Monsinyur Martinus Dogma Situmorang bagaikan ”gembala” yang bekerja dengan kasih. Ia peduli dan mencintai umat yang digembalakannya. Kepergiannya menyisakan duka mendalam.
BANDUNG, KOMPAS— Dinginnya malam Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/11/2019), melingkupi kepergian Uskup Padang Monsinyur Martinus Dogma Situmorang. Lantunan doa bergema di Katedral Santo Petrus Bandung mengantar kepergiannya.
Pemimpin Gereja Katolik di Keuskupan Padang itu wafat pukul 21.38 di Rumah Sakit Borromeus, Bandung, Jawa Barat. Sempat menghadiri Sidang Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) di Bumi Silih Asih Keuskupan Bandung pada Senin (4/11), Situmorang dirawat intensif di RS Borromeus sejak Rabu (6/11) karena kesehatannya memburuk. Setahun terakhir, ketua KWI tahun 2006- 2012 itu berjuang melawan komplikasi berat pada organ hati.
Umat Katolik memadati Katedral Bandung saat misa requiem untuk menghormati dan mendoakan Monsinyur Situmorang yang digelar, Rabu (20/11), pukul 08.30. Misa dipimpin konselebran utama, Uskup Tanjungkarang Monsinyur Yohanes Harun Yuwono. ”Beliau (Situmorang) merupakan sosok yang penuh perhatian dan peduli,” kenang Monsinyur Yuwono.
Sebelum misa dimulai, silih berganti jemaat memberikan penghormatan terakhir kepada jenazah Situmorang yang disemayamkan di depan altar dalam peti putih. Jenazah dibawa ke Padang, kemarin sore, lalu disemayamkan di Gereja Katedral Santa Theresia, Padang. Umat Katolik di Padang juga silih berganti mendoakan dan memberi penghormatan terakhir. Pemakaman akan dilakukan pada Jumat (22/11).
Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit, atas nama pemerintah provinsi, menyampaikan turut berdukacita atas wafatnya Uskup Situmorang. ”Semoga almarhum diberikan tempat yang layak di sisi Tuhan Yang Maha Esa,” kata Nasrul melalui pesan tertulis.
Kasih
Situmorang dikenal sebagai pribadi penuh kasih. Fides per caritatem operatur atau iman yang bekerja lewat kasih, menjadi moto tahbisannya sebagai uskup, 36 tahun silam. Saat ditahbiskan, Situmorang merupakan uskup termuda yang diangkat di Indonesia, yakni pada usia 36 tahun.
Uskup Situmorang tidak berjarak dengan umatnya. ”Dia selalu mengunjungi umat di paroki secara bergantian, satu Minggu satu paroki. Tidak hanya di pusat kota, tetapi juga ke pelosok, baik jalur darat dengan mobil, sepeda motor, jalan kaki, maupun jalur laut dengan perahu. Jalan kaki, naik gunung berjam-jam berhari-hari, ditempuhnya,” kata Sekretaris Keuskupan Padang Pastor Fransiskus Aliandu.
Kedekatan dan kepedulian Uskup Situmorang diakui Patris Sanene (30), umat Katolik di Tuapejat, Sipora Utara, Kepulauan Mentawai. Uskup yang fasih berbahasa Mentawai itu bahkan turun tangan membantu korban gempa Sumbar pada 2009 serta saat tsunami di Mentawai pada 2010. Tidak hanya hadir berempati, tetapi juga aktif mencarikan bantuan bagi korban. (RTG/SEM/JOL)