Terobosan dibuat Pemerintah Desa Tenggir untuk membantu warga tidak mampu yang kesulitan mengakses layanan kesehatan, yakni dengan membuat layanan Kartu Tenggir Sehat (KTS).
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
Tidak semua warga kurang mampu dapat mengakses layanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ataupun jaminan kesehatan dari pemerintah daerah. Mereka biasanya hanya bisa pasrah dan membiarkan sakit menggerogoti tubuh. Terobosan dibuat Pemerintah Desa Tenggir dengan layanan Kartu Tenggir Sehat (KTS).
Tidak ingin melihat rakyatnya menderita karena tak mampu menjangkau layanan kesehatan, Pemerintah Desa Tenggir, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, berinovasi membuat Kartu Tenggir Sehat (KTS). Kartu itu bisa digunakan untuk memeriksakan kesehatan di puskesmas terdekat secara gratis, layaknya kartu BPJS.
Ide membuat KTS itu bermula dari kegusaran Kepala Desa Tenggir Surnaedi yang sering didatangi warganya. Mereka mengeluhkan sakit, tapi tidak bisa berobat karena tidak ada biaya. Berdasarkan data Pemerintah Desa Tenggir, dari sekitar 6.000 penduduk desa, ada sekitar 300 warga kurang mampu yang belum mendapat jaminan kesehatan dari pemerintah pusat ataupun daerah.
Pemerintah desa pada 2018 lantas membuat sistem layanan KTS dengan pembiayaan dari dana desa. Dalam APBDes tahun 2019, program KTS mulai berjalan dengan anggaran sebesar Rp 50 juta, yang diambil dari pos desa siaga.
Model kerja sama tersebut diawali dengan pembuatan kesepakatan antara Pemerintah Desa Tenggir dan puskesmas di Kecamatan Panji. Puskesmas di sana melingkupi enam puskesmas pembantu. Fasilitas yang bisa dijangkau dengan KTS meliputi pelayanan kesehatan dan obat, serta pelayanan ibu melahirkan secara normal.
”Pemegang KTS bisa berobat gratis ke puskesmas, tanpa ribet membawa foto kopi KTP/KK dan langsung bisa dilayani. Jika nanti butuh dirujuk ke rumah sakit, pemerintah desa akan mengeluarkan surat keterangan tidak mampu untuk membantu mereka memeriksakan diri ke rumah sakit,” kata Surnaedi.
Sistem paket
Surnaedi menjelaskan, skema pembayaran nantinya adalah puskesmas melakukan tagihan ke Pemerintah Desa Tenggir setiap semester. Tagihan berisi semua rincian layanan kesehatan dan obat.
Jika tagihan pada saat itu melebihi anggaran yang tersedia, akan dibayarkan pada tahun berikutnya. Sekali warga datang menggunakan KTS dihitung menggunakan satu paket layanan kesehatan. Satu paket layanan kesehatan berkisar Rp 20.000-Rp 25.000 per orang (disesuaikan perda).
Adapun layanan kesehatan dimaksud antara lain layanan di poliklinik gigi, umum, penyakit dalam, dan anak. Sementara untuk kasus yang memerlukan rujukan, pemerintah desa menanggung hingga pasien masuk ke dalam ambulans yang ditanggung KTS.
Pemegang KTS bisa berobat gratis ke puskesmas, tanpa ribet membawa foto kopi KTP/KK dan langsung bisa dilayani. Jika nanti butuh dirujuk ke rumah sakit, pemerintah desa akan mengeluarkan surat keterangan tidak mampu untuk membantu mereka memeriksakan diri ke rumah sakit.
Untuk membuat kesepakatan dengan puskesmas, menurut Surnaedi, tidak mudah. Pihaknya berkali-kali bertemu untuk melakukan pendekatan dan pembahasan. Pokok bahasan saat itu adalah menentukan sistem pembayaran dan nominal paket layanan untuk warga.
”Hingga kini tidak ada masalah dengan KTS. Biasanya warga miskin mengeluh ribet kalau mau periksa karena harus mengurus surat pernyataan miskin (SPM) hingga ke dinas sosial yang butuh waktu minimal tiga hari. Namun, kini, dengan KTS, mereka tidak perlu repot karena bisa langsung menyerahkan KTS ke puskesmas,” kata Surnaedi.
Maili (40), warga Dusun Tenggir Barat RT 002 RW 010, mengaku awalnya sudah menyerah dengan penyakit diabetes yang dideritanya. Sebelum memiliki KTS, ia mengaku belum tentu dua bulan sekali memeriksakan kesehatan. Namun, begitu mendapat KTS, esok harinya ia langsung memeriksakan penyakitnya ke puskesmas.
”Dengan KTS saya bisa langsung periksa ke puskesmas tanpa diminta surat macam-macam. Memudahkan dan layanannya baik,” kata Maili.
Visesty Fitri M (33), bidan di puskesmas pembantu Tenggir, mengatakan, bukan hanya warga sakit merasa tertolong dengan KTS. ”Di sini ibu hamil pun mendapat layanan kontrol kesehatan hingga melahirkan secara gratis. Saat melahirkan secara normal, puskesmas sudah memberikan fasilitas popok bayi,” katanya.
Dengan kemudahan layanan bagi ibu hamil, ia melihat mulai banyak ibu hamil di Desa Tenggir yang rajin memeriksakan kesehatannya. Hal itu membuat kasus-kasus kematian ibu dan bayi bisa dicegah dan diwaspadai sejak dini.
”Dahulu, saya harus mendatangi ibu hamil untuk mengontrol kesehatan mereka. Kini, ibu hamil sudah aktif memeriksakan sendiri ke puskesmas. Bahkan ada warga yang semula tidak mau hamil, karena takut biaya persalinan mahal, kini malah sudah hamil,” kata Visesty sambil tersenyum.
Apresiasi layak diberikan kepada pemerintah desa yang peduli untuk memfasilitasi layanan kesehatan bagi warganya, terutama warga kurang mampu. Inisiatif untuk bekerja sama dengan puskesmas ini layak dicontoh daerah lain.