Gubernur Sumut bertekad menutup semua tambang emas ilegal di Mandailing Natal. Diduga limbah merkuri dari tambang dibuang ke lingkungan.
Oleh
NIKSON SINAGA / PANDU WIYOGA / IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS - Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi akan menutup semua tambang emas ilegal di Kabupaten Mandailing Natal. Limbah merkuri dari pertambangan diduga dibuang ke lingkungan.
Hal itu dinyatakan Edy pada acara penyerahan daftar isian pelaksanaan anggaran di kantor Gubernur Sumut, Medan, Selasa (19/11/2019). Acara itu dihadiri bupati dan wali kota se-Sumut. Edy memaparkan gambar bayi yang lahir dengan sejumlah kelainan, seperti anencephaly (tengkorak kepala tidak sempurna), gastroschisis (usus di luar perut), omphalocele (usus keluar dari pusar), cyclopia (bermata satu), serta bayi tidak mempunyai tulang rusuk dan kulit pembalut perut.
Sedikitnya ada enam bayi dilaporkan lahir dengan kelainan dalam tiga tahun belakangan di Mandailing Natal. Kasus terbaru, Senin (18/11), lahir bayi perempuan dengan anencephaly di Desa Aek Garingging, Kecamatan Lingga Bayu. Di kecamatan yang sama, di Desa Simpang Durian, lahir bayi perempuan dengan gastroschisis, Sabtu (9/11). Di Lingga Bayu, menjamur tambang emas rakyat dan satu tambang emas skala besar.
Selama ini penertiban sulit dilakukan karena pertambangan milik masyarakat.
Edy telah membicarakan masalah tambang emas ilegal dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sumut. Mereka sepakat membentuk tim beranggotakan aparat pemerintah, kepolisian, kejaksaan, dan TNI untuk menutup tambang ilegal.
Sekretaris Daerah Pemkab Mandailing Natal Syahnan Batubara mengatakan, telah terbit Surat Edaran Bupati Mandailing Natal untuk menertibkan semua tambang emas ilegal di kabupaten itu. ”Selama ini penertiban sulit dilakukan karena pertambangan milik masyarakat. Kalau menertibkan, kami takut ada provokasi massa,” kata Syahnan.
Secara terpisah, Bupati Mandailing Natal Dahlan Hasan Nasution berharap para pekerja di tambang ilegal mau beralih profesi menjadi petani, peternak, atau pembudidaya ikan. ”Para pekerja tambang sebelumnya adalah petani karet. Mereka beralih pekerjaan karena harga karet anjlok,” katanya. Ia berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan program perhutanan sosial bagi masyarakat sebagai alternatif sumber ekonomi keluarga.
Anggaran tak terpakai
Anggaran Pemprov Jambi Rp 1 miliar untuk pemberantasan tambang minyak ilegal di Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi, tak kunjung dimanfaatkan. Kepala Bidang Energi Terbarukan dan Tidak Terbarukan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jambi Zulfahmi, Selasa, mengatakan, dana disiapkan pada APBD Provinsi Jambi melalui pos Dinas Energi Sumber Daya Mineral. Hal itu telah diinformasikan ke pihak kepolisian daerah. Namun, dana belum dimanfaatkan kepolisian untuk menggelar operasi terpadu.
Pihaknya masih menunggu usulan sampai batas waktu 18 Desember 2019. Selepas itu program dinyatakan tak berjalan dan dana akan dikembalikan ke kas daerah. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi Komisaris Besar Thein Tabero dalam pesan singkat menyatakan, akan menyampaikan adanya dana penanggulangan tambang minyak ilegal ke biro terkait.
Tambang liar marak 2,5 tahun terakhir di Desa Pompa Air dan Desa Bungku, Kecamatan Bajubang. Aktivitas itu mengokupasi areal wilayah kerja pertambangan PT Pertamina (Persero) dalam kawasan taman hutan raya (tahura) yang produksinya dikerjakan PT Prakarsa Betung Meruo Senami.
Semula para pendatang merambah tahura menjadi kebun sawit dan karet. Kini, mereka membuka sumur-sumur tambang liar. Sebanyak 10.000 hektar dari luas total tahura 15.830 hektar telah dirambah. Dampaknya, sepanjang 2019 terjadi tujuh kali ledakan dan kebakaran di lokasi tambang dan pengolahan minyak hasil tambang di Batanghari.