Di sisa waktu 1,5 bulan menjelang akhir tahun ini, pemerintah mesti menjaga pasar dalam negeri. Sebab, konsumsi domestik menjadi penopang pertumbuhan ekonomi RI.
Oleh
CAS/LKT/ERK/JUD/KRN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Resesi di sejumlah negara dan pelambatan pertumbuhan ekonomi masih akan membayangi dunia pada tahun depan. Untuk menghadapinya, Indonesia menghadapi tantangan mendongkrak laju ekspor dan investasi.
Namun, Indonesia dinilai menyimpan keunggulan berupa potensi ekonomi domestik. Agar terlepas dari jerat tekanan perekonomian global, Indonesia mesti dapat mengoptimalkan potensi domestik itu. Langkah-langkah itu mendesak dilakukan di sisa waktu 1,5 bulan tahun ini.
Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia memperkirakan perekonomian global tumbuh 5,1 persen pada 2020, sedangkan Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan 5,2 persen. Adapun perekonomian tahun ini, IMF dan Bank Dunia memproyeksikan tumbuh 5 persen, sedangkan ADB 5,1 persen.
Pendiri Center of Reform on Economics (CORE), Hendri Saparini, mengatakan, hal penting saat ini adalah merespons ketidakpastian yang meliputi kondisi perekonomian. Di Indonesia, perekonomian bisa didorong melalui konsumsi dan investasi. Sumbangan konsumsi terhadap produk domestik bruto sekitar 56-57 persen, sedangkan investasi 30-32 persen.
”Kalau kita dapat mencari jalan atau respons kebijakan untuk mendorong dua hal tadi, mestinya kita bisa mempertahankan setidaknya 80 persen sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Hendri di sela-sela CORE Economic Outlook: Indonesia in 2020 and Beyond.
Sementara ini, ekspor belum menjadi penyumbang berarti terhadap perekonomian karena Indonesia terlambat bertransformasi. ”Pada 1990-an sampai dengan 2000-an, ekspor Indonesia didominasi manufaktur. Akan tetapi, semakin ke sini, justru didominasi barang mentah,” ujar Hendri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, perekonomian RI tumbuh 5,02 persen pada triwulan III-2019.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, di sisa waktu 1,5 bulan menjelang akhir tahun, lebih baik mengamankan pasar dalam negeri. ”Upaya untuk mendukung pertumbuhan usaha kecil menengah dan pariwisata dapat lebih dikedepankan,” ujarnya.
Hariyadi mengatakan, Apindo berpendapat, ada dua prinsip untuk membalik kondisi perekonomian Indonesia menjadi lebih baik. Pertama, memperbesar penyerapan tenaga kerja. Kedua, mendorong perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah agar dapat mengerjakan usaha yang selama ini digarap industri padat karya.
Pariwisata didorong sebagai sektor penghasil devisa. Tahun ini, devisa dari sektor ini ditargetkan 20 miliar dollar AS.
Dalam kesempatan terpisah, ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Dian Ayu Yustina, mengatakan, perang dagang Amerika Serikat-China belum menunjukkan kejelasan berakhir. Selain itu, juga ada ancaman turbulensi ekonomi sebagai dampak proses Brexit dan pemilu AS.
Di sejumlah negara, antara lain AS, China, dan Inggris, pertumbuhan ekonomi triwulan III-2019 melambat. Pengecualian terjadi pada Vietnam dengan perekonomian yang tumbuh 6,7 persen pada triwulan II-2019 menjadi 7,1 persen pada triwulan III-2019. Namun, kapasitas Vietnam menampung relokasi industri—sebagai dampak perang dagang AS dan China—semakin terbatas sehingga memunculkan peluang bagi RI.
”Diperlukan upaya yang fokus untuk mendorong investasi, seperti pembenahan dan simplifikasi regulasi, peningkatan produktivitas, dan sumber daya manusia,” ujar Dian dalam konferensi pers The Indonesia Summit 2020 di Jakarta, Rabu (20/11/2019).
Sektor prioritas yang penting dalam pembangunan ekonomi mendatang adalah makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia. Sektor manufaktur berkontribusi sekitar 20 persen terhadap perekonomian.
President Director Bank Danamon Indonesia Yasushi Itagaki mengatakan, tantangan ekonomi global bisa jadi peluang jika investasi terus didorong. Saat ini konsumen dinilai belum yakin untuk berinvestasi dan ekspansi kredit.
Sumber daya manusia
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Affandi Lukman menyebutkan, Indonesia tidak dapat mencapai PDB 7 triliun dollar AS jika rata-rata pertumbuhan ekonominya hanya 5 persen per tahun. Untuk meraihnya perlu pertumbuhan ekonomi 7 persen per tahun.
Oleh karena itu, sumber daya manusia (SDM) berperan penting. ”Penguatan kualitas SDM akan berdampak pada peningkatan produktivitas dan pendapatan sehingga menggerakkan perekonomian,” kata Rizal.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan, ekonomi digital memiliki dampak berganda bagi pertumbuhan ekonomi RI. Oleh karena itu, industri yang berkaitan dengan pengiriman barang, telekomunikasi, dan perdagangan secara elektronik terus didorong.
”Indonesia di masa depan akan bergantung pada pemanfaatan digital dan kesiapan sumber daya manusia dalam transformasi ini,” kata Johnny di pembukaan Konvensi Nasional Pos dan Informatika di Jakarta, Rabu. (CAS/LKT/KRN/JUD/ERK)