheetah, Bear, dan Dragon. Tiap-tiap tim merupakan perwakilan dari kontingen angkatan darat negara ASEAN. Dalam event AARM kali ini, peserta tidak lagi berpacu menjadi yang terbaik untuk diri sendiri, tetapi juga untuk saudara atau rekan satu tim.
”Kita akan berlomba untuk saudara kita, rekan satu tim kita. Karena itu, tidak perlu sungkan karena kita berbeda kultur dan bahasa, karena pada prinsipnya bahasa militer di mana pun sama,” ucap Tatang.