Untuk mewujudkan generasi yang berwawasan HAM, pengenalan sejak dini melalui pendidikan di sekolah penting dilakukan. Sekolah Ramah HAM menjadi salah satu program yang patut dikembangkan.
Oleh
Riana A Ibrahim
·3 menit baca
Sengatan matahari pagi tak menyurutkan semangat 5.273 anak yang berasal dari Taman Kanak-kanak se-Jember menari Tari Bajul Ijo di Alun-alun Kota Jember, Jawa Timur. Meskipun keringat bercucuran, anak-anak yang mengenakan kostum kaus bergaris hijau putih dipadu celana panjang hijau dan topi berbentuk buaya itu tetap bergoyang dengan gembira.
Menarikan tari khas Jember di hadapan pejabat dari sejumlah daerah serta sejumlah tamu dari negara lain yang mengikuti Festival Hak Asasi Manusia (HAM) 2019 itu bukan tanpa usaha. Sejak pukul 05.00, Shakila, salah satu penari, sudah diantar ibunya ke TK Cut Nya Dien yang terletak di Jalan Sriwijaya untuk bergabung dengan puluhan temannya. Mereka bersiap-siap untuk berangkat ke Alun-alun Kota Jember.
Ini bukan kali pertama Shakila mengikuti pentas tarian secara massal. Pada Hari Anak Nasional, 23 Juli 2019, ia dan ribuan anak TK se-Jember juga menarikan tari yang sama di hadapan pejabat.
”Jadi, latihan untuk yang ini (Festival HAM) tidak lama karena tariannya pernah dipentaskan. (Latihannya) sekitar dua minggu sebelum acara digelar. Latihan dilakukan sepulang sekolah. Tapi, ya, namanya anak-anak, kadang ada saja kalau mau pentas. Tapi, latihannya tetap lancar,” tutur salah seorang guru dari TK Cut Nya Dien, Rina Martina, seusai Pentas Tari Kolosal Bajul Ijo tersebut selesai digelar.
"Stop Kekerasan pada Anak"
Anak-anak pun berbaris dengan tertib mengikuti arahan gurunya seusai pentas yang berhasil memecahkan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri). Lalu, setiap anak menerima air mineral sebagai pelega dahaga setelah menari di bawah matahari yang terik. Tak lama kemudian, Shakila dan anak-anak lainnya berbaur dan berlarian di pinggir alun- alun sambil menunggu giliran untuk melakukan cap tangan di spanduk putih yang terbentang sebagai bentuk dukungan ”Stop Kekerasan pada Anak”.
Aksi anak-anak ini sejalan dengan isi pesan dari tarian Bajul Ijo yang baru saja mereka tampilkan. Makna dari tarian Bajul Ijo adalah tentang keceriaan dan kegembiraan anak-anak, serta tak boleh bermalas-malasan seperti seekor buaya atau bajul. Sementara, tujuan dari menarikan secara massal ini bukan sekadar untuk memecahkan rekor, melainkan juga mengajak anak- anak memecahkan dinding-dinding diskriminasi dan perbedaan.
Hal ini pula yang ingin disemaikan kepada anak-anak ini di masa depan. Gagasan pendidikan HAM sejak dini terus diupayakan dengan cara yang sederhana. Misalnya melalui tarian bersama, juga melalui Sekolah Ramah HAM yang belum lama ini diluncurkan Komisi Nasional HAM di sejumlah sekolah, seperti di DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan Yogyakarta.
Pendalaman tentang itu dilakukan dengan tidak membedakan teman hanya karena agama.
”Tapi, di daerah lain juga sudah dikembangkan sesuai dengan program di daerahnya. Materi HAM yang disampaikan setelah jam sekolah ini juga disesuaikan dengan kondisi lingkungan di daerah itu. Ada yang persoalannya tentang diskriminasi agama, misalnya. Pendalaman tentang itu dilakukan dengan tidak membedakan teman hanya karena agama,” tutur Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Selain itu, persoalan perundungan, kesetaraan, dan kekerasan terhadap anak juga mendapat porsi banyak dalam materi Sekolah Ramah HAM. Menurut Taufan, upaya memasukkan pendidikan HAM dalam kurikulum sudah sejak lama dilakukan. Belakangan hal itu dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah. Sementara, koordinasi dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan belum berhasil. ”Dengan menteri baru ini, kami akan coba berbicara,” ujar Taufan.
Di sisi lain, hak-hak lain yang semestinya diperoleh anak, seperti pendidikan yang layak, kesehatan yang memadai, dan gizi yang cukup, juga menjadi sorotan. Hal ini memang bukan pekerjaan mudah. Namun, upaya tersebut harus tetap dilakukan. Sebab, anak-anak itulah pemilik masa depan. Landasan pendidikan HAM diperlukan agar kelak mereka menjadi generasi toleran yang membawa Indonesia terus maju dalam keberagaman. (Riana A Ibrahim)