Kebijakan Mutasi Jabatan Pimpinan Tinggi untuk Pemerataan
Pada 2019 ada 48,64 persen jabatan pimpinan tinggi (JPT) pratama belum memenuhi syarat sehingga menyebabkan kesenjangan kompetensi antardaerah. Pemerintah akan memutasi JPT melalui mekanisme manajemen talenta.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kajian Komisi Aparatur Sipil Negara pada 2019 menunjukkan 48,64 persen dari 18.469 aparatur sipil negara yang mengampu jabatan pimpinan tinggi atau JPT terkategori belum memenuhi syarat. Kondisi itu menyebabkan ada kesenjangan kompetensi JPT antardaerah sehingga dibutuhkan pemerataan.
Sejumlah posisi JPT di daerah ditempati oleh pejabat ASN yang tak memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan tugasnya. JPT terdiri dari tiga jenjang, yaitu JPT pratama atau yang dulu dikenal dengan eselon II, JPT madya (eselon I setara dengan direktur jenderal, sekretaris daerah provinsi), dan JPT utama (setara kepala lembaga atau badan).
Pemerintah mencoba memecahkan masalah itu dengan kebijakan mutasi JPT nasional. Hanya JPT yang punya kompetensi dan kapabilitas memadai yang akan ditawarkan untuk mutasi berbasis manajemen talenta tersebut.
Lembaga Administrasi Negara (LAN), Kamis (21/11/2019), merampungkan kajian kebijakan mutasi JPT nasional. Kajian itu memungkinkan aparatur sipil negara (ASN) yang menempati JPT dimutasi ke instansi lain, baik antardaerah maupun ke instansi pusat. JPT yang bisa dimutasi mencakup JPT utama, madya, dan pratama.
Pengaturan Mutasi JPT Nasional merupakan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Pasal 131 Ayat 6 regulasi itu menyebutkan, presiden berwenang mengisi JPT melalui mutasi pada tingkat nasional. Ketentuannya diatur kemudian dalam peraturan presiden (perpres).
”Ini menindaklanjuti perintah regulasi yang ada. Prosesnya kami awali dengan sebuah kajian,” kata Kepala Pusat Kajian Manajemen ASN LAN Hary Supriadi di Jakarta.
JPT utama mengisi posisi kepala lembaga non-pemerintahan, sedangkan JPT madya antara lain mengisi posisi sekretaris jenderal kementerian, deputi, direktur jenderal, dan sekretaris daerah provinsi. Adapun JPT pratama antara lain menempati posisi direktur, kepala biro, kepala balai besar, dan kepala dinas.
Kebijakan mutasi dilatarbelakangi persoalan disparitas pembangunan antardaerah, fragmentasi birokasi, dan silo mentality dari ASN. Silo mentality adalah sikap pandang yang terkotak-kotak dan cenderung ego sektoral dari ASN. Itu mengakibatkan peran ASN sebagai perekat dan pemersatu bangsa kurang berjalan optimal.
Selain itu, Hary mengungkapkan, ada kesenjangan atau disparitas kompetensi JPT sehingga dibutuhkan pemerataan melalui kebijakan mutasi JPT nasional. Mutasi atau rotasi nantinya bukan yang banyak ditemui pada umumnya, melainkan berdasarkan konsep manajemen talenta.
Ada kesenjangan atau disparitas kompetensi JPT sehingga dibutuhkan pemerataan melalui kebijakan mutasi JPT nasional.
Manajemen talenta merupakan salah satu komponen utama dalam paradigma manajemen sumber daya manusia (SDM) yang diintegrasikan dengan tujuan strategis organisasi. Kebijakan mutasi JPT nasional itu merupakan bagian dari konsep manajemen talenta.
”Salah satu metode yang digunakan dalam konteks ini adalah tahapan-tahapan manajemen SDM mulai dari perekrutan talenta, pengembangan talenta, pemeliharaan talenta, dan penempatan talenta pada jabatan target,” katanya.
Hary menegaskan, hanya JPT yang punya kompetensi dan kapabilitas memadai yang akan ditawarkan untuk mutasi. Dalam konsep manajemen talenta nasional, JPT yang berkompeten masuk dalam kategori pool 9 (berkompeten).
Mekanisme mutasi JPT nasional itu dimulai dari analisis kebutuhan mutasi. Analisis kebutuhan mutasi JPT nasional mempertimbangkan kinerja organisasi, sasaran percepatan pembangunan, dan permintaan dari pemerintah pusat atau daerah.
Apabila kinerja organisasi dipandang perlu ditingkatkan, semisal, dalam capaian opini laporan keuangan yang rendah, maka tim nasional yang akan dibentuk kemudian akan mempertimbangkan untuk mencari JPT yang memiliki kompetensi meningkatkan laporan keuangan organisasi itu.
Mekanisme mutasi dapat pula dilakukan secara bottom up atau dari atas ke bawah. Dalam artian, organisasi yang memerlukan posisi JPT yang dirasa dapat meningkatkan kinerjanya mengusulkan kepada Tim Manajemen Talenta ASN untuk dicarikan JPT yang sesuai.
Setelah menganalisis kebutuhan, tahap berikutnya adalah seleksi talenta. Pada tahap ini JPT yang masuk pool 9 ditawarkan untuk mutasi dan menempati jabatan critical atau prioritas. Penetapan jabatan critical dilakukan secara berkala oleh Tim Manajemen Talenta ASN. Jabatan critical merupakan jabatan yang perlu segera diisi JPT yang berkompeten.
Apabila kandidat JPT sudah ditemukan, akan masuk tahap penempatan talenta. JPT terpilih akan memulai tugas di instansi tujuan selama tiga tahun. Evaluasi akan dilakukan setelah tiga tahun.
Jika dalam evaluasi hasilnya memuaskan, JPT yang bersangkutan akan kembali ditawarkan untuk memperpanjang mutasi. Hal itu akan disertai sejumlah penghargaan, termasuk kenaikan pangkat atau promosi.
Insentif
Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) Setiawan Wangsaatmaja menekankan, potensi ego sektoral kerap kali menjadi kendala pengimplementasikan kebijakan itu. Selain itu, banyak ASN yang enggan untuk dimutasi.
Oleh karena itu, pemerintah bakal merancang sejumlah langkah antisipasi. Langkah antisipasi tersebut bisa berupa penyetaraan tunjangan kinerja pada instansi pemerintah, tempat ASN sebelumnya berasal.
”Pemerintah juga akan menyiapkan penambahan insentif 20 persen dari total gaji pokok dan tunjangan kinerja. Fasilitas seperti rumah dan kendaraan dinas serta bantuan komunikasi juga diharapkan bisa menarik minat ASN untuk mengikuti kebijakan itu,” kata Setiawan.
Pemerintah juga akan menyiapkan penambahan insentif 20 persen dari total gaji pokok dan tunjangan kinerja. Fasilitas seperti rumah dan kendaraan dinas serta bantuan komunikasi juga diharapkan bisa menarik minat ASN untuk mengikuti kebijakan itu.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto menyambut baik kebijakan mutasi JPT nasional. Menurut Agus, kebijakan itu akan memaksa ASN di tingkat pusat untuk memiliki sensitivitas kondisi birokrasi di daerah.
ASN pusat yang dimutasi ke daerah akan memiliki empati sehingga ada prinsip kehati-hatian dalam membuat kebijakan untuk daerah. ”Selama ini banyak keluhan di daerah bahwa pengambil kebijakan di pusat tidak mengerti bagaimana dinamika pemerintahan di daerah,” kata Agus.