Konsumen Indonesia mengkhawatirkan kondisi perekonomian, keseimbangan hidup, pemanasan global, kesehatan, dan kestabilan politik. Konsumen juga semakin sedikit menabung dana cadangan.
JAKARTA, KOMPAS — Indeks Kepercayaan Konsumen Indonesia, berdasarkan survei The Conference Board dan Nielsen, sebesar 123 pada triwulan III-2019. Kendati masih masuk kategori optimistis, skor itu turun tiga poin dibandingkan dengan triwulan II-2019.
Poin tersebut menempatkan Indonesia di urutan keempat dari 64 negara paling optimistis. Pada triwulan-triwulan sebelumnya, setidaknya dalam lima tahun terakhir, Indonesia berada di posisi 2 atau 3 daftar negara paling optimistis.
Sebaliknya, posisi Vietnam naik ke peringkat 3 dengan perolehan skor Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) 128 atau naik 5 poin dibandingkan dengan triwulan II-2019.
Managing Director Nielsen Indonesia Agus Nurudin, Rabu (20/11/2019), di Jakarta, menjelaskan, penurunan IKK di Indonesia disebabkan persepsi konsumen terhadap kondisi keuangan pribadi dan kesiapan belanja dalam 12 bulan mendatang, masing-masing turun 4 poin menjadi 76 persen dan 57 persen, dibandingkan dengan triwulan II-2019. Adapun keyakinan terhadap prospek lapangan kerja turun menjadi 69 persen.
Lembaga riset nirlaba The Conference Board bekerja sama dengan Nielsen menggelar Global Consumer Confidence Survey. Survei digelar secara dalam jaringan pada September 2019 terhadap lebih dari 32.000 responden pengguna internet di 64 negara.
Perihal kenaikan skor IKK Vietnam, Agus menduga dipengaruhi upaya Vietnam dalam menjawab tantangan perekonomian global. Ia mencontohkan, Vietnam mengambil peluang relokasi pabrik sebagai dampak perang dagang Amerika Serikat-China.
Survei itu menempatkan India di peringkat 1 dengan skor IKK 135 atau turun 3 poin dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Filipina di posisi 2 dengan skor IKK 131 atau naik 1 poin dibandingkan dengan triwulan II-2019.
”Kekhawatiran utama konsumen Indonesia adalah kondisi perekonomian, diikuti cara menata keseimbangan hidup, pemanasan global, kesehatan, dan terakhir, kestabilan politik. Faktor kesehatan ini salah satunya dipicu wacana kenaikan iuran jaminan sosial kesehatan,” ujar Agus.
Berdasrkan hasil survei, pada triwulan III-2019, semakin sedikit konsumen yang menggunakan dana cadangan mereka untuk menabung. Hal ini, menurut Agus, bukan karena orang Indonesia tidak suka menabung, melainkan jumlah uang kas dan dana cadangan tidak banyak.
”Ada kemungkinan harga barang belanjaan naik akibat menyesuaikan terhadap inflasi,” ujarnya.
Pada triwulan III-2019, konsumen Indonesia mengurangi belanja pakaian, hiburan keluar rumah, menunda memperbarui gawai ataupun produk elektronik, dan liburan. Konsumen juga berusaha menghemat listrik dan gas, serta tidak mengganti perabotan rumah.
Dia menambahkan, secara global memang tidak semua negara yang jadi target survei mengalami kenaikan IKK. Penyebab utamanya, kekhawatiran terhadap pelemahan pertumbuhan ekonomi global.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi RI pada triwulan III-2019 sebesar 5,02 persen.
Penjualan ritel
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey menyebutkan, gejala pelambatan pertumbuhan konsumsi pada 2019 terjadi di kelompok menengah ke bawah. ”Masyarakat yang tergolong kelompok menengah ke bawah paling banyak jumlahnya. Pelambatan ini disebabkan tidak optimalnya pendapatan sebagai sumber konsumsi,” katanya di Jakarta, Rabu.
Roy memaparkan, pertumbuhan penjualan pada triwulan II-2019 sebesar 7-7,5 persen secara tahunan, sedangkan pada triwulan III-2019 sekitar 6 persen. Pada triwulan II-2018, pejualan ritel tumbuh 10-11,5 persen secara tahunan.
Ia memperkirakan, penjualan ritel tumbuh 10-11 persen pada triwulan IV-2019 sehingga pertumbuhan tahun ini 8 persen secara tahunan.
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menyatakan, dana desa dapat menjadi solusi untuk meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat menengah ke bawah. ”Namun, kebijakan pemanfaatan dana desa sebaiknya diserahkan kepada pemerintah setempat karena lebih paham kebutuhan aktualnya,” katanya.
Dana desa, tambah Faisal dan Roy, mesti berorientasi pada pemberdayaan ekonomi.