Gajah Datangi Perkebunan, Warga Bener Meriah Mengungsi
Konflik satwa liar gajah sumatera dengan manusia di Kabupaten Bener Meriah, Aceh, sepekan terakhir, semakin masif.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Konflik satwa liar gajah sumatera dengan manusia di Kabupaten Bener Meriah, Aceh, sepekan terakhir, semakin masif. Dua rumah warga rusak diamuk gajah. Tujuh keluarga mengungsi menyelamatkan diri.
Kepala Desa Rimba Raja, Kecamatan Pintu Rime, Kabupaten Bener Meriah, Muklis, dihubungi Rabu (20/11/2019), menuturkan, Rabu dini hari dua rumah rusak diamuk gajah liar. Rumah itu dindingnya ambruk dan perlengkapan rumah rusak. Tanaman warga di kebun juga rusak diamuk satwa lindung itu.
”Saat rumah diamuk gajah, pemiliknya sudah mengungsi. Kondisi ini bukan hanya mengancam harta, tetapi juga nyawa warga,” kata Muklis.
Saat ini, tujuh keluarga di Desa Rimba Raya mengungsi ke rumah kerabat. Kerugian mencapai belasan juta rupiah. ”Warga kami hanya petani, penghasilan pas-pasan. Konflik satwa seperti ini sangat merugikan warga. Kami tidak bisa berkebun karena takut bertemu gajah liar,” kata Muklis.
Muklis menambahkan, gajah merusak tanaman warga, seperti kopi, pinang, dan pisang. Warga merawat tanaman itu bertahun-tahun. ”Tanaman pinang tujuh tahun baru berbuah, dalam sesaat musnah. Warga sangat bersabar, tetapi pemerintah jangan biarkan kami seperti ini,” ujarnya.
Saat ini, kata Muklis, ada sekitar 15 gajah bertahan di perkebunan warga. Pada malam hari, gajah-gajah itu turun ke permukiman warga. Setiap malam warga berjaga-jaga untuk menghalau gajah agar tidak masuk terlalu jauh ke permukiman. Dengan menggunakan petasan, gajah liar itu diusir. Namun, itu tidak efektif karena keesokan harinya gajah-gajah kembali ke perkebunan.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Aryanto menuturkan, pihaknya menurunkan gajah jinak untuk menggiring gajah liar itu ke kawasan hutan. ”Sejak kemarin tim kami sudah di lokasi untuk menggiring,” katanya.
Agus menuturkan, diperkirakan gajah liar di kawasan itu sebanyak 35 ekor dan terpecah menjadi dua kelompok. Timnya berusaha menggiring gajah-gajah itu kembali ke hutan.
Selama ini, BKSDA Aceh mengalami kesulitan menangani konflik gajah lantaran hewan lindung itu keberadaannya tersebar di luar kawasan konservasi. Namun, gajah banyak berada di kawasan hutan, termasuk dalam areal penggunaan lain yang sudah dijadikan hak guna usaha.
Populasi gajah
Akibat konflik gajah dengan manusia, populasi gajah kian menurun. Berdasarkan data Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, populasi gajah di Aceh tersisa 539 ekor. Padahal, tahun 1996 jumlah gajah di Aceh mencapai 700 ekor.
Direktur Pusat Kajian Satwa Liar Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Wahdi Azmi mengatakan, pemanfaatan ruang yang keliru memicu konflik gajah dengan manusia. Kawasan yang termasuk habitat gajah perlu dikelola khusus, misalnya penerapan pola pertanian yang sesuai karakteristik satwa di dalamnya.
Wahdi Azmi mengatakan, pemasangan alat penanda posisi (GPS collar) menjadi salah satu solusi menekan konflik satwa dengan manusia. Cara lain yang juga harus diterapkan adalah membuat parit pembatas. Saat ini, parit pembatas yang sedang dibangun terletak di Aceh Jaya, Bener Meriah, dan Aceh Timur.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Hendra Budian mengatakan, pemerintah harus serius menangani konflik satwa liar dengan manusia agar tidak terus berulang. Sebab, konflik merugikan warga dan mengancam keselamatan satwa itu sendiri.