Takjub dengan Seruan dari Dalam Tubuh
Kekecewaan, amarah, dan protes kepada penguasa diungkapkan seniman Ery Mefri dalam bentuk koreografi "Himbauan Suara Tubuh” yang ditampilkan pada Kaba Festival 2019 di Padang, Sumatera Barat.
Sesosok tubuh samar menampakkan diri di tengah kabut. Perlahan dan pasti, dia mendekati tambua tansa, yaitu gendang tradisional Minangkabau. Ia terlihat berupaya menyimak suara tubuh. Gejolak dari dalam tubuh lantas disampaikan lewat gerakan tubuh dan ketukan pada gendang yang memikat.
Satu per satu sosok lain berdatangan. Mereka memiliki kegelisahan yang sama. Gerakan dan suara yang disampaikan mengesankan kekecewaan dan kemarahan. Tubuh-tubuh itu menyeru lantang dan tegas, tetapi secara halus dan indah.
Demikian sepenggal koreografi yang ditampilkan Nan Jombang Dance Company, Jumat (1/11/2019) malam. Tarian berjudul Himbauan Suara Tubuh dari tuan rumah menutup hari pertama Kaba Festival 6 yang dihelat 1-3 November 2019 di Ladang Tari Nan Jombang, Balai Baru, Padang, Sumatera Barat.
Kaba Festival merupakan agenda tahunan yang diselenggarakan Nan Jombang Dance Company dan Komunitas Galombang Minangkabau. Tahun ini, Kaba Festival didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation, Galeri Indonesia Kaya, Ita Djamar, Lita Legowo, dan Khairul Jasmi. Sejumlah media lokal di Sumbar turut berkontribusi sebagai mitra media.
Selama lebih kurang 40 menit, penonton dibuat takjub oleh koreografi itu. Gerakan-gerakannya dinamis. Suara yang diperdengarkan tubuh lima penari itu seolah menggambarkan kejujuran yang terdalam. Sesaat pun tak dibiarkan mata penonton kehilangan momen.
”Saya ingin memperlihatkan bahwa pencitraan adalah gambaran kebodohan. Suara tubuh itulah yang mengatakan bahwa sudah waktunya kita memperlihatkan kecerdasan anak Minangkabau,” kata Ery Mefri, koreografer Himbauan Suara Tubuh.
Karya itu merupakan ungkapan kecewa, marah, dan protes Ery kepada penguasa. Menurut dia, terlalu banyak pencitraan di negeri ini, termasuk di Minangkabau. Ia menilai wadah kesenian yang dibentuk pemerintah daerah hanya mengayomi segelintir kelompok, sementara kelompok-kelompok lain terpinggirkan.
Oi, rajo nan bakuaso. Cadiak dek karano basipakak. Bakuaso dek karano basibanak. Tantangan bana dek ranah nan ko (Wahai raja yang berkuasa. Cerdik karena tak mau mendengarkan. Berkuasa karena bersikap masa bodoh. Rintangan bagi ranah ini).
Secara tersirat, kegundahan itu disampaikan lewat gerakan dan suara. Anggota tubuh dan pakaian, mulai dari telapak tangan, badan, hingga celana galembong, menjadi media penyampai suara. Suara-suara juga disampaikan melalui ketukan naik turun tambua tansa.
Sesekali, protes disampaikan lewat pesan-pesan kias oleh para penari. ”Oi, rajo nan bakuaso. Cadiak dek karano basipakak. Bakuaso dek karano basibanak. Tantangan bana dek ranah nan ko (Wahai raja yang berkuasa. Cerdik karena tak mau mendengarkan. Berkuasa karena bersikap masa bodoh. Rintangan bagi ranah ini).”
Sebagaimana karya Ery terdahulu, Himbauan Suara Tubuh tidak menggunakan musik pengiring. Musik dalam pertunjukan dihasilkan oleh para penari. Ini prinsip yang ditemukan Ery dalam perjalanan selama berkesenian, teriakan kesakitan tubuh tidak mungkin disuarakan oleh orang lain.
”Saya ingin bicara melalui gerak dan musik. Saya tidak bisa bersuara melalui kata-kata yang baik karena suara saya selalu nakal dan kejam,” kata Ery yang juga pemimpin Nan Jombang Dance Company.
Himbauan Suara Tubuh merupakan karya work in progress atau belum selesai. Karya ini direncanakan memiliki durasi 75 menit dengan tujuh penari.
Selain suguhan dari Nan Jombang Dance Company, Kaba Festival 6 juga menampilkan 10 karya dari kelompok lain, baik dari Sumbar, daerah lain Nusantara, maupun mancanegara. Dari Sumbar, ada tari piring tradisi dari Sasaran Silek Lapau Manggih (Padang), randai dari Sanggar Mustika Minang Duo (Pariaman), Takdir dari Marya Danche (Satampang Baniah) (Padang), Tuduang Duo dari Komunitas Tari Galang (Padang), dan Air Mata Gugat dari Impessa Dance Company (Padang).
Sementara itu, dari Nusantara, ada tari srimpi gondokusumo dari Griya Tari Widyarini (Jakarta), X dari Ayu Permata Dance Company (Yogyakarta), dan Serupaku dari Tankcer Dance Studio (Tanjung Pinang, Kepulauan Riau). Dari mancanegara ada suguhan Anuuuuuuuuuuuuu dari Suhaimi Magi dan Suhairin Kadir (Malaysia) serta Aku adalah Dia dari Suhaimi Magi dan Fahezul Azri (Malaysia).
Seni tradisi
Berbeda dengan beberapa edisi terakhir, Kaba Festival 6 juga menampilkan kesenian tradisi. Festival dibuka dengan dua seni tradisi, yaitu tari srimpi gondokusumo oleh Griya Tari Widyarini dan tari piring tradisi oleh Sasaran Silek Lapau Manggih. Festival ditutup oleh Sanggar Mustika Minang Duo yang menampilkan seni tradisi randai.
Tari srimpi gondokusumo disuguhkan secara apik oleh empat penari perempuan. Gerakan tangan, badan, kepala, dan kaki para penari sangat halus dan tenang, tetapi berenergi. Lewat gerakannya, para penari hendak berbicara tentang keindahan adab dan keluhuran budi. Sibakan selendang dan taburan kembang melati menyempurnakan keindahan tarian yang biasanya ditampilkan di hadapan Raja Keraton Solo itu.
”Gerakan halus itu sesuai dengan karakteristik orang Jawa yang punya unggah ungguh (sopan santun dalam sikap dan perilaku). Ada kehalusan, ada tata krama. Di Jawa, sopan santun sangat diutamakan. Gerakan halus sebenarnya diambil dari hal itu. Seseorang harus santun dan saling menghormati,” kata pelatih tari itu, Nuk Sri Lestari.
Adapun tari piring ditampilkan dua penari laki-laki dengan energik. Meski tak lepas dari kesan maskulin, lambaian tangan dan rentak kaki penari tetap indah. Tarian diiringi alat musik tradisional pupuik gadang, talempong, dan tambua tansa yang dimainkan lima orang.
Direktur Kaba Festival Angga Djamar menjelaskan, pada tahun-tahun sebelumnya, kesenian tradisi sebenarnya juga tampil di Kaba Festival. Namun, beberapa edisi terakhir, kesenian tradisi lebih banyak tampil di Festival Nan Jombang Tanggal 3. Festival yang dihelat tanggal 3 setiap bulan itu memang kanal khusus pertunjukan kesenian tradisi.
”Tahun ini menampilkan tari tradisi sebagai peringatan 36 tahun Nan Jombang Dance Company. Nan Jombang (adalah kelompok seni kontemporer) berbasis tradisi,” kata Angga. Nan Jombang Dance Company terbentuk pada 1 November 1983.
Hal senada dikatakan Ery. Kesenian tradisi selalu mendapat tempat di Nan Jombang Dance Company karena 90 persen kesenian kontemporer berakar dari kesenian tradisi. Tak ada alasan untuk melupakan kesenian tradisi.
Ajang unjuk gigi
Kaba Festival 6 juga fokus menampilkan tari. Festival ini sebelumnya juga mementaskan musik dan teater, selain tari. Menurut Angga, ini bentuk apresiasi terhadap para penari.
Angga menjelaskan, banyak potensi kreatif penari di Indonesia, khususnya di Sumbar, dan itu harus dimunculkan. Kaba Festival menjadi ajang untuk menyampaikan ”kaba” atau kabar akan keberadaan para penari itu kepada dunia.
”Tahun ini, kami kedatangan dua produser dari Esplanade-Theatres on the Bay, Singapura. Di sini, para penari akan berkompetisi dalam konteks positif. Proses mereka berpesta di kaba festival, ketika ada yang tertarik, mereka akan diundang. Ketika belum, proses akan terus berlanjut,” ujar Angga.
Boleh dibilang, Kaba Festival merupakan ajang pentas tahunan bagi penari, karya koreografi, serta audisi bagi seniman itu untuk meningkat ke tataran pentas tari internasional.