JAKARTA, KOMPAS— Kekhawatiran bahwa rencana amendemen UUD 1945 akan menjadi bola liar dan melebar ke mana-mana terbukti. Saat ini muncul wacana untuk mengevaluasi masa jabatan presiden dan wakil presiden dengan dalih agar program pembangunan bisa berkesinambungan.
Selain itu, muncul pula gagasan untuk mengembalikan pemilihan presiden dan wapres dilakukan secara tidak langsung melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Padahal, wacana paling pokok dalam amendemen konstitusi adalah untuk menghidupkan kembali haluan negara dan mengembalikan kewenangan MPR untuk menetapkan haluan negara.
Usulan-usulan yang bersifat informal itu bermunculan meski belum disampaikan dalam forum-forum resmi terkait amendemen UUD 1945. Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019), mengatakan, ada tiga opsi yang berkembang soal masa jabatan presiden dan wapres.
Pertama, tetap seperti yang berlaku sekarang pada Pasal 7 UUD 1945, yaitu presiden dan wapres memegang jabatan selama lima tahun untuk satu periode dan maksimal menjabat 10 tahun atau dua periode. Kedua, presiden dan wapres bisa menjabat sampai tiga periode berturut-turut atau maksimal 15 tahun. Ketiga, masa jabatan presiden dan wapres dalam satu periode diperpanjang menjadi tujuh hingga delapan tahun.
”Kalau yang saya tangkap, bagi pendukung Presiden Jokowi, tentu ingin memberi kesempatan kepada Pak Jokowi untuk menuntaskan semua pembangunan program infrastrukturnya. Yang pasti, PPP tidak berpikir bahwa memperpanjang masa jabatan itu akan membawa kebaikan pada kondisi berdemokrasi dan regenerasi kepemimpinan di negara ini,” kata Arsul.
Wacana mengubah aturan masa jabatan itu kembali mengemuka saat pimpinan MPR bertemu perwakilan Pengurus Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi), Rabu (20/11). Saat itu, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid mengatakan, ada wacana mengubah masa jabatan presiden dan wapres yang diusulkan sejumlah anggota fraksi di MPR. Hidayat tidak menyebut fraksi yang dimaksud.
Ketua Fraksi Partai Gerindra di MPR Ahmad Riza Patria membenarkan, belakangan muncul berbagai usulan dari anggota MPR secara perorangan. Tidak hanya mengubah masa jabatan, muncul juga usulan mengembalikan pemilihan presiden secara tidak langsung melalui MPR.
Menyeluruh
Usulan-usulan yang berkembang itu menunjukkan, wacana amendemen melebar dari intensi awal, yaitu terkait haluan negara. Belakangan, berkembang usulan amendemen menyeluruh yang diwacanakan oleh Fraksi Partai Nasdem. Usulan itu bahkan dilembagakan dalam bentuk rekomendasi keputusan Kongres Ke-II Partai Nasdem, 8-11 November. Ketua Umum Partai Nasdem saat menerima kunjungan pimpinan MPR pada 13 November 2019 menjelaskan secara eksplisit mengenai hal tersebut.
Meski demikian, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ahmad Basarah menegaskan, melihat kondisi dan preseden selama ini, ia pun sangsi usulan di luar pasal haluan negara bisa dieksekusi. Beberapa pekan terakhir, misalnya, pimpinan MPR gencar melakukan safari politik ke ketua umum partai-partai politik serta ke berbagai organisasi keagamaan.
Direncanakan, kata Arsul, MPR akan merampungkan kajian dan sosialisasi pada akhir 2021 sehingga pembahasan amendemen UUD 1945 di MPR dapat dimulai secara resmi pada 2022. (AGE)