Tim dayung Indonesia menyimpan kenangan manis ketika meloloskan Memo dan Dewi Yuliawati ke Olimpiade Rio 2016. Mereka ingin mengulang itu, dengan menjadikan SEA Games sebagai batu loncatan ke kualifikasi Olimpiade 2020.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·4 menit baca
Matahari bersinar terik di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jabar, Selasa (12/11/2019). Meski hawa terasa panas, atlet-atlet rowing giat berlatih. Pagi itu, pedayung Ihram dan kawan-kawan melahap menu latihan daya tahan dan kekuatan tubuh dengan berlatih ergometer selama satu jam. Latihan dilanjutkan di air dengan mengayuh dayung sejauh 12-24 kilometer.
Biasanya, setelah latihan di air, atlet istirahat selama 3-4 jam. Setelah itu, mereka berlatih kekuatan, keseimbangan, dan daya tahan tubuh, dengan latihan beban. Latihan tim rowing dijalani di area yang sama dengan tim kano, kayak, dan perahu naga, yang juga sedang bersiap tampil di SEA Games 2019. Tim rowing berlatih sejak Januari 2019 bersama pelatih M Hadris dan Agus Budiaji.
Hadris menjelaskan, banyak hal berbeda pada penyelenggaraan pesta olahraga antar negara se-Asia Tenggara tahun ini dengan SEA Games sebelumnya. Perbedaan itu misalnya, cabang dayung akan dimainkan di perairan terbuka yang menawarkan tantangan berupa angin dan gelombang.
Selain itu, jumlah nomor yang dilombakan juga berkurang. Di Singapura 2015, Indonesia menjadi juara umum setelah mengantongi 8 emas, 6 perak, dan 4 perunggu. Saat itu, sebanyak 15 nomor lomba rowing dimainkan. Kini, SEA Games hanya memainkan enam nomor rowing, terdiri dari tiga nomor putra dan tiga putri. Sementara pada 2017, dayung tak dimainkan oleh tuan rumah Malaysia.
Dengan perubahan itu, Hadris menjelaskan, cabang rowing tidak mau terlalu muluk-muluk dalam menetapkan target prestasi. “Sejak 2013, kami selalu menjadi juara umum. Tahun ini, kami tidak menargetkan menjadi juara umum karena banyak nomor andalan kami tidak dimainkan, seperti nomor rowing dengan empat pedayung dan delapan pedayung putra. Target kami tahun ini bisa dapat satu emas, atau kalau ada kejuatan meraih dua emas,” katanya, di sela-sela latihan.
Hadris menjelaskan, meski tidak memasang target tinggi, SEA Games 2019 tetap penting karena menjadi evaluasi akhir tahun tim dayung Indonesia. Pesta olahraga antar negara se-Asia Tenggara itu juga dijadikan sebagai persiapan menghadapi kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020 yang akan berlangsung pada April 2020 di Chungju, Korea Selatan.
Menurut Hadris, kebanggaan tampil di Rio de Janeiro 2016 masih berbekas. “Itulah olahraga, kalau kita bisa mendapatkan prestasi selanjutnya harus meningkatkan atau setidaknya mempertahankan prestasi. SEA Games menjadi bagian persiapan kita menuju Olimpiade 2020,” ujarnya.
Pengurangan nomor
Pengurangan nomor lomba di SEA Games 2019 membuat pedayung andalan Indonesia, Memo, tidak bisa berlomba karena nomor andalanya yaitu single skulls putra (M1X) tidak dimainkan. Di Filipina, nomor lomba yang dimainkan hanya kelas ringan, untuk pedayung dengan berat badan di bawah 72,5 kilogram. Memo tidak diturunkan karena berat badanya lebih dari 80 kilogram.
“Kami tidak mau memaksa Memo diet karena nanti hilang semua kekuatan otot tubuhnya. Selain itu, diet membuat atlet sulit konsentrasi dalam latihan dan kejuaraan,” kata Hadris.
Pengurangan nomor lomba juga membuat tim dayung harus merombak susunan atlet. Susunan atlet yang mengisi kelas rowing delapan pedayung putra (M8+), misalnya, harus dibongkar. Padahal, kelas ini sangat kuat di tingkat Asia, dibuktikan dengan meraih medali emas Asian Games 2018.
Ihram, yang sebelumnya mengisi kelas M8+, kemudian dipasangkan dengan pedayung Mahendra Yanto. Mereka akan bermain pada kelas ringan double skulls putra (LM2X). Skulls merupakan nomor lomba rowing di mana atlet memegang dua dayung, masing-masing di tangan kiri dan kanan.
Ferdiansyah, yang sebelumnya juga memperkuat tim delapan, dipasangkan dengan Denri Maulidzar al Ghiffari untuk bermain pada kelas ringan dua pedayung putra (LM2-). Pada nomor ini, setiap atlet hanya memegang satu dayung. Salah satu atlet mengayuh dayung di sebelah kanan, satu atlet lainnya mengayuh dayung di sebelah kiri sehingga perahu bisa meluncur dengan sempurna.
Susunan pemain pada nomor LM2X dan LM2- diharapkan bisa meraih medali emas. Keyakinan itu muncul karena Oktober lalu, Ferdiansyah dan Denri meraih medali emas di Kejuaraan Rowing Asia 2019. Di ajang yang sama, Ihram dan Mahendra meraih perunggu. Meski gagal menjadi yang tercepat, Ihram dan Mahendra sukses mengalahkan lawan-lawan dari Asia Tenggara.
Pedayung Ihram mengatakan, di tingkat Asia Tenggara persaingan dikuasai oleh Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand. Indonesia unggul karena menguasai teknik yang bagus sehingga bisa menunjang daya luncur perahu. Sementara negara lainnya mendominasi berkat fisik prima.
“Pola makan juga mempengaruhi. Atlet-atlet Thailand dan Vietnam banyak makan sayuran, sementara di Indonesia kebanyakan makanan berminyak sehingga kurang bagus untuk membangun fisik,” ujarnya.
Ihram merupakan pedayung senior asal Wakatobi, Sultra, yang sudah bergabung dengan pelatnas sejak 2011. Menurut Ihram, keberhasilan tim dayung Indonesia tampil di Olimpiade 2016 dan beberapa kali menjadi juara umum SEA Games tidak lepas dari pola pembinaan jangka panjang.
“Sejak 2011 pola pembinaan berjalan berkelanjutkan sampai sekarang. Saat cabang olahraga lainnya break pelatnas, kami lanjut terus,” ujar ayah dengan satu anak itu.
Menurut Hadris, Ihram merupakan salah satu kandidat yang dipersiapkan tampil di Olimpiade 2020. Ihram akan bermain pada kelas dua pedayung putra. Saat ini, pelatih sedang menyeleksi pasangan paling tepat untuk Ihram. “Kalau hasil SEA Games bagus, Ihram bisa bermain dengan Mahendra untuk kualifikasi Olimpiade. Tetapi, kalau kurang bagus akan kami cari penggantinya,” kata Hadris.