JAKARTA, KOMPAS – Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Idham Azis memastikan Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri Komisaris Jenderal Firli Bahuri tidak perlu mengundurkan diri sebagai anggota Polri ketika dilantik sebagai ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, 20 Desember mendatang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2019 tentang KPK, Firli hanya perlu diberhentikan dari jabatan struktural di Polri.
“Anggota Polri yang memimpin KPK tidak harus mengundurkan diri sebagai anggota Polri. Tetapi, ia harus melepaskan jabatan struktural atau jabatan lainnya di organisasi kepolisian,” ujar Idham dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2019).
Hal itu merupakan tanggapan dari pertanyaan Ketua Komisi III Herman Hery. Menurut Herman, Polri perlu menjelaskan secara detail status Firli ketika dilantik sebagai pimpinan KPK, sebab saat ini ia baru saja meraih promosi sebagai Kepala Baharkam Polri. Di sisi lain, penjelasan Kepala Polri dibutuhkan untuk menghindari polemik di masyarakat.
Idham menjelaskan, aturan terkait kedudukan Firli yang tidak perlu mengundurkan diri sebagai anggota Polri tertuang dalam Pasal 29 UU KPK. Pasal itu tidak mengharuskan pimpinan KPK mengundurkan diri dari instansi asalnya.
Ia menjelaskan, sebelum Firli dilantik oleh Presiden Joko Widodo, 20 Desember nanti, Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi Polri akan melakukan mutasi untuk mengganti Firli di jabatan kepala Baharkam.
"Sebelum Pak Firli dilantik, kita akan mencari penggantinya. Karena tidak mungkin beliau merangkap jabatan,” ucapnya.
Seusai dilantik sebagai Kepala Baharkam Polri untuk menggantikan Komjen Condro Kirono, Selasa (19/11/2019) kemarin, Firli berkomitmen untuk berkerja secara maksimal, terutama untuk mempersiapkan sejumlah agenda utama keamanan Polri pada 2020, salah satunya Pemilihan Kepala Daerah serentak.
Ketika disinggung dirinya akan dilantik sebagai ketua KPK pada Desember nanti, Firli menekankan, fokus utamanya saat ini masih sebagai personel Polri. Ia pun menuturkan, masa tugas singkat sebagai Kepala Baharkam Polri tidak akan mengurangi keseriusannya untuk membantu program kerja Kepala Polri.
"Pekerjaan tidak bisa dilihat dari waktu (masa tugas), tetapi bagaimana kita melakukan sesuatu melalui proses dan hasilnya," katanya yang merupakan ketua KPK terpilih periode 2019-2023.
Loyalitas ganda
Pengajar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul fickar Hadjar mengatakan, UU No 19/2019 tentang KPK membawa berbagai dampak baru yang dulunya tidak diatur di dalam UU KPK yang lama. UU KPK baru membolehkan anggota Polri yang menjabat pimpinan KPK untuk tidak melepaskan statusnya sebagai personel Polri.
“UU KPK lama mewajibkan komisioner KPK melepaskan posisi dan statusnya dari institusi lain dengan tujuan supaya tidak terjadi konflik kepentingan. Namun, sekarang berubah karena polisi tetaplah anggota polisi sekalipun menjadi pimpinan KPK. Itu secara tidak langsung menempatkan KPK di bawah Polri,” kata Fickar.
Konflik kepentingan kemungkinan sulit dihindari bila Firli tidak melepas statusnya sebagai personel Polri. Karena bagaimana pun, lanjut Fickar, KPK semestinya menjadi penegak hukum yang independen dan bebas dari kepentingan apa pun di luar, termasuk yang terkait dengan institusi lain dan pemerintahan. Namun, dengan ketentuan baru di dalam UU KPK, independensi KPK itu menjadi sulit dijaga karena komisioner berasal dari unsur institusi lain yang tidak melepas status kepegawaian di tempat lama.
“Loyalitas ganda dikhawatirkan terjadi. Dengan skema UU KPK yang baru sekarang, komisioner tidak lagi ditempatkan sebagai penyidik dan penuntut. Bahkan, KPK sendiri diposisikan sebagai bagian dari pemerintah, dan tidak lagi murni penegak hukum. Keberadaaan dewan pengawas menjadi ciri dari kepanjangan tangan presiden atau pemerintah di tubuh KPK,” kata Fickar.
Dengan risiko konflik kepentingan itu, Fickar mengkhawatirkan di masa depan tidak akan lagi ditemui penangkapan terhadap menteri, gubernur, polisi, jaksa, dan pejabat tinggi, karena unsur kepentingan di dalam tubuh KPK sangat kuat, dan tangan pemerintahan berperan krusial sebagai dewan pengawas.