Memutuskan menikah dan berkeluarga perlu perencanaan matang. Keputusan pemerintah memperkuat konseling pranikah melalui sertifikasi diharapkan efektif mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Oleh
Deonisia Arlina
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Memutuskan menikah dan berkeluarga perlu perencanaan yang matang. Keputusan pemerintah memperkuat konseling pranikah melalui sertifikasi diharapkan bisa menjadi pintu masuk yang efektif untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, tujuan sertifikasi pranikah bisa terwujud apabila dilakukan dengan benar. Persiapan yang matang dalam penyusunan modul dan materi pun diperlukan agar nilai-nilai esensial yang diberikan kepada calon pengantin bisa diterima secara menyeluruh.
”Keterpaduan lintas sektor menjadi kunci keberhasilan meraih makna sertifikat pranikah. Sertifikat ini pada dasarnya untuk menyiapkan pembentukan keluarga. Jadi, dipersiapkan dari segala aspek agar setiap keluarga bisa mencetak generasi yang unggul,” kata Hasto di Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Menurut Hasto, setidaknya ada 10 materi penting dalam rencana berkeluarga yang diusulkan oleh BKKBN untuk kursus pranikah. Materi itu antara lain menyangkut pentingnya imunisasi pranikah, merencanakan kehamilan yang sehat dan menghitung masa subur, mengenali stres terhadap kehamilan, serta merawat 1.000 hari pertama kehidupan anak.
Direktur Bina Kantor Urusan Agama (KUA) dan Keluarga Sakinah Kementerian Agama Mohsen menambahkan, sertifikat perkawinan dengan konseling bagi calon pengantin (catin) selama ini sudah dilakukan di KUA meski belum mencakup seluruh catin. Dari sekitar 2 juta calon yang terdaftar, hanya 7-10 persen yang mendapat bimbingan.
Negara punya kewajiban memfasilitasi pembinaan bagi setiap catin (calon pengantin).
”Jika sertifikasi ini jadi kewajiban, ada konsekuensi yang lebih besar terkait intervensi dalam afirmasi anggaran. Selama ini bimbingan belum bisa mencakup seluruh catin karena keterbatasan anggaran. Meski begitu, negara punya kewajiban memfasilitasi pembinaan bagi setiap catin,” ucapnya.
Salah satu alasan pentingnya konseling pranikah lebih digalakkan lagi, tambah Mohsen, karena angka perceraian yang semakin tinggi. Perceraian ini biasanya disebabkan ketidaksiapan pasangan dalam membina rumah tangga.
Berdasarkan data Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, tingkat perceraian Indonesia pada 2018 sebanyak 419.268 pasangan. Dari jumlah itu, 307.778 perceraian diajukan perempuan. Alasan penyebab perceraian, antara lain, tidak harmonis, salah satu pihak dinilai tidak bertanggung jawab, ekonomi, pihak ketiga, dan cemburu.
Deputi VI Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Ghafur Akbar Dharma Putra menuturkan, saat ini pemerintah masih membahas materi dan sistem yang akan diberikan dalam konseling pranikah. Semua pihak akan memberikan masukan dari berbagai aspek, mulai dari sosiologis, psikologis, biologis, dan agamais.
”Sesuatu yang terburu-buru kalau tidak dipersiapkan dengan baik, hasilnya tidak akan baik. Pemerintah benar-benar mempersiapkan sertifikasi bimbingan perkawinan ini supaya menjadi suatu kebutuhan bagi setiap calon pengantin. Keluarga yang dibentuk diharapkan memiliki ketahanan yang kuat,” katanya.