Buntut Kenaikan Iuran JKN dan Cukai Rokok, Waspadai Inflasi pada 2020
Pemerintah mesti mewaspadai kenaikan inflasi yang berpotensi terjadi pada 2020 kendati masih dalam batas aman. Kenaikan inflasi ini bersumber dari peningkatan harga beberapa barang/jasa yang diatur pemerintah.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mesti mewaspadai kenaikan inflasi yang berpotensi terjadi pada 2020 kendati masih dalam batas aman. Kenaikan inflasi ini bersumber dari peningkatan harga beberapa barang/jasa yang diatur pemerintah (administer price).
Pemerintah akan meningkatkan iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat sebesar 100 persen, memangkas subsidi solar menjadi Rp 1.000 per liter, dan menghapus subsidi listrik 900 volt ampere (VA) untuk rumah tangga mampu.
Selain itu, pemerintah juga akan memangkas subsidi elpiji 3 kilogram hingga 22 persen dan meningkatkan cukai rokok dari 10 persen menjadi 23 persen. Seluruh kebijakan itu berlaku mulai 1 Januari 2020.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redjalam, Sabtu (23/11/2019), mengatakan, kenaikan harga sejumlah barang/jasa yang diatur pemerintah berpotensi menurunkan daya beli masyarakat. Kondisi ini akan dibarengi dengan peningkatan laju inflasi.
”Kemungkinan besar inflasi akan lebih tinggi pada 2020 karena kebijakan-kebijakan pemerintah yang cenderung menaikkan harga beberapa komponen,” ujar Piter.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, inflasi pada Januari-Oktober 2019 sebesar 3,13 persen. Tahun ini, Bank Indonesia menargetkan inflasi berkisar 2,5-4,5 persen. Dalam asumsi makro APBN 2019, inflasi ditargetkan 3,5 persen, sedangkan pada 2020 sebesar 3,1 persen.
Proyeksi Bank Dunia, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, dan Core yang dihimpun Kompas, inflasi 2019 sekitar 3,3 persen. Adapun inflasi 2020 diproyeksikan 3,3-3,6 persen.
Piter mengatakan, kenaikan inflasi tahun 2020 masih dalam batas aman karena kondisi pasar global cenderung stabil. Bank sentral Amerika Serikat, The Fed, menyinyalkan pelonggaran kebijakan moneter tetap berlanjut pada 2020. Aliran modal asing terus masuk sehingga kurs rupiah cenderung menguat pada kisaran Rp 13.900-Rp 14.100 per dollar AS.
”Pelonggaran kebijakan moneter berlanjut merespons risiko pelambatan pertumbuhan ekonomi global,” kata Piter.
Di sisi lain, tekanan kenaikan inflasi juga akan diimbangi dengan beberapa faktor pendorong bagi pertumbuhan ekonomi domestik, seperti kenaikan harga komoditas sawit dan batubara, kenaikan penyaluran bantuan sosial, serta kenaikan upah minimum provinsi sebesar 8,5 persen.
Secara terpisah, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, kenaikan harga sejumlah barang/jasa yang diatur pemerintah karena berbagai alasan. Namun, intinya, pemerintah akan merealokasi anggaran ke belanja yang lebih produktif dan berdampak ganda bagi perekonomian.
Menurut Suahasil, secara keseluruhan alokasi bantuan sosial tetap tinggi yang terdiri dari penyaluran pangan nontunai, program keluarga harapan (PKH), program Kartu Indonesia Pintar, dan penerima bantuan iuran JKN.
Dalam APBN 2020, pagu anggaran untuk perlindungan sosial meningkat menjadi Rp 372,5 triliun dari Rp 369,1 triliun tahun 2019. Program perlindungan sosial terbaru berupa bantuan pangan atau kartu bahan pokok untuk 15,6 juta keluarga miskin senilai Rp 28,1 triliun.
”Konsumsi rumah tangga diupayakan tumbuh di atas 5 persen. Untuk itu, daya beli penduduk berpenghasilan rendah benar-benar dijaga,” kata Suahasil.
Konsumsi domestik
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, kenaikan harga barang/jasa yang diatur pemerintah tidak akan menggerus daya beli masyarakat secara signifikan. Konsumsi rumah tangga diproyeksikan tetap tumbuh di atas 5 persen dan inflasi stabil pada level 3,5 persen kendati pertumbuhan ekonomi melambat.
Menurut Perry, pertumbuhan konsumsi domestik tetap terjaga karena didukung penyaluran bantuan sosial yang lebih efektif. BI turut andil dalam penyaluran bantuan sosial berbasis elektronik untuk 14,6 juta keluarga. Bantuan sosial diberikan secara tunai sehingga daya dorong bagi pertumbuhan ekonomi lebih kuat.
”Upaya menjaga konsumsi penduduk berpenghasilan rendah dibarengi pertumbuhan penduduk kelas menengah,” kata Perry.
Pertumbuhan kelompok penduduk kelas menengah akan mendorong konsumsi rumah tangga. Konsumsi penduduk kelas menengah ini cukup tinggi yang tecermin dari penjualan ritel.
Berdasarkan hasil survei penjualan eceran bank sentral, penjualan eceran kuartal III-2019 tumbuh 1,8 persen, sementara triwulan II-2019 tumbuh 4,2 persen.
Perry menambahkan, konsumsi domestik juga tetap terjaga karena inflasi komponen harga bergejolak relatif stabil. Tim pengendali inflasi pusat dan daerah menjaga agar harga bahan kebutuhan pokok tidak naik signifikan. Dalam lima tahun terakhir, inflasi komponen harga bergejolak ini di bawah 5 persen.