Milenial di Sekeliling Presiden Jokowi, Ide Segar Dinantikan
Presiden Joko Widodo menunjuk tujuh anak muda sebagai Staf Khusus Presiden. Penunjukan milenial diharapkan bukan sekadar pencitraan. Mereka diharapkan diberi peran nyata untuk bisa berkontribusi.
Oleh
ANITA YOSSIHARA/SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menunjuk tujuh anak muda atau bagian dari generasi milenial sebagai Staf Khusus Presiden. Mereka diharapkan bisa memberikan gagasan-gagasan segar yang inovatif kepada Presiden. Penunjukan mereka pun dinilai sebagai ujian bagi generasi milenial untuk bisa berkontribusi menciptakan perubahan nyata bagi negara.
Presiden mengenalkan anak-anak muda itu di beranda Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (21/11/2019). Ketujuh staf khusus tersebut:
1. Adamas Belva Syah Devara
Pria berusia 29 tahun ini meraih gelar master dari Harvard University dan Stanford University. Ia merupakan pendiri sekaligus CEO Ruang Guru.
2. Putri Indahsari Tanjung
Putri merupakan lulusan Academy of Art di San Fransisco, Amerika Serikat. Putri yang juga anak dari konglomerat Chairul Tanjung merupakan CEO Creativepreneur Event Creator dan CBO Kreavi.
3. Andi Taufan Garuda Putra
Andi yang berusia 32 tahun merupakan lulusan Harvard Kennedy School. Ia dikenal bergerak di dunia entrepreneur dan banyak meraih penghargaan atas inovasinya, termasuk atas kepeduliannya terhadap sektor-sektor usaha mikro, kecil, dan menengah. Ia juga merupakan CEO salah satu lembaga keuangan mikro PT Amartha.
Wanita berusia 36 tahun ini merupakan salah satu anak muda yang memiliki misi mulia untuk merekatkan persatuan di tengah kebinekaan. Ia merupakan pendiri sekaligus mentor lembaga SabangMerauke. Ia meraih gelar MBA dari Duke University di Amerika Serikat.
5. Gracia Billy Yosaphat Mambrasar
Putra tanah Papua berusia 31 tahun ini merupakan lulusan S-2 Australian National University (ANU) dan kini tengah menempuh pendidikan master lainnya di Oxford University. Presiden menilai Billy merupakan talenta hebat tanah Papua yang diharapkan akan memberikan kontribusi berupa gagasan inovatif dalam membangun tanah Papua. Billy merupakan CEO Kitong Bisa.
6. Angkie Yudistia
Perempuan berusia 32 tahun ini adalah anak muda penyandang disabilitas yang aktif bergerak di sosiopreneur melalui Thisable Enterprise yang didirikannya. Aktif sebagai anggota Asia-Pacific Federation of the Hard of Hearing and Deafened dan anggota International Federation of Hard of Hearing Young People. Secara khusus, Presiden Jokowi meminta Angkie untuk menjadi juru bicara Presiden di bidang sosial.
7. Aminuddin Ma’ruf
Aminuddin merupakan santri muda berusia 33 tahun. Ia pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) periode 2014-2016. Presiden Jokowi secara khusus akan menugasi Aminuddin berkeliling ke pesantren untuk menebar gagasan dan inovasi baru. Presiden Jokowi yakin pesantren akan melahirkan talenta-talenta hebat untuk memajukan bangsa.
”Ketujuh anak muda ini akan menjadi teman diskusi saya, harian, mingguan, bulanan. Memberikan gagasan-gagasan segar yang inovatif sehingga kita bisa mencari cara-cara baru, cara-cara yang out of the box, yang melompat untuk mengejar kemajuan negara,” kata Presiden Jokowi.
Selain itu, para staf khusus milenial itu diharapkan akan menjadi jembatan antara Presiden dan anak-anak muda, santri muda, hingga diaspora yang tersebar di berbagai tempat.
”Saya yakin dengan gagasan-gagasan segar dan kreatif untuk membangun negara ini. Kita akan lihat nanti gagasan-gagasan itu apakah bisa diterapkan dalam pemerintahan,” tuturnya.
Ujian milenial
Peneliti Departemen Politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai, penunjukan staf khusus dari milenial itu menunjukkan Presiden melihat kondisi dan tantangan ke depan yang kian berat. Untuk itu, dibutuhkan pendekatan dan inisiatif baru dari anak-anak muda.
”Saya kira Presiden memberikan tempat bagi anak-anak muda yang inovatif dan kreatif untuk berkontribusi dalam merumuskan kebijakan publik. Ini tantangan bagi leadership anak-anak muda karena posisi staf khusus akan menjadi ujian untuk melihat apakah milenial mampu memberikan perubahan yang berarti bagi publik atau tidak,” ujarnya.
Jika dalam perjalanannya mereka tak mampu melewati ujian itu, Presiden harus berani mengevaluasinya. ”Saya kira Presiden harus berani melakukan evaluasi apabila kinerja para staf khusus dari anak muda di luar ekspektasi,” katanya.
Sebaliknya, penunjukan staf khusus dari milenial diharapkan bukan sekadar pencitraan untuk menunjukkan Presiden memerhatikan milenial. ”Kita berharap pemberian posisi tersebut bukan lips service saja. Mereka harus diberikan peran dan dilihat apakah mampu,” katanya menegaskan.